*Untuk melihat semua artikel Sejarah Budaya dalam blog ini Klik Disini
Nama "Tapanuli" sudah digunakan
dalam konteks administratif pada tahun 1842 dengan dibentuknya Keresidenan
Tapanuli, meskipun makna etimologisnya berasal dari frasa "tapian
nauli" yang berarti "perairan tempat permandian yang indah".
Penggunaan nama tersebut kemudian terus berlanjut dalam pembentukan
wilayah-wilayah administratif lain.
Asal usul nama Tapanuli adalah dari frasa "tapian nauli" yang berarti "perairan tempat permandian yang indah". Nama ini merujuk pada teluk Tapan Nauli di Sibolga, kota yang menjadi pusat administrasi Keresidenan Tapanuli pada masa Hindia Belanda. Setelah kemerdekaan, wilayah Keresidenan Tapanuli dipecah dan membentuk beberapa kabupaten seperti Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, dan daerah lainnya. Kata "Tapanuli" berasal dari dua kata dalam bahasa Batak, yaitu "Tapian" (perairan) dan "Nauli" (indah). Nama ini kemudian menjadi penamaan wilayah karena adanya teluk yang indah di dekat kota Sibolga, yaitu Teluk Tapian Nauli. Tapanuli awalnya adalah sebuah keresidenan di bawah pemerintahan Hindia Belanda, dengan pusat di Sibolga. Keresidenan ini mencakup wilayah barat Sumatera Utara dan pulau Nias. Setelah kemerdekaan Indonesia, Keresidenan Tapanuli digabungkan dengan Keresidenan Sumatera Timur untuk membentuk Provinsi Sumatera Utara. Kemudian, wilayah tersebut mengalami pemekaran menjadi beberapa kabupaten, di antaranya Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan, seperti yang tercantum dalam UU No. 7 Tahun 1956. Tapanuli merujuk pada nama wilayah karesidenan di era kolonial dan kemudian nama kabupaten di Sumatera Utara. "Batak" adalah istilah kolektif untuk sekelompok etnis di Sumatera Utara yang memiliki bahasa dan adat istiadat yang beragam, seperti Batak Toba, Karo, Simalungun, Angkola, dan lainnya (AI Wikipedia).
Lantas bagaimana sejarah kampong dan sungai Tapanoeli di Teluk Tapanuli? Seperti disebut di atas, Tapanuli berasal dari frasa "tapian nauli" yang berarti "perairan tempat permandian yang indah". Nama Tapanuli sejak kehadiran orang-orang Inggris di wilayah Tapanuli. Lalu bagaimana sejarah kampong dan sungai Tapanoeli di Teluk Tapanuli? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja. Dalam hal ini saya bukanlah penulis sejarah, melainkan hanya sekadar untuk menyampaikan apa yang menjadi fakta (kejadian yang benar pernah terjadi) dan data tertulis yang telah tercatat dalam dokumen sejarah.
Kampong dan Sungai Tapanoeli di Teluk Tapanuli; Sejarah Orang-Orang Inggris di Wilayah Tapanuli
Nama Tappanoly terinformasikan pada tahun 1760 (lihat Leeuwarder courant, 01-07-1761). Disebutkan pada tanggal 4 Februari 1760, kapal-kapal Prancis merebut Ayeibongy (dari Belanda). Pada tanggal 7, benteng Nattal milik Inggris menyerah: benteng itu dipertahankan oleh 40 orang Eropa dan 60 orang Swarten (berkulit gelap). Pada tanggal 9, dia berlayar dengan fregat ini untuk merebut benteng Inggris Fort Tappanoly, yang terletak di selatan di sebuah teluk yang dikelilingi oleh beberapa pulau yang menyulitkan akses. Posisi ini sangat menguntungkan untuk perdagangan emas, kamper, dan benzoin.
Pemerintah Tinggi Belanda menegaskan
hak kedaulatan kunonya di sana sekitar 40 tahun yang lalu. Maleyu dan Batak,
yang memiliki keuntungan dari perdagangan, mengambil alih sebagian pasukan Belanda
ketika mereka berusaha mendarat di sana, dan mendemobilisasi mereka yang telah
mendarat. Sejak saat itu, Inggris, terlepas dari upaya Belanda, telah berhasil
membangun diri mereka di sana, dan mereka selalu mempertahankan garnisun.
Setelah kedatangan pasukan Prancis, yang melanjutkan ke sana pada tanggal 13
Februari, garnisun terdiri dari 60 hingga 70 tentara dan meriam Eropa, jumlah
yang sama dari orang Arab, dan lebih dari 200 Malayu dan Batak yang disiplin
dan bersenjata. Baterai kecil, diposisikan di dua sudut bagian dalam teluk,
mempertahankan pintu masuknya; Ada dua benteng di dua bukit yang sangat besar,
ujung dari pagar tiga lapis, yang dikepung dengan meriam dan truk batu.
Benteng-benteng ini masing-masing memiliki bendera: dan meskipun terpisah satu
sama lain, mereka tetap dikelilingi oleh pertahanan yang dibangun di tepi
sungai dan disatukan oleh benteng pohon yang dibentuknya dari belakang.
Dari informasi tersebut Tappanoly adalah suatu wilayah (teluk) dimana benteng Inggris berada di suatu pulau (Pontjang Ketjil). Benteng Tappanoly ini sudah silih berganti penguasanya (Belanda, Inggris dan Prancis). Sebagaimana diketahui, Baroes ditaklukkan VOC/Belanda (dari Atjeh) pada tahun 1668 (yang kemudian dibangun benteng Baroes). Pada tahun 1670 surat dari Gubernur Jepang Wierat Macka kepada Gubernur Jenderal VOC mengajukan permintaan surat laut ke Atchin, Baros, dan Queda (lihat Daghregister, 04-05-1670). Lantas sejak kapan (teluk) Tappanoly menjadi dikenal?
Sejak 1893 seorang
pedagangan Cina telah berdagang di wilayah Angkola. Padang tersebut datang dari
Batavia melalui Malaka memasuki daerah aliran sungai Baroemoen terus ke
Angkola. Setelah selama 10 tahun bolak-balik antara Malaka dan Angkola,
pedagang Cina itu kembali ke Batavia pada tahun 1703. Bersama istrinya boru
Angkola yang telah dinikahinya dengan anak perempuan berusia empat tahun,
pedagang Cina itu berangkat dari Angkola menuju Baroes selama 11 hari
perjalanan. Dari Baroes dengan kapal kecil ke Padang, dan seterusnya dengan
kapal besar ke Batavia. Kisah pedagang Cina ini dicatat di dalam Daghregister
Kasteel Batavia pada bulan Maret 1703. Sebagaimana diketahui sejak 1641 Malaka
dikuasai Belanda setelah berhasil mengusir Portugis.
Besar dugaan nama Tappanoly merujuk pada nama Tapian Uli (lihat Daghregister, 07-04-1756). Disebutkan terjadi serangan di desa Tappianoely. Seperti disebut di atas, Belanda pernah diserang oleh orang Batak dan Melayu di Tappanoly. Orang Belanda/VOC sendiri sudah berada di Tappanoly sejak 1720. Oleh karena itu, pada saat pedagang Cina dari Angkola ke Baroes tahun 1703 belum ada kehadiran Belanda di Tappanoly.
Dalam kamus bahasa Angkola
Mandailing yang disusun HJ Eggink tahun 1936 kata ‘tapa’ diartikan sebagai spesies ikan besar; kata ‘noli’ diartikan sebagai memutar; doea noli, dua kali; manganolihon, berkembang biak; ‘tapian’ diartikan sebagia tempat pemandian di tepi
sungai; “Tapian na Oeli”, nama asli banyak huta, termasuk yang menjadi asal nama Daerah
Tapanoeli tersebut; “oeli” diartikan (1) cantik, indah, (2) moeli, pulang. Kata sambung “na”
diartikan antara lain ‘yang’. Namun demikian, nama Tapanuli awalnya merujuk
pada nama Tapian Uli dan kemudian muncul Tapian na Uli.
Sejak Tappanoly kembali ke Inggris, pada tahun 1772 terinformasikan dua orang Inggris Charles Miller dan Holloway melakukan ekspedisi botani ke wilayah Angkola. Mereka berangkat dari pulau Pontjang Ketjil dengan perahu melalui muara sungai Loemoet hingga ke kampong Loemoet.
Dari Loemoet dengan jalan setelah melewati jembatan rotan di atas sungai Batangtoru tiba di kampong Hoeta Lamboeng dan selanjutnya di kampong Hoetaimbaroe. Setelah bermalam kemudian dilanjutkan ke kampong Simasom (juga bermalam). Perjalanan diteruskan melalui kampong Morang dan pada akhirnya berakhir di Batang Onang. Pulangnya kedua Inggris itu tidak melalui Loemoet tetapi dengan perahu ke laut dari kampong Sipisang di hilir jembatan Batangtoroe. Dalam laporan Charles Miller ini tidak menyebutkan nama Tappanoly (hanya menyebut berangkat dari pulau Pontjang Ketjil). Peta 1830
Nama Tappanoly juga disebut oleh William Marsden dalam bukunya The History of Sumatra yang diterbitkan pada tahun 1781. Catatan perjalanan Charles Miller ini juga dikutip oleh William Marsden. Nama Tappanoly kemudian dilaporkan oleh Raffles berdasarkan catatan perjalanan misionaris Burton and Ward di bawah judul Report of a Journey into the Batak Country, in the interior of Sumatra yang dimuat dalam TRANSACTIONS OF THE ROYAL ASIATIC SOCIETY OF GREAT BRITAIN AND IRELAND. Vol 1. London, 1827.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Sejarah Orang-Orang Inggris di Wilayah Tapanuli: Nama Tapanuli dari Masa ke Masa
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish).



Tidak ada komentar:
Posting Komentar