Pada masa lalu terminologi ‘puasa’ sudah umum
digunakan. Puasa dalam bahasa Belanda adalah ‘vasten’ (Hetnieuws van den dag: kleine
courant, 24-04-1893). Di dalam surat kabar lebih umum digunakan puasa daripada
vasten. Akan tetapi terminologi ‘hari raya idul fitri’ belum dikenal.
Terminologi yang umum digunakan adalah ‘akhir puasa’ (einde der poeasa) atau
‘akhir bulan puasa’ (eindigen der poeasa). Sementara, di Jawa istilah ‘lebaran
puasa’ sudah muncul dan biasanya dirayakan biasa saja (Java-bode: nieuws,
handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 13-07-1886).
Penanda dimulainya puasa berbeda antara satu
tempat dengan tempat yang lain. Di Batavia, awal puasa dimulai dengan pemukulan
beduk. Di Medan penanda awal puasa dilakukan dengan tembakan meriam ke udara.
Bataviaasch nieuwsblad, 20-03-1893: ‘Poeasa. Kemarin
pukul empat sore mengumumkan dengan memukul bcdoeks oleh masyarakat asli sebagai
tanda dimulainya puasa’.
De Sumatra post, 05-11-1937 |
De Sumatra post, 05-11-1937: ‘Permulaan Poeasa. Tadi
malam terdengar dari halaman istana Maimoen (Maimoenpaleis) tiga kali tembakan
meriam. Untuk Islamis, khususnya dibawah dari ZH. Sultan Deli ini berarti bahwa
tanggal, bulan puasa, Ramadhan telah dimulai. Di kalangan Islam tradisi ini
muncul lagi, seperti yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya, tetapi ada perbedaan
pendapat tentang awal bulan puasa (Poeasamaand). Dengan demikian, ada kelompok Islam
di Medan yang mulai puasa kemarin. Almanak Pemerintah menunjukkan awal dari
Poeasa tidak disebutkan, tetapi dua hari di akhir Poeasamaand ditunjuk sebagai
hari libur resmi, yaitu tanggal 5 dan 6 Desember’.
Selama bulan puasa selain aktivitas berjalan
seperti biasa juga terjadi kejadian-kejadian khusus yang dianggap menjadi
perhatian publik. Di Jawa hari penobatan Putra Mahkota tetap dijalankan (Bataviaasch
nieuwsblad, 20-03-1893). Kompetisi sepakbola di Medan libur selama bulan puasa
(De Sumatra post, 04-10-1938). Di Banten, masyarakat non muslim (utamanya
orang-orang Belanda) bukan toleran tetapi khawatir timbul gejolak. Di Medan
kegiatan di pengadilan juga terjadi perbedaan paham.
Bataviaasch nieuwsblad, 01-04-1895: ‘Di Bantam bulan poeasa bulan terlihat kurang bahagia.
Ini telah menarik tol besar pada kesabaran kita. Malam demi malam, seluruh
penduduk kita satu bulan dari tidur kita terganggu dan yang terburuk adalah
pada malam tanggal 27 ke tanggal 28 bulan ini ketika sampai pagi suara
memekakkan telinga, dengan beduk keras dan berteriak keras dibuat, sehingga
mustahil untuk beristirahat dengan baik saat malam. Itu adalah kehidupan neraka
seolah-olah semua setan diberi longgar. Semua orang penganut agamanya untuk teguh
iman dengan cara serupa itu dengan cara yang membuatnya sangat mengganggu orang
lain; ini sama sekali bertentangan dengan konsep kebebasan beragama, yang
merupakan hambatan dan gangguan lain tidak mentolerir. bahkan memberi
kesempatan pribumi untuk beduk dan doa-doa mereka untuk isi hati mereka dan
berteriak sampai tengah malam, tapi dengan lisensi yang bagi semua bangsa malam
dari mengganggu; atau akan takut gejolak?’.
De Sumatra post, 31-10-1939: ‘Sesi Landraad di Medan
selama bulan puasa..
Di Medan (mungkin juga di tempat lain),
perbedaan awal puasa berbeda antar kelompok Islam dan boleh jadi akhir puasa
(lebaran puasa) bisa sama atau berbeda. Namun pemerintah telah menanggalkan
bahwa akhir puasa telah ditentukan pada tanggal tertentu dimana hari pertama
dan hari kedua akhir puasa (lebaran puasa) adalah hari yang diliburkan secara
resmi. Untuk tahun baru (Kristen. Islam dan China) tidak dilakukan hari libur
resmi, tetapi dianjurkan antar pemeluk agama yang berbeda saling mengunjungi.
Bataviaasch nieuwsblad, 27-08-1904: ‘Tidak resmi
kunjungan tahun baru. Kami memiliki warga, pertimbangan bahwa penggunaan
pertukaran kunjungan resmi pada kesempatan Tahun Baru Kristen, Garebeg Poeasa
dan Tahun Baru Chineesche tentu merindukan makna yang mungkin di tempat lain,
dimana para pejabat pribumi dan kepala dari serikat mengunjung, mungkin masih
diberikan, sebaliknya Europoesr dan untuk timur asing, sejauh masih diakui
kewajiban untuk melakukan atau menerima kunjungan resmi tahun baru’.
Pada saat lebaran atau akhir puasa berbagai
aktivitas dilakukan oleh masyarakat. Misalnya, dilakukan permainan tradisional
di lingkungan sekitar (De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 05-04-1895), rekreasi ke Borobudur
dengan dikutip harga masuk (Bataviaasch nieuwsblad, 21-06-1910). Sebagai bagian
dari ibadah ada juga yang memberikan bantuan bagi orang yang tidak mampu.
De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad,
05-06-1888: Kemurahan. Pada kesempatan akhir poeasa pada hari Senin akan dilakukan
oleh dua orang Arab di desa Melaijoe dan diajarkan oleh dua Moors terkenal di
Pekodjan masing-masing sebesar f500 untuk membeli hadiah untuk mereka yang
terbatas (kurang mampu) yang seiman dari orang-orang sebangsanya’.
Satu hal yang khusus pada saat libur akhir
puasa antar yang bertikai saling memaklumi. Ini yang terjadi di Aceh dimana ada
permintaan kepada Gubernur Jenderal untuk merayakan akhir bulan puasa oleh para
hulubalang.
Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 24-07-1886: “Tanggal 7 ini diterima Gubernur Jenderal,
untuk merayakan akhir dari poeasa serius bagi hoeloebalangs dan kepala lebih
rendah dari Aceh Besar dan kepada mereka yang merayakan diberi kesempatan’.
Istilah Idul Fitri baru ditemukan pada tahun
1941. Perbedaan awal puasa dan awal syawal juga tetap terjadi.
De Sumatra post, 23-09-1941: ‘Awal Poeasa mulai dilakukan
tembakan dengan meriam pada malam di halaman Maimoenpaleis Medan untuk mengumumkan
dimulai hari untuk puasa di Kesultanan Deli. Ini juga terjadi di pemerintahan
sendiri Serdang dan Langkat. Minggu dan Senin komisi di Deli dan Serdang serta Langkat
pergi menuju ke pantai. untuk melihat bulan tapi belum terlihat munculnya
bulan. Udara yang baik pada malam mereka datang menentukan bahwa yang pertama
dari bulan Ramadhan (Poeasamaand). Di
Taridjocng Balei dan Asahan selanjutnya juga dilakukan merupakan salah satu penanda
mulai puasa, seperti di banyak daerah di Tapanoeli dan di Aceh. Ramadhan
pertama ditetapkan 22 September, sebagaimana juga ditunjukkan dalam Almanak
pemerintah seperti dalam, tahun-tahun sebelumnya, selalu terdapat perbedaan
pendapat pada awal Poeasa dalam Almanak Pemerintah yang memang tidak terdapat hari
dimana libur ditetapkan. Yang ada diidentifikasi sebagai hari libur umum untuk
menandai awal bulan Sjawal (bulan tidak melakukan puasa) yang juga disebut Idoel Fitri of Garobeg Poeasa, yaitu 22 dan
23 Oktober’.
Puasa tetaplah puasa, namun yang terus
bergulir adalah tanggal awal mulai puasa tetap terjadi perbedaan diantara
kelompok penganut agama Islam. Bagi masyarakat itu soal keyakinan, tetapi bagi
pemerintah kolonial Belanda (yang beragama Kristen) terjadi permasalahan
sendiri yang terkait dengan peran penduduk Muslim dalam pemerintahan maupun
dalam pembangunan ekonomi kolonial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar