Sjech Ibrahim atau Haji Ibrahim pernah
menjadi kepala kampong (penghulu) Kampung Kesawan Medan. Mohamad Yacoub gelar
Soetan Kinajan atau Sjech Ibrahim datang ke Deli pada tahun 1875 sebagai krani
Kantor Sultan Serdang (Serdangsche Sultanaatskantoor) di Rantaoe Pandjang. Mohamad
Yacoub berasal dari afdeeling Mandheling en Ankola. Pada saat itu umur Mohamad
Yacoub baru 15 tahun (tamat sekolah dasar).
Pemerintahan sipil di Residentie Tapanoeli dibentuk tahun
1841 yang (masih) terdiri dari tiga afdeeling: Afd. Natal, Afd. Mandheling en
Ankola dan afd, Sibolga. Residen berkedudukan di Sibolga. Di Afd. Mandheling en
Ankola ditempatkan seorang Asisten Residen berkedudukan di Panjaboengan. Pada
tahun 1870 ibukota Asisten Residen dipindahkan dari Panjaboengan ke Padang
Sidempuan. Pada tahun 1879 dibuka sekolah guru (kweekschool) di Padang
Sidempuan sebagai pengganti Kweekschool Tanobato yang ditutup tahun 1874 (Kweekschool
Tanobato didirikan oleh Willem Iskander tahun 1862). Residentie Tapanoeli baru
dipisahkan dari Province Sumatra’s Westkust pada tahun 1905.
Esplanade (kini Lapangan Merdeka) Medan, 1881 |
Pemerintahan sipil di afdeeling Deli dibentuk tahun 1863 dengan
menempatkan seorang controleur di Labuhan Deli (sebagai bagian dari Asisten
Residen Siak Indrapoera, Residentie Riau. Pada tahun 1874, keberadaan nama
kampung Medan Poetri di Deli sudah diketahui melalui koran (Bataviaasch
handelsblad, 27-11-1874), sebagai tempat orang Eropa/Belanda. Semakin banyaknya
orang Eropa/Belanda yang tinggal di Medan (Poetri) pada tahun 1875 ditempatkan
seorang letnan militer (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 03-03-1875). Pada tahun 1875 di sekitar Medan sudah
terdapat antara 6000-7000 kuli Cina. Pada tahun 1875 onderafdeeling Medan
dibentuk dengan menempatkan seorang controleur di Medan. Sementara di Labuhan
Deli statusnya ditingkatkan dari controleur menjadi Asisten Residen. Pada tahun
1879 ibukota afd. Deli dipindahkan dari Laboehan Deli ke Medan (Bataviaasch
handelsblad, 02-07-1879). Ibukota Residentie Sumatra van Oostkust akan
dipindahkan pada tanggal 1 Maret 1887 ke Deli (De locomotief: Samarangsch
han.en adv.-blad, 05-02-1887). Pada tahun 1909 ibukota Medan ditingkatkan
menjadi kotamadia (gemeete). Pada tahun 1915 Residentie Sumatra van Oostkust
menjadi sebuah provinsi.
Ketika Medan masih kampung, Padang Sidempuan sudah kota |
Pada tahun 1875 tujuan utama orang-orang
Tapanoeli khususnya afd. Mandheling en Ankola adalah ke Padang (sebagai ibukota
provinsi). Untuk mencapai ibukota provinsi tersebut dilakukan dengan moda
transportasi darat ke pelabuhan Natal atau pelabuhan Sibolga dan dilanjutkan
dengan moda transportasi laut. Meski demikian adanya, orang-orang Mandailing
dan Angkola sudah sejak lama melakukan migrasi ke Semenanjung yang awalnya
melalui daratan (era padri) kemudian melalui laut (era colonial) dari Sibolga
via Sabang terus ke Penang/Malaka. Sejak dibukanya perkebunan tembakau di Deli
(Nienhuys, 1865) orang-orang Mandailing dan Ankola mengubah perantauan ke Deli
(Labuhan Deli, Rantau Pandjang, Tandjong Poera dan Tandjong Balai). Mohamad
Yacoub termasuk para migrant tersebut.
Sebelum ada djaksa pribumi di Medan, sudah terlebih
dahulu ada djaksa di Leboehan Deli. Djaksa tersebut dipindahkan dari Tapanoeli
bernama Si Ripin gelar Soetan Mantri (1887). Pada tahun 1893 seorang djaksa
ditempatkan di Medan (djaksa pribumi pertama). Djaksa tersebut bernama Sjarif
Anwar gelar Soetan Goenoeng Toea yang memulai karir sebagai djaksa di Sipirok,
Mandheling en Ankola 1875 (Mantan murid Nommensen ini sebelumnya menjadi penulis
di kantor Asisten Residen di Padang Sidempuan).
Mohamad Yacoub pada tahun 1880an pindah ke
Medan dan bekerja di toko Huttenbach & Co, salah satu toko pertama Eropa di
Medan. Mohamad Yacoub kemudian membuka usaha dan melakukan haji ke Mekah. Sejak
kepulangan Mohamad Yacoub dari tanah
suci namanya lebih dikenal sebagai Hadji Ibrahim. Pada tahun 1909 ketika Medan
ditingkatkan menjadi kota (gemeete) Hadji Ibrahim diangkat menjadi penghoeloe
(kamponghoofd) Kampong Kesawan. Pusat pasar Medan berada di Kampung Kesawan,
Hadji Ibrahim juga dikenal sebagai Penghoeloe Pekan.
Orang Mandailing dan Ankola sudah semakin banyak di Medan. Pada tahun
1907 untuk mengimbangi pedagang Tionghoa, para pengusaha Mandailing dan Ankola membentuk
Sjarikat Tapanoeli. Sarikat ini pada tahun itu membentuk klub sepakbola yang diberi
nama Tapanoeli Voetbal Club dan mempelopori diadakannya kompetisi Deli Voetbal
Bond. Pada tahun 1909 Sarikat Tapanoeli mendirikan surat kabar Pewarta Deli
dengan ketuanya Hadji Dja Endar Moeda dan wakilnya Hadji Ibrahim. Hadji Dja
Endar Moeda, alumni Kweekschool Padang Sidempuan (1884), mantan guru, pemilik
sekolah di Padang dan pengusaha media dengan suratkabar yang terkenal Pertja
Barat (di Padang) dan Tapian Na Oeli (di Sibolga). Dja Endar Moeda hijrah ke
Medan tahun 1907.
Hadji Ibrahim tidak hanya aktif di Sajarikat
Tapanoeli tetapi juga organisasi-organisasi keagamaan seperti Sarikat Islam.
Hadji Ibrahim kemudian lebih dikenal sebagai Sjech Ibrahim.
Sjech Ibrahim diangkat sebagai anggota
Landraad Medan pada tahun 1925. Anggota lainnya yang diangkat selain Kepala kampong
dari Soengei Rengas dan Kampong Aur juga beberapa letnan Cina di Medan, Labuhan
Deli dan Sunggal. Landraad adalah dewan pengadilan untuk pribumi yang
anggotanya didominasi oleh orang-orang Eropa/Belanda.
De Sumatra post, 27-05-1925: ‘Landraad di Medan. Dewan
Tanah di Medan mengumumkan anggota baru yang ditunjuk antara lain Mohamad
Jacoeb gelar Soetan Kinajan, kampongboofd dari Kesawan dan Sungei Krah dan Soetan
Oedin gelar Baherumsjah, kepala kampong dari Soengei Rengas dan Kampong Aur’.
Sjech Ibrahim termasuk pelopor pendirian Djamiatoel
al-Washlijah. Organisasi ini adalah organisasi keagamaan yang dibentuk untuk
mengibangi organisasi yang sudah dibentuk Muhammadiyah. Organisasi Djamiatoel al-Washlijah didirikan
pada saat pertemuan yang dilakukan di rumah Mohamad Joenoes pada 26 Oktober
1930. Muhammad Joenoes adalah pengusaha yang sukses di Pematang Siantar dan
Medan. Mohamad Joenoes adalah nama lain dari Soetan Hasoendoetan mantan guru
dan seorang novelis Tapanoeli yang terkenal dengan novelnya Tolbok Haleon.
Sjech Ibrahim migrant Tapanuli generasi
pertama dikabarkan telah meninggal dunia pada bulan April 1933 dalam usia
tinggi 73 tahun.
De Sumatra post, 21-04-1933: ’Selama 58 tahun tinggal di
Deli. Sehari sebelum kemarin tiba-tiba meninggal pada usia 73 tahun Sjech
Ibrahim, mantan Penghulu Pekan. Almarhum adalah salah satu yang tertua orang
Tapanuli di sini. 58 tahun yang lalu dia datang dari afdeling Mandheling en
Ankola. Pekerjaan pertamanya sebagai krani di Serdangsche Sultanaatskantoor, di
Rantau Pandjang. Pada tahun delapan puluhan ia pindah kerja ke Huttenbach &
Co, salah satu toko pertama Eropa di Medan. Kemudian ia diangkat Penghoeloe
Pekan. Setelah pension pada tahun 1925 ia diangkat anggota Landraad. Almarhum
adalah pendiri dari beberapa organisasi sosial dan keagamaan, yang lebih lanjut
Sjech Ibrahim adalah co-pendiri
Sjarikat Tapanoeli, penerbit surat kabar Pewarta Deli. Pemakaman kemarin sore
dibawah bunga yang besar sebagai gantinya’.
Pengganti Sjech Ibrahim sebagai Kepala
Kampung Kesawan dan Soengei Krah adalah Haji Mohamad Kasim. Namun jabatan
kepala kampong yang baru harus ditangguhkan karena dituduh telah melakukan
penyimpangan pembayaran uang pajak. Sebagai pejabat sementara sebagai Kepala
Kampung Kesawan dan Soengei Krah adalah Abdoel Moerad, putra almarhum Sjech
Ibrahim.
De Sumatra post, 02-10-1933 Penghulu ditangguhkan karena penipuan
dengan uang pembayar pajak. Dengan keputusan Asisten Residen Deli dan Serdang untuk
sementara bertindak Kepala dari Kesawan en Soengai Kerah ditunjuk Abdul Moerad,
putra mendiang Hadji Ibrahim untuk menggantikan Penghulu Medan. Penghulu Pekan
Medan (Kesawan dan Sungei Kerah) Haji Mohamad Kasim dan merupakan ayah dari
Matt Deli. Dia telah ditangguhkan karena penyimpangan dengan uang pembayar
pajak. Dalam kasus ini juga selama proses penelitian, ditangguhkan tiga wakil’.
De Sumatra post, 09-10-1933: ‘Besluiten en benoemingen. Diangkat
Wakil dari Penghulu (Kampocghoofd) dari kampung Kesawan dan Soengai Kerah,
Taib, sebelumnya adalah penulis (schrijver) di Deli Railway Company di Medan’.
Sjech Ibrahim adalah salah satu penduduk Mandailing
dan Angkola yang migrasi ke Medan. Sjech Ibrahim datang ke Deli ketika masih
sangat belia. Selain Sjech Ibrahim masih banyak pemuda-pemuda belia yang
berasal dari Mandailing dan Ankola yang datang menyusul dan terbilang sukses.
Meski masih belia namun dengan bekal pendidikan yang baik mereka dengan mudah
mendapat pekerjaan di Deli dan Medan sebagai krani. Setelah memiliki cukup modal,
banyak diantara mereka yang berniaga.
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe.
2 komentar:
Disebutkan:
"Mohamad Joenoes adalah nama lain dari Soetan Hasoendoetan mantan guru dan seorang novelis Tapanoeli yang terkenal dengan novelnya Tolbok Haleon".
Setahu saya Tolbok Haleon ditulis oleh Soetan Pangoerabaan Pane. Kalau begitu Soetan Hasoendoetan adalah orang yang sama dengan Soetan Pangoerabaan Pane?
Anda benar dan cukup teliti. Terimkasih. Soetan Pangoerbaan Pane pengarang novel terkenal Tolbok Haleon; Soetan Hasoendoetan novelnya yang terkenal Siti Djoeariah. Tambahan: Satu lagi pengarang novel terkenal Soetan Martoewa Radja dengan judul Doea Sedjoli (bisa juga dilihat pada artikel lain di dalam blog ini). Akhir MH
Posting Komentar