*Kronologi
berdasarkan berita dalam surat kabar tempo doeloe
Dalam
bagian kedua serial artikel ini pemerintahan sipil di Onderafdeeling Sipirok, Afdeeling
Mandheling en Ankola, Residentie Tapanoelie sudah terbentuk yang mana
Controleur berkedudukan di Sipirok. Situasi dan kondisi keamanan di wilayah
Sipirok sudah kondusif, pembangunan infrastruktur (jalan dan jembatan) sudah
dilakukan, pengadaan fasilitas (terutama pendidikan) sudah ada, ekonomi dan
arus perdagangan (terutama kopi) sudah lancar dan sistem sosial masyarakat
berjalan lancar. Namun tidak demikian dengan wilayah tetantangganya: Silindung
dan Padang Lawas.
Di
Silindung, meski Controleur sudah ditempatkan di Sipoholon, akan tetapi
aktivitas pemerintahan sipil belum efektif. Para misionaris masih bekerja
keras, pejabat sipil masih berkonsentrasi secara bersama-sama dengan militer
dalam memulihkan keamanan (perang antar kampong) dan konsolidasi pertahanan
(terutama terhadap aktivitas pengikut Sisingamangaraja). Di Padang Lawas,
situasi dan kondisi keamanan sudah semakin membaik, meski perlawanan Tuanku
Tambusai sudah berhasil dilokalisir, namun perang antar kampong di beberapa
tempat masih ditemukan. Proses pembentukan pemerintahan sipil di Padang Lawas
tengah dipersiapkan.
Onderafdeeling
Sipirok dengan segala kemajuannya, tugas Controleur juga tidak kalah penting
untuk ‘mengurusi’ wilayah sisi luar (eksternal) Sipirok yakni di Silindung (termsuk
Toba) di sebelah utara dan Padang Lawas di sebelah timur. Controleur Sipirok seakan
memiliki tugas rangkap, menjadi semacam perpanjangan tangan Residenti Tapanoelie
(di Sibolga) melalui Asisten Residen Mandheling en Ankola (di Padang Sidempuan)
dalam pembentukan (struktur) pemerintahan di Residentie Tapanoelie, Governement
Sumatra’s Westkust. Pejabat pemerintah di satu pihak dan penduduk di pihak lain
di wilayah Onderafdeeling Sipirok sedikit atau banyak telah dilibatkan dan mengambil
peran dalam proses terbentuknya pemerintahan di Silindung maupun di Padang
Lawas.
Sipirok Kaya
dengan Flora dan Fauna
Wilayah
Sipirok adalah wilayah yang sangat eksotik. Bagian wilayah terpenting adalah
lembah Sipirok yang berada di dataran tinggi yang beriklim sejuk. Akan tetapi
sisi-sisi luar lembah ini yang dikelilingi bukit dan gunung juga menyimpan
beragam flora dan fauna. Orang ‘bule’ pertama yang melihat eksotisme Sipirok
ini adalah dr. Ftanz Wilhelm Junghuhn yang melakukan ekspedisi di wilayah
selatan Tapanuli (1840-1845), termasuk di Sipirok. Sebagian dari laporan
ekspedisi ini telah dibukukan tahun 1852 dengan judul ‘Java, Zijne Gedaante, Zijn
Plantentooi en Inwendige Bouw’. Dr. Junghuhn di wilayah Sipirok telah melakukan
observasi di lereng Sibualbuali dari arah Pageroetang (Pargarutan), lembah
Saligoendi (Sialagundi), Lembah Sipirok dan lereng Sibualbuali dari arah
Sipirok, Poeloe Mario (Bulumario) dan Arseh (Arse).
Pengajaran. Sumatra-courant: nieuws-en
advertentieblad, 07-08-1879 (seorang murid di Aijer Bangies terhadap mentornya
dalam hal bidang fisika dan botani): ‘ucapan terimakasih kepada inspektur
Wilken di Sipirok’.
Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 12-08-1879
(seorang peneliti flora dan fauna bernama W. Kramm menulis tanggal 8 Agustus 1879):
‘saya sudah ke Batangtoru lalu ke Padang Sidempoean (dan Loeboek Raja). Dari
sana aku pergi ke Sipirok untuk mencoba pada akhirnya untuk menemukan bidang
yang menguntungkan bagi studi saya dan harapan ini saya tidak terduga. Di sini
saya menemukan semuanya, yang diinginkan hatiku yang di tempat sebelumnya tidak
ditemukan, terutama insek atau serangga. Soal penduduknya, mereka kelihatannya tampak
malas, mungkin karena mereka hanya membutuhkan sedikit (subsisten). Tampak
lamban, mereka berada di sekitar rumah saja, seolah-olah hanya renang, tidak
ingin menangkap ikan bahkan ikan yang paling lezat, dan jika ditanya pertanyaan
mengapa, mereka tidak bersemangat dan mengatakan: Allah ... tobat. Soesah!’
Bencana alam.Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie, 19-04-1879: ‘hujan merata di Marantjar, BatangTaro dan
Si Pirok (Keresidenan Tapanoelie). Di Sipiroksche sejumlah bidang sawah mengalami
rusak berat oleh banjir besar yang berlangsung pada paruh pertama bulan ini. Di
sana, dimana lapangan pekerjaan dilakukan padi, terpaksa bekerja secara paksa
di kebun teh. Dalam Si piroksche hujan lebat ini juga membawa banyak kerusakan
pada pohon kopi yang tengah mekar penuh, hasil panen dan juga persiapan kopi tidak
bisa menemukan secara teratur lagi.
Kesehatan.Java-bode: nieuws, handels-en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 13-08-1879: ‘di Keresidenan Tapanoli di
Groot Mandheling, Sipirok dan Ankola, banyak kasus demam’.
Penjajakan ke
Padang Lawas dan Harmoni (Berbagi) di Sipirok
Satu
budaya, dua agama, ada pasang surut dan ada juga dimana harus berbagi dalam
harmoni. Itulah Sipirok. Dari dulu hingga pada masa kini. Jika di Sipirok,
segala sesuatunya sudah melembaga (pemerintahan, infrastruktur dan social
ekonomi), tidak demikian di Padang Lawas. Di Padang Lawas, perlawanan Tuanku
Tambusai meski dianggap sudah lama hilang, namun dalam proses memulai pemerintahan
(penempatan Controleur) masih diperlukan penjagaan yang ketat. Untuk mengisi
kekosongan pemerintahan sipil di Padang Lawas fungsi Controleur Sipirok
diperluas ke Padang Lawas. Jalur lama ke Padang Lawas dari Sipirok dilakukan
melalui dataran tinggi/pegunungan dengan
menggunakan kuda yakni melalui Sialagundi, Aek Mandoerana, Goenoeng Manoengkap
terus ke hilir sepanjang daerah aliran sungai hulu Sungai Barumun.
Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 26-08-1879:
‘kunjungan Resident Boyle dari Sibolga tiba di Padang Sidempoean tanggal 6 Juli
untuk bersiap-siap ke Padang Lawas. Kunjungan dalam penjajakan ke Padang
Lawas.Residen didampingi oleh pejabat di Padang
Sidempoean dan juga Sipirok. (juga disebutkan) dalam perjalanan pulang, Residen
di Padang Sidempoean pada tanggal 10 Agustus dikunjungi oleh Maharadja Soetan,
koeriahoofd Batoenadoea dan tanggal 11 Agustus oleh Marah Eden koeriahoofd dari
Oeta Rimbaroe. Tanggal 12 Residen tiba kembali di Sibolga’.
Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 30-10-1879 (lanjutan-seorang
peneliti flora dan fauna bernama W. Kramm menulis tanggal 19 Oktober 1879): ‘Dari
Sipirok saya ke selatan, Saroematinggi, 93 tiang dari Padang Sidempoean..di
sini tidak banyak serangga. Banyak beras dan dikirim ke tempat lain, seperti
halnya di Panjaboengan, Padang Sidempoean dan Sipirok. Tempat penduduk asli
lainnya hanya cukup untuk mereka gunakan sendiri’.
De locomotief: Samarangsch handels-en
advertentie-blad,
08-04-1880 (surat pembaca dari Padang Sidempuan: ‘kehidupan sangat tenang di
sini. Sangat indah dan dikelilingi sawah dan dibatasi oleh bukit-bukit tinggi
yang sebagian gundul sebagian lagi ditutupi hutan. Padang Sidempoen hasil panen padi mencukupi
sepanjang tahun. Tidak demikian di Sipirok, adakalanya gagal panen’.
Kesehatan. Sumatra-courant: nieuws-en
advertentieblad, 22-04-1880: ‘di Sipirok, Batang Taroe dan Broemon ditemukan beberapa
kasus demam dan penyakit perut. Selain itu, kondisi kesehatan cukup memuaskan. Pemeriksaan
terus secara teratur’.
Sumatra-courant:
nieuws-en advertentieblad, 13-05-1880
(pembaca menulis tentang pengalamannya di Sipirok, Padang Lawas dan Padang
Sidempoean): ‘di utara Padang Sidempoean terdapat Sipirok. Dari Sipirok ke
Padang Sidempoean menikmati perjalanan sejati tanah menurun. Tiba-tiba setelah
kami yakin perumahan dan terpadat yang berada sedikit di arah utara Padaug
Sidempoean. Di dalam lembah yang sangat luas
dimana Sidempoean, seperti melihat panorama. (kemudian ke Padang Lawas)
tampak sejauh cakrawala padang golf di Padang Lawas atau Padang Bolak. Pada tahun 1879 akhirnya definitif menjadi bagian negara (Hindia Belanda) setelah 101 kepala
menyampaikan keinginannya. Saat ini di wilayah baru ini sedang dipersiapkan
Controleur kelas-3 untuk menyiapkan administrasi dan kontruksi di sana.
Controleur di sana akan didukung dengan kekuatan polisi penjaga 20 pribumi yang
dilengkapi senjata. Dari Sipirok ke Padang Lawas dari jalan dataran tinggi
terlihat daerah terbuka. Di Padang Lawas banyak jejak-jejak desa karena ditinggal,
hilangnya kesuburan. Juga tampak sisa-sisa kuil tua di ibukota Pertibi yang
menunjukkan dulunya ada kemakmuran. Jika tidak ada petugas, sering terjadi
menghakimi sendiri (perang antar kampong). Controleur Sipirok dikirim kesana
untuk menyelesaikannya. Di Sipirok sudah ada penjara jika ada yang harus
dibawa. (Sementara di Sipirok) di dataran tinggi memiliki wilayah yang sangat
subur dan padat penduduk. Populasi masih tidak kurang dari sepuluh ribu,
sehingga dataran tinggi ini dalam hal ini, sangat kontras dengan yang lain,
sebagaimana minim dihuni di daerah Mandheling dan Angkola. Ada Kristen di Prau
Sorat, pasar di Sipirok dan juga sekolah dan ditemukan kantor controleur dan di
dekatnya ada tempat peristirahatan yang nyaman dan kesejukan. Di gereja ada
ibadah, dan pada jam yang sama juga umat islam berjalan menuju ke mesjid, sembahyang.
Persaudaraan di sekitar gereja adalah gelegeu. Pengaruh pagan dalam
Islam masih ada, tidak dalam Kristen. Islam atau Kristen, akan
mempertahankan harmoni
dan anehnya satu dengan yang lain hampir
periodik ada
pasang surut. Setelah setiap tindakan
mendukung satu respon berikut mendukung orang lain. Saya
belajar tentang
berbagi di Sipirok’.
Sukses
Controleur di Silindung, Perlawanan Sisingamangarja di Toba dan Pejajakan Misi
ke Padang Bolak
Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 18-05-1880: ‘De Batakkers; di sisi timur dan
timur laut Silindung di sekitar Balige dekat danau Toba, secara luas terkenal di daerah ini dan
suku yang sangat ditakuti, akhirnya dua tahun lalu, suatu
ekspedisi terkenal di bawah komando Kapten Lngel dan Residen
Boyle, suku paling suka berperang menjadi tunduk, ketika di Bahal Batoe dilakukan sumpah ketaatan dan loyalitas yang dibuat kepada
Pemerintah. Dalam hal ini juga termasuk penduduk Onan Rocggoa dan Sipahoetar, tetapi tidak dilakukan oleh beberapa desa di tenggara Sipabutar yang
dalam peta tereletak dekat dengan Loemban Djoeloe. Pimpinan kampong menolak. Pemerintah menganggap itu tidak penting: ‘Pikiran anda bukanlah bisnis kami. Kami akan mengambil keputusan sendiri’. Mereka ini berperang dengan orang-orang Pangariboean. Pemerintah Belanda melalui Controller Siliendoeng berulang kali melakukan penyelesaian
dengan mengundang, tetapi mereka menolak untuk datang, baik ke Siliendoeng maupun ke Pangariboean. Inilah alasan militer diperlukan untuk menghindari konfrontasi dan membuat perdamaian. Alasannya
adalah seorang pria
Sipahoetar mencuri kuda dan
melarikan diri ke Sipirok dan secara tidak langsung meminta perlindungan. Sementara
itu Si Singa Manga Radja baru pulang dari Atjeh. Para penduduk semakin takut
dengan para pengikut Si Sianga Manga Radja dan mulai menyelamatkan diri. Pemerintah
ingin mengejar setelah sebelumnya tentara menderita kegagalan karena istri
Controleur diculik. Pemerintah menawarkan 2000
dollar, tapi Singa
Manga Raja ingin kematiannya. Controleur
Pinker di Siliodoeng sudah sakit parah
dan sangat
disayangkan jika petugas layanan harus
kendor. Padahal dalam waktu singkat di wilayah Silindoeng sangat baik telah dicapai. Hal lain di daerah pegunungan, antara
Siboga dan Slindoeng jalan yang baik dibangun.
Sekarang,
Gubernur menginginkan dapat mengambil. 30 tiang dari satu
tempat ke tempat lain ke Sipirok untuk mencapai utara masih sangat sulit daerah ini baru-baru ini agar perjalanan dari Silindoeng ke Angkola dapat dilakukan. Kami berharap
dapat segera juga meningkatkan jalan dari Siboga untuk Loemoet yang
tanah sangat
bahaya jika
barang diangkut pedati. Saya mendengar dari Conroleur Sipirok di daerah
ini telah terjadi perampokan. Para pencuri menginginkan terutama hasil-hasil
kerajinan.
Sumatra-courant: nieuws-en
advertentieblad, 15-06-1880: ‘ada sebelas pos
zending, dan kemajuan yang signifikan terjadi dari Agustus 1878 ke Agustus
1879. Misionaris Klammer bekerja untuk Sipirok, dari laporan gereja begitu
banyak meningkat, apalagi gerejanya biaya ditanggung oleh pemerintah kota itu
sendiri. Para anggota gereja hidup tersebar di tujuh desa. Misionaris Schfitz untuk Boengabondar menulis tentang
gereja Kristen yang sama menguntungkan. Terutama di desa Lontjat
membuat kekristenan kemajuan penting. Pendidikan di
sekolah rajin hadir; ada kenaikan jam belajar, menggunakan onderwis (guru) sesama
pembantu Kristen di gereja berdoa misionaris sangat banyak digunakan. Misionaris Leipoldt di Prau-Sorat, penyakit lama dirinya dan
keluarganya terhalang dalam bekerja. Akhirnya, ia terpaksa
meninggalkan pos. Tempatnya diisi oleh misionaris Israel. Datang sendiri. Hal ini disebabkan bahwa pesan
dari Prau Sorat membaca kurang menguntungkan daripada yang akan terjadi.
Sekolah Prau Sorat sedikit memburuk, tapi karena kedatangan Israel dan kehadiran di sekolah, kegiatan sekolah kembali meningkat secara signifikan. Namun, sebagian besar tidak
tinggal di gereja di Prau Sorat sendiri, tetapi dalam waktu
setengah jam jauhnya di Hoeta-Raja. Misionaris Israel juga mengunjungi tiga jam ke Goenoeng-Manoengkap, di mana
ia diterima dengan puas dan dari mana ia akan melakukan perjalanan ke Padang Bolak, untuk berkenalan
dengan pemimpin dan rakyat, dan untuk menyelidiki apakah ada kemungkinan membuka peluang
atas permintaan dari salah satu kepala kampong
yang awalnya adalah pengikut Islam—misi ini diharapkan Kristen akan lebih dikenal’.
De locomotief:
Samarangsch handels-en advertentie-blad, 12-07-1880:
‘G.A. Wilken dan Si Paroman gelar Pertoean Sangkoepon diberhentikan sebagai
penilik sekolah. Diangkat J.J. Naeff, sebagai penggantinya di Controleur di Sipirok. Santa
galar Soetan Iskandar Moeda, koeriahoofp Sipirok’.
Sumatra-courant:
nieuws-en advertentieblad, 09-09-1880:
‘terbit Laporan Nomor
10 tentang deskripsi geologi negara antara Siboga
dan Sipirok (disertai peta, Yearb, Mijnw. Disusun oleh . R.D.M. Verbeek Tahun 1877’.
Kilas Balik tentang Misi, Pionir Peradaban di Tanah Batak
Sudah 18 tahun kegiatan misi di Tapanuli,
sejak misonaris Belanda dan Jerman melakukan konsolidasi (program kerja
bersama) yang dimulai di Sipirok, coba melakukan refleksi sejauh mana kemajuan
yang dicapai dan bagaimana para pionir peradaban bekerja di Bataklanden.
Bagaimana para pionir ini memasuki Tapanuli dan darimana mereka datang. Seperti
apa persinggungan mereka dengan para penyiar dan menganut Mohamedansche yang
telah lebih dulu ada (di Sipirok), bagaimana mereka memahami adat (di
Silindung) dan apa reaksi mereka terhadap perlawanan Si Singamangaraja (di
Toba).
Sumatra-courant: nieuws-en
advertentieblad, 02-10-1880 (sebuah esai / review berjudul: ‘de
eerste pionniers der beschaving in de Bataklanden’): ‘sebuah kekalahan besar, kerusuhan pada tahun 1859 di Kalimantan menjadi penyebab bahwa RMG misionaris datang ke Sumatera. Di era Inggris, di pantai barat
Sumatra, Bengkulu,
Padang dan Siboga mendesak para misionaris Burton dan Ward dalam bertaruh tahun1824 pada perjalanan
eksplorasi ke Silindoeng. Mereka coba menyampaikan Supuluh Perintah
Tuhan. Ketika para kepala-kepala kampong dan misionaris kumpul dan berkonsultasi
dengan seorang tokoh tua tentang adopsi dari
misionaris, maka kepala desa yang paling tua itu berkata, bersandar pada
stafnya: ‘aku sudah lama hidup dan masih menemukan bahwa adat kami dengan baik
dan bahwa kita tidak perlu berubah, bagaimanapun, meski anda tidak mengajarkan
kita hal-hal itu, akan tetap membuat Batak kaya dan bahagia’. Pada tahun 1825, Burton
datang lagi, namun tugas para misionaris telah dirampas saat kerusuhan Padri
terjadi, menghancurkan pekerjaan yang dilakukan sejauh ini, lima tahun usia
kerja. Pada musim semi 1834, para misionaris yang terdiri dari Munson dan Lijman
mendarat di Padang, di mana mereka segera melanjutkan perjalanan ke Bataklanden
via Siboga. Namun, mereka tidak mencapai Silindoeng. Agak jauh dari tempat ini,
mereka dihadang dengan sebuah geng bersenjata dimana hamba yang setia mereka
tewas dan kemudian dimakan. Melalui cobaan ini, bagaimanapun, menjatuhkan misionaris
masyarakat Bostonsch. Pada tahun 1837 misionaris Ennis yang mengunjungi Bataklanden
tetapi dimana middelerwijl telah
terjadi. Perubahan besar penduduk Batak selatan mengajukan diri dikenakan
pemerintahan Nederlandsch; dengan beberapa benteng yang dibangun. Pasukan militer
berhasil memulihkan keadaan. Ennis tidak bisa misi ditemukan. Ia sakit dan
lelah harus segera meninggalkan pulau. Hanya ahli bahasa Belanda Dr Neubronner
van der Tuuk dengan Alkitab tujuh tahun di Sumatera dan diterjemahkan besar-besaran
tahun 1859 Injil ke dalam Bataktaal. Sementara itu, tanpa hambatan memenangkan
selama ini Mohamedanisme mencakup bidang
Bataks selatan dan terancam perlahan-lahan tersedak. Pintu masih dibuka.
Kemudian akhirnya pergi mata pemerintah terbuka untuk kebijakan yang bahkan
oleh banyak orang. pejabat sangat mengutuk. Nug selalu yaitu bagian terkecil
dari Sumatera sebenarnya hanya daerah yang dikontrol pemerintah di bawah
pemerintahan Eropa. Mayoritas banyak Kepala Radja dan hanya sedikit lanskap
yang berbeda dapat dianggap sebagai benar-benar independen. Namun, semakin
banyak pemerintah berusaha pengaruhnya untuk mengkonfirmasi dan memperluas,
semakin jelas harus bertaruh Mohamedanisme benteng yang paling kuat adalah yang
berdiri di jalannya. Oleh karena itu pendapat konsinyasi telah mengalami
perubahan. Pada tahun 1856 Ermelo mengirim misionaris pertama lagi ke Sumatera,
yaitu Van Asselt, kemudian diikuti Betz. Pertama kali muncul hanya Batakstammen
selatan untuk konsinyasi yang akan dicapai namun sedekat mungkin ke utara
kemudian dibuat dengan tenaga kerja di lanskap Sipitok dimulai. Tak lama
kemudian pengiriman sudah tiba dari Batavia di Sumatera misionaris Dammer Boer,
Koster dan Van Daalen sebagai pekerjanya. Pada tahun 1859, pecah pemberontakan
di Kalimantan. Empat misionaris RMG dan tiga saudara misionaris jatuh sebagian
sebagai kurban kebencian dan balas dendam dari suku Dayak. Bidang pekerjaan
lain harus dicari, dewan Misionaris RMG tetap pandangannya ke Sumatera, yang
sudah telah direndam tanah. Pada tahun 1860 dikirim ke sana dapat dilakukan ekspedisi.
Sekarang terbangun di beberapa misionaris Belanda inginkan, untuk bersatu
dengan misi RMG. Sedang pendeta Amsterdam akankah Veen yang ditampilkan dalam
papan misi te Barmen, dua atau tiga untuk mendaftar. RMG di Rhine memiliki misionaris
cocok untuk mulai sulit ditemukan. Misionaris Klammer di wilayah pembantaian di
Borneaontkomen, menerima beban tugasnya saudara Hejne, yang baru saja datang
dari Eropa untuk bersama-sama. Pada paruh kedua
1861 dengan misionaris Van Asselt dan Betz dan tiga wegen konden akan datang memasuki
Bataklarden….Lembah molek ajaib di antara semua lembah tinggi di lanskap Sipirok,
dimana para misionaris Hollandsche akan bertemu. 27 Juni 1861 dengan utusan Heine
dan Klammer yang datang dari Batavia lewat Padang dan perjalanan ke Siboga. Mereka
datang dalam bahaya penyamun-penyamun di di padang gurun, bahaya di laut, di
mana-mana jejak-jejak gempa bumi besar yang terlihat, yang mendidih di wilayah
ini dalam perjalanan. Selain itu muntah dalam perjalanan ke Siboga di bawah
deru badai dan deru laut, di salah satu malam pertama pencuri di rumah mereka
pada perjalanan mereka melalui interior mengambil banyak usaha dan konsultasi,
untuk wanita Klammers, perahu atau sampah atau kuda di ketinggian 3000 kaki
punggungan Sipirok yang dicapai. Setelah banyak perubahan-perubahan dan
kerugian akhirnya mencapai tujuan perjalanan mereka dan segera semua keberatan menjadi
lupa dengan ramah penerimaan saudara Holland mereka 7 Oktober 1861 dianggap
oleh mereka sebagai hari kelahiran Hijcsche Misi Batak. Pada hari itu misionaris
Belanda dan Jerman datang disengaja untuk pertama kalinya bersama-sama, mengenai
rencana kerja umum. Mereka memutuskan keberanian frischen iman, dengan
persetujuan dari pemerintah pusat di Barmen, pembentukan empat zendiugsposten: tiga
di lembah tinggi Sipirok dan untuk yang keempat akan dicari menjadi tempat yang
cocok untuk Silindoeng di Bataklanden. Di desa Sipirok, Klammer membangun rumahnya
dan menetap di timur laut danau Boengabondar, sementara misionaris berikutnya akan
memilih di desa agak selatan, Baringin. Heine dan Van Asselt ditugaskan ‘ngepost’
di tempat dimana pertama kali kegiatan misi dilakukan di independen Batakland—maksudnya
barangkali Parau Sorat (bersambung).
Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 05-10-1880
(lanjutan): ‘Pada tanggal 20 Desember delapan
belas tahun hasil
dari Asselt dan Heine…
Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 26-10-1880: ‘…’.
Bencana alam. Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 11-11-1880: ‘Di provinsi Sumatra’s Westkus umumnya hujan,
kecuali di Sipirok dan Padang Lawas yang masih kekeringan berkepanjangan’.
Demografi. Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 01-01-1881:
‘A.M.J Naeff (anak dari J.J. Naeff), lahir dan kemudian meninggal di Sipirok,
25 Desember 1880’.
Sumatra-courant:
nieuws-en advertentieblad, 22-01-1881
(laporan perjalanan dari Pangaloan ke Pangaribuan): ‘Udara di sini bahkan lebih
murni daripada Sipirok, tapi tanah tidak subur’.
Penelitian. Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 25-02-1881: ‘LK Harmsen (Direktur Kweekschool Padang
Sidempoean menerbitkan laporan etnografi) objek yang berbeda Sipirok dan Padang
Sidempoean’.
Ida Pheiffer Wanita
Eropa Pertama ke Sipirok dan Pemandu Jalan, Dja Pangkat dari Sayurmatinggi
Seorang pelancong, traveler, seorang gadis
bernama Ida Pheiffer kelahiran Austria ternyata juga mengunjungi Sipirok.
Perjalanan ini dilakukan pada tahun 1852 (mendahului van Asselt yang datang ke
Sipirok 1858). Pemandunya adalah seorang kepala kampong di Sayurmatinggi
bernama Dja Pangkat. Pemandu professional ini ternyata juga menjadi pemandu dr.
Franz Wilhelm Junghuhn (Junghuhn di selatan
Tapanuli, 1840-1845) dan Dja Pangkat juga berteman dengan beberapa kepala-kepala kampong
di Silindung. Ida Pheiffer aman bersama Dja Pangkat, tetapi gadis pemberani ini
merasa ketakutan ketika di Silindung—lalu berbalik dan lari tunggang langgang
hingga merasa tenang di Sipirok.
Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 21-04-1881
(sebuah esai yang ditulis oleh A. J. F. Hamehs di Padang-Pandjang, 12 April
1881 yang menerangkan kehadiran Ida Pheiffer, seorang wanita Prancis dalam
perjalanan (wisata) ke Tapanoeli. Perjalanan Ida ini juga bertemu dengan Hamehs
dan istri. Perjalanan ini dilakukan tahun 1852 waktu itu sudah ada asisten
residen Mr. Godon di Panyabungan, dan seorang Controleur ditempatkan di Padang
Sidempuan dalam Onderafdeeling Ankola (belum menjadi Ankola en Sipirok) dan waktu
itu segala sesuatunya harus izin dari pimpinan pasukan militer yang berada di
Ankola. Godon sendiri menjabat asisten residen di Panyabungan selama sembilan tahun
1848-1857). Hamehs menulis esai ini dalam rangka menanggapi sebuah tulisan di
koran ini pada tanggal 17 Maret yang bertema Ida Pheiffer): ‘Awal perjalanan ke
Tapanoeli ini pertama kali dimulai tahun 1852 di Panyabungan. Di Panyabungan
ada Asisten Residen (Godon) dan Controleur di Ankola yang berkedudukan di
Padang Sidempoean. Saya di Koeringgi (antara Soeroematinggi dan Sigelanggan)
dapat kabar dari Mr. Godon tentang Ida Pheiffer. Ketika jam 10 pagi saya ingin
menaiki kuda saya, tiba-tiba di kejauhan ada datang pekaian mencolok mendekat.
‘Saya adalah Ida Pheiffer’. Dia memakai penutup kepala, mengenakan rok coklat yang penuh dengan lumpur dan stoking serta
sepatu tentara
di kakinya. Lalu kemudian dia mandi ke sungai
yang lagi meluap. Dia bertubuh sangat kecil, rambut pirang, dan sangat ramping. Dia saya bawa ke tempat saya
dimana istri saya menjamunya makan siang. Dia mengatakan membuat rencana perjalanan ke Toba. Malam kami menghibur! untuk bermain bridge. Keesokan paginya dia memberitahu saya keinginannya untuk sesegera mungkin perjalanan ke Toba untuk dan meminta saya bahwa dia akan perlu
pemandu. Saya menacari pemandu yang dapat dipercaya,
sebab ini adalah perjalanan yang
banyak bahaya didampingi untuk menerima tetapi tetap bergabung keputusannya. Ketidaksabaran untuk segera berangkat sulit
dimengerti untuk saya; dia absolutly tidak bisa
sama sekali ada bahasa Hindia bahkan kata-kata Melayu hanya tahu sedikit, mungkin
hanya sepuluh kata yang dipahaminya sendiri yang
memang benar-benar dibutuhkan seperti makun, minoem, tidor dan djalan yang dianggapnya sudah memadai.
lda Pfeilfer
tinggal empat hari dengan saya. Saya telah
berhasil mendapatkan pemandu yang baik untuk mendampinginya. Namanya Dja Pangkat, seorang kepala kampong dari Soeroemanlinggi yang akan melakukan tugas
berdiri di
depannya; Dia terkenal berteman dengan
sejumlah kepala kampong di Silindoeugsche, memiliki pengalaman mendampingi Dr Juughühn mengunjungi beberapa kali ke Danau Toba. Ia mengurangi tasnya kepada saya yang
isinya terlalu banyak yang beratnya 20 kilogram.
Dia hanya menyisakan, gaun, kemeja, sepasang sepatu, sapu tangan, syal,
sepasang van untuk insek, INSEC di, ete flescbje rok, kotak karupler, beberapa notebook, pensil, cen botol garam dan punuk kantong sangat tipis dengan bantal. Uangnya terdiri
dari 10 ringgits boeroeng - tidak ingin dibawa, dia memberi saya dalam tahanan, "Saya menyarankan diberlakukan pula untuk disimpan dan saya memberinya
meminjam beberapa dolar dan ringgit mataharie; lebih dia tidak mau. Dia
kemudian pergi ke Sipirok saya akan ikut
membimbing hingga Pargaroetan sesudah
Batoe Nadoea tetapi dia meminta ikut lebih jauh. Dia naik lalu di halaman saya dia berdoa lalu
kami memacu kudanya. Di Sipirok mandi, malam harinya berhenti di
Boeloe Mario lalu dengan beberapa kepala di pagi hari diajak ikut ke Silindoeng.
Saya
hanya sampai disini. Mereka dihadiahi sebelum ke lembah Silindoeng disimpan untuk
akomodasi, anak sapi, beras, ayam, garam dan
hal-hal lain. Lama dari Sipirok ke Silindoeng sekitar satu hari. Beberapa kepala
Sipirok yang memiliki keluarga di Silindoeng secara sukarela mengikutinya. Mereka mengambil jalan pegunungan yang sulit sebenarnya
atau jurang yang dalam, yang mereka, garmen atas knieëu yang: termasuk diarungi
dengan keberanian. Enam atau tujuh hari setelah keberangkatan
lantas aku melihat lda Pfeiffer berpacu dan sampai di halaman berjalan tiba-tiba; dia tampak pucat dan lelah, rok coklat rok dan sal penuh dengan lumpur dan robek. Aku
membantunya untuk bertaruh kuda; dia ingin sekaligus untuk tidur, karena dia sakit dan lelah parah. Pertama, di malam
hari dia datang muncul, dia merasa lagi
lelah tapi masih ngantuk; Setelah itu
pergi lagi ke kamar dan
tidur sampai pagi 08:00. Dia kemudian akan segera mengambil perjalanan untuk balik ke Padaug yang saya saran
dokter yang
baru saja padaku, yang sangat disarankan melawan.
Dia masih
dikatakan telah dibandingkan Dr Juughuhn lanjut
memuji negara ini sebelum untuk kesuburan dan kekayaan bangsa; namun di desa-desa yang dia di mana-mana orang dengan tombak dan pedang orang bersenjata, namun mereka
tampak tidak apa-apa tapi tetap waspada. Pada hari itu tiba kapten Steeumeijer yang tinggal
Mei di Soeroemanlinggi. Ida'Pfeiffer
oleh kepala di Silindoeng paling hormat diterima. Ia berpesta, di mana saja dibatas setiap kampung itu diterima
oleh orang-orang bersenjata jauh dan luas.
Mereka memiliki rumor
kedatangan wanita kulit putih yang dengan roh-roh yang lebih tinggi dalam
kaitannya dengan keras, didistribusikan dan semua pihak datang orang-orang
untuk melihat. Ia
tinggal masih di
rumah-rumah para pemimpin, pernah dia berjalan
dikerumuni pria dan
wanita, dan dia tidak bisa mengambil langkah oleh banyak banyak orang yang penasaran. Semua
kemungkinan kebebasan bergerak kehilangan karena
rasa ingin tahu atas kedatangan nya bahkan di
Aek Taoe (wilayah Danau Toba)
juga ada
sejumlah orang dalam hari perjalanannya dari Silindoeng ke Toba kerumunan seperti pada kakinya bersikeras seperti untuk melihat. Ida Pfeiffer bahwa ia tiba-tiba berbalik, teror atau ketakutan lalu melarikan diri. Apa itu yang ia tahu; ia berlari kapan
tersedia tidak menyimpan telah ada satu
hari bahwa ia
pergi melalui tiga puluh tiang dalam satu nafas. Para kepala Silindoeng, hanya
melihat kembali, tidak mengerti mengapa
dia buru-buru pulang. Ida
bilang dia sebenarnya mendapat banyak sambutan apalgi mereka menghargai wanita
kulit putih. Ketika berkunjung, itu semua mereka terima dengan hormat memilikinya nasi, ayam,
kadang-kadang sapi sebagai hadiah yang ditawarkan di mana-mana, tentu bewija
bahwa suasana damai. Ia menyatakan lagi bahwa orang-orang di sana selalu
bersenjata, mereka bahkan bersenjata ke sungai untuk
mandi, karena desa-desa biasanya bersama-sama berpikiran dan kebebasan mereka
dalam bahaya. lda Pfeiffer membayangkan sebagai tanda bahaya. Saya bertanya mengapa ia kembali dan telah berjalan, begitu sangat cepat. Katanya karena sakit. lda Pfeilfer dipandu ke Sipirok dan mandi lalu para keluarga dari pengiringnya diterima dengan baik. Juga di Sigelanggaug dan Soeroemaulinggi. Di kediamannya di Fort de Kock, dia menulis kepada saya beberapa kata, terima kasih,
memberikan hadiah kepada
pemandu yang dibuat
oleh saya. Kemudian saya belajar apa pun darinya; pertama 5 atau 6 tahun kemudian saya mengetahui bahwa dia telah menulis dan saya membaca sebuah karyanya
berjudul Revue des deux
Mondei, saya pikir, sangat bagus
tentang kinerja dari perjalanannya di Bataklanden. Ida Pfeifler adalah wisatawan tak kenal lelah berani, tapi bepergian dengan nol pengetahuan
secara mendalam. Padang
Pandjang, 12 April 12, 1881. A. J. F. Hamehs.
Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 21-06-1881: (penawaran angkutan
dari) Padang, Siboga dan Loemoet dan tempat yang berbeda di
subdivisi Ankola en Sipirok dan antara tempat-tempat ini sendiri’.
Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 24-12-1881: ‘di Sipirok, 15 Desember ini dipahami, dibahas diantara dengan orang-orang tentang rumor bahwa Pemerintah Wege (Goovernementswege) dari Koeriahoofd van Baringin, terutama Djamoeda dan kebiasaan Batak (batakscheafkomst), keturunan atau identitas, titel atau galar yang dialokasikan dibatasi: Dengan memberikan galar ini, mengatakan tulisan suci dan penafsir umum, melanggar adat; hanya orang dari kelahiran yang tinggi dan mungkin memenuhi syarat Koeriahoofd. Ketika seorang pria tinggi,' afkamU enaan sepuluh galar tersebut’.
Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 05-01-1882: ‘misi di Bataklanden, yang sudah 5.000 orang Kristen termasuk 2.000 di Pea Radja adalah yang terbesar di Sumatra. jelas bahwa kemajuan ini di Silindoeng, Pangaloan dan Sigoempoelan yang begitu drastis sekali...’.
Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 19-01-1882: ‘secara umum
menurunnya pokziekte. Dilaporkan. ‘sebaliknya pokziekte ini juga di Baros dan Sipirok (Tipanoli)’.
Lapangan Kerja dan Pendidikan
Sumatra-courant:
nieuws-en advertentieblad,
16-05-1882: ‘di dataran tinggi Silindoeng, Sipirok…’.
Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 12-09-1882
(pembaca menulis di Pea Rabia, 24 Agustus 1882):…
Sumatra-courant: nieuws-en
advertentieblad, 26-09-1882 (pembaca menulis, J. W. Thomas di
Ombolata 28 Agustus 1882):…
Sumatra-courant: nieuws-en
advertentieblad, 21-04-1883 (surat pembaca dari zendeling-leeraar
J. L. Nommensen di Pea Radia, 15 Maret 1883): ‘saya telah mendengar dua dari
tiga siswa yang dikirim ke Kweekschool Padang Sidempoean meninggal yang
dikatakan karena sakit, tetapi siswa yang berasal dari Sipirok sehat-sehat
saja. Dengan itu.
pandangan untuk pembangunan sekolah
guru yang menelan biaya yang besar, pertama, tidak ada salahnya untuk iklim
tampaknya kurang menguntungkan didirikan
di Padang Sidempoean. Sekolah tersebut harus
ditetapkan
hanya di tempat-tempat terkemuka sangat sehat, Sipirok akan jauh lebih baik dari Padang Sidempoean. Kedua, Padang Sidempoean terlalu jauh dari Tobalanden, para pemuka dan orangtua mengeluh kepada
kami tentang pikiran yang sekolah terlalu
jauh, untuk mengirim anak mereka sepertinya karena itu kita akan merencanakan yang Sipirok bekerja. Ini jauh lebih menguntungkan penting untuk perbaikan
di masa depan,
yang aspirasi siswa sebelum dan ketika mereka
dimasukkan, bahkan jika mereka berhasil ujian masuk. Selanjutnbya, dua puluh pribumi dikirim oleh
kami untuk Padang-Sidempoean untuk bertaruh melakukan examn, empat dari mereka berhasil, tapi semua
diperlakukan dengan tidak baik, sehingga
sejauh ini belum diizinkan untuk membuat kami berhasil. Orangtua dari empat anak laki-laki ini
menganggap anak-anak mereka diperlakukan buruk tidak manusiawi. Ada harga yang ditetapkan untuk inlandsche Kristen. Hubungan berpakaian yang berbeda dengan penduduk asli, sebagai guru, mantri, Djaksa dll bahwa itu sama sekali tidak dalam kepentingan taruhan
Negara, untuk mengajar, untuk Mohamedanen
seberapa besar dan seberapa kuat Belanda
dan untuk
mengajar bahasa Belanda juga merupakan kesalahan besar; sebab membuat membaca koran dalam bahasa Belanda dan penyebaran
isi ini (dan membaca seperti mereka membatasi diri), ditambah dengan fanatiek
mereka dan perasaan bermusuhan, harus mengarah pada konflik yang konsekuensinya menjadi tak terhitung. Untuk Mohamedanen -
pertemuan ini setiap hari - dan tetap musuh fanatik Pemerintah’.
Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 30-06-1883 (surat pembaca dari
Sipirok yang ditulis pada 23 Juni 1883: ‘kemarin saya menerima pesan dari Toba.
Pengikut Singa Mangaradja yang bersenjata 800 sudah di posisi Oeloean. Kekuatan
militer yang ada jauh lebih kecil. Kelompok bersenjata ini juga memiliki armada
kano dan memiliki kekuatan yang lebih besar di dan telah mendarat di Stasion
misi di Muara dimana ada misionaris Bonn, yang jauhnya lima jam jauh dari
Lintong ni Huta dimana ada misionaris Kessel mendengarnya, ia serang, diambil
dan dibakar. Lantas kelompok itu melarikan diri dengan kano ke Balige. Selain
itu, pesan Singa Maugaradja dikirim ke Loboe Siregar dan Bahal Batu, bahwa ia
berada di sana dan akan membakar stasion misi hari berikutnya. Para penduduk
telah meninggalkan para misionaris. Cotroleur Welsiuk sudah sulit untuk
membenarkan ini. Kiranya Batakkers Bersenjata Kristen perlu diberikan senjata dalam
pertahanan dimana hanya tentara yang memiliki. Seorang bawahan kapitein pergi
ke perempuan dan anak-anak dari misionaris untuk membawa keselamatan atau melindungi.
Rakyat Siliendoeng sangat bersemangat dengan ide ini. Banyak padi mereka
terkubur di dalam tanah, dan mereka semua diusir ke pegunungan atau ke daerah
selatan. Orang akan jauh lebih tenang jika pemerintah, yaitu Pengawas Keuangan
menyediakan seratus atau lebih senjata jika mereka berkontribusi untuk memperkuat
anak buah kapten. Saya harap segera Anda dapat mengirim. Aku di sini gelap’.
Sumatra-courant:
nieuws-en advertentieblad, 30-06-1883
(memberitakan telegram dari Sipirok): (1) Sipirok 20 Juni. Pengikut Singa Mangaradja
melakukan perampokan. Dia didesak mundur. (2) Sipirok. 27 Juni pesan dari Balige
terjadi keonaran. Seorang penulis pribumi dari Controleur Welsink dan beberapa
perawat tewas. Pengikut Singa Manga Radja meminta harga 500 lembar tikar untuk
jasad kepala Controller. Akankah pemerintah bertaruh tidak menawarkan harga
untuk taruhan kepala kepada Singa? Ia jatuh atau ia memilih karena takut para pengikutnya
sendiri’.
Sumatra-courant:
nieuws-en advertentieblad, 17-07-1883
(seorang batenar menulis): ‘Sipirok 26 Juni tahun ini, permintaan Dewan sopan ke
kami. Pada hari ketika Controleur Sipirok berada di jalan, bertanya kepada koerahoofd,
galar Sutan Moeda, kami menerima jawaban bahwa mereka ditakdirkan untuk
membangun sebuah masjid baru. Ditanya dimana gedung baru dibangun? Koeriahoofd
mengatakan kepadanya bahwa sebelum akan diatur tepat yang lama. Controller
tidak keberatan dengan rencana tersebut, namun Controleur perlu persetujuan
Gubernur karena terlihat sangat mencolok. Usulan relokasi ini dipandang otorisasi
gedung baru mengeluh’.
De locomotief:
Samarangsch handels-en advertentie-blad, 24-07-1883:
‘Controleur Sipirok menuduh cukup sering terlibat dalam membangun satu masjid baru
di daerah tersebut. yang mana disembelih kerbau atau sapi harus menyampaikan
untuk tujuan yang tidak diketahui. Sejumlah tertentu daging telah dibagikan
kepada mereka yang mengikuti pembangunan (masjid) Mohamadensche’.
Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 24-07-1883
(menyajikan tulisan seorang pembaca di Batak): ‘di Padang Sidempoean telah
menerima telegram berita berita dari orang-orang yang bekerja telegram dari tempat-tempat
lain di wilayah Batak yang disebut ‘Tanah permusuhan’ (sic) dengan perintah
untuk dalam waktu yang sangat singkat untuk mencapai tempat di wilayah Tobascbe
yang dari Padang Sidempoean ke Bahal Batu melalui Sipoholon sepuluh hari berlangsung,
hanya lima hari diperbolehkan di Sipirok sepanjang jalan dilalui, melalui tantangan
mountains. Mereka meninggalkan segalanya untuk penerus, saya kebetulan penerus
itu buka mata, dan seorang perwira menulis dengan kapur pada pintu rumah-rumah
agar mudah ketika ia pulang. Ditemukan rumor Batak dikumpulkan dalam satu dan
dua ribu orang oleh pendekatan seorang kopral dan sepuluh orang semua kembali ke
Padang dengan tangan kosong. Banyak dengan mengirim pasukan ke Batak begitu
pengecut dan ketakutan, dan rumah misionaris dan gereja, yang dibakar oleh
Batakkers sebelumnya ditinggalkan memberikan kekhawatiran beberapa orang Eropa.
Menurut laporan kami, benar-benar mengikuti semuanya, sementara Padang
Sidempoean dan Sipoholon dengan kebijakan mengirim pasukan akan mampu pada
akhir segala kemungkinan menulis wartawan kami, tentu saja, semakin cepat
negara ini dan di Negara-negara atas menyebarkan desas-desus tentang
perkelahian, tewas dan terluka benar-benar direkam ulang, dan sekarang
memverifikasi, maka itu jelas mengapa hal yang lebih tinggi juga diperlakukan
rahasia. Seperti orang Eropa di Batak yang kepala kepala melarikan diri pada
rumor - ada berteriak sebelum dipukuli. Tapi gema lembah yang berteriak di tepi
Danau Toba pikiran pengendali di tepi Padang River dapat membawa pada dunia.
Itulah cara bahkan mahal dan lebih atau kurang ekspedisi dianggap sebagai hasil
yang tidak hanya pantai barat Sumatera, tetapi semua India dan mungkin di
Belanda ketegangan’.
Catatan:
1.
Sumber
utama (dalam tanda kutip) merupakan sari berita yang relevan dengan artikel
ini. Sumber lain (ditulis anonim) hanya sebagai informasi pendukung agar
konteks ‘berita’ sesuai.
2.
Isi
artikel ini dibuat seorisinil mungkin, hanya berdasarkan informasi (surat
kabar) yang tersedia. Kemungkinan adanya ‘bolong-bolong’ di sana sini, silahkan
para pengguna (pembaca) melengkapi dan menginterpretasi sendiri.
3.
Beberapa
berita masih proses penerjemahan (akan menyusul)
(bersambung)
Bag-4:
SEJARAH SIPIROK: ‘Dataran Tinggi Lembah Sipirok yang Eksotik Diakui Para
Wisatawan Sejak Doeloe’
*Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber tempo doeloe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar