Ibukota
Kresidenan Tapanoeli adalah Siboga. Sejak Tapanoeli menjadi sebuah kresidenan
1843 hingga Residentie Tapanoeli dipisahkan dari Province Sumatra’s Westkust
pada tahun 1905, sudah ada 22 orang bangsa Belanda yang menjadi Residen
Tapanoeli. Diantara mereka ini terdapat dua residen yang terkenal di kalangan
Belanda yakni Mayor (Luit.-Kol.) Alexander van der Hart (1844-1847) dan L.C.
Welsink (1898-1908). Artikel ini hanya fokus pada Alexander van der Hart, residen kedua Tapanoeli. Siapakah
dia?
Prajurit pemberani
asal Rotterdam masuk Akademi Militer di Semarang
Alexander
van der Hart adalah seorang yang bagaikan ‘red devil’ bagi penduduk pribumi di
Sumatra. Ini manusia tidak ada takutnya. Lahir di Rotterdam 19 Agustus 1808.
Pada usia remaja van der Hart sangat bernafsu untuk menjadi prajurit. Baru
menginjak usia 13 tahun, van der Hart sudah meninggalkan rumah orangtuanya dan
ikut berlayar ke Hindia Belanda (Nederlansche Indie). Pada tahun 1821 van der
Hart sudah berada dalam suatu ekspedisi (baca: penjajakan pendudukan) di
Palembang. Diantara para prajurit yang ikut ekspedisi, van der Hart paling
menonjol, karenanya sang komandan merekomendasikan anak pmberani ini mengikuti
pendidikan militer di Semarang. Masuk akademi 1822 dan keluar pada tahun 1826
dengan pangkat letnan dua artileri senjata.
Setelah
lulus akademi militer, van der Hart langsung menjadi bagian dalam perang Jawa,
yang pada saat itu lagi gencar-gencarnya melumpuhkan perlawanan pemberontak Deipo
Negoro. Meski belum ditempatkan di garis depan, van der Hart pada Desember 1827
diberi tanggung jawab untuk pembangunan sebuah benteng beton yang lokasinya antara
Temple dan Kalidjinking, di jalan poros Djocjocarta-Magclang. Benteng berhasil
dibangun dan hanya diselesaikan dalam beberapa hari saja. Dan baru melayani
lebih dari satu tahun, luitenant dua artileri van der Hart sudah ditransfer ke Departemen
Infantri Nasional (pasukan elit) di bawah Jenderal van Geen. Dia terus menerus diandalkan
untuk berperang dan pada tahun 1830 van der Hart dianugerahi medali perunggu
segi delapan.
Luitenant Dua yang
berani ke titik musuh
Alexander
van der Hart keunggulannya adalah berani ke titik musuh. Pada akhir 1830 van
der Hart dipindahkan ke wilayah dimana tengah berlangsung perang yang terus
menerus, di Sumatra’s Westkust. Pada tanggal 21 Desember 1930, van der Hart
bersiap-siap dari Jawa membawa pasukan. Letnan dua van der Hart merupakan
bagian dari pasukan yang dialihkan dari Jawa dan masuk dalam batalion pertama. Pada
Juni 1931 pasukannya sudah berada di VII Kotta dalam suatu operasi militer di
bawah komando Luitenant Kolonel Vermeulem Krieger. Selanjutnya pada tahun 1832
berada di lini Lintou. Di dalam pertempuran ini dia terkena peluru senapan.
Setelah operasi, dan lebih cepat sembuh ia kembali.
Di
arena pertempuran yang lain van der Hart terkena ranjau dan megalami luka
berat, namun dua hari kemudian dia sudah ikut bertempur. Pada bulan Oktober
1832 di Limapoeloeh Kotta dia diangkat menjadi komandan sebuah detasemen 100 prajurit.
Krieger mengakui kehebatan van der Hart. Sangat diandalkan di medan pertempuran
yang sulit. Beberapa kali pasukannya berada di antara musuh, terkepung dan
selalu ada jalan keluar meski banyak prajuritnya yang tewas. Detasemen lainnya
di bawah Kapten Veltman dengan pasukannya sudah tiga kali mengepung suatu bukit
yang diduduki padri, namun selalu gagal.
Namun
kemudian Luitenant dua van der Hart dipercayakan ke tempat itu, cukup sekali
pertempuran yang dilakukan oleh van der Hart langsung selesai perkara. Awalnya
van der Hart memimpin pasukan ke titik musuh dengan merayap melalui
semak-semak, namun ketika van der Hart menjulurkan badan melihat situasi, dia malahan
sudah langsung ditodong oleh musuh, tetapi dasar tidak takut mati justru dengan
sigap dia meloncat ke tubuh si penodong dan lalu terjadi pergulatan diantara
berdua sementara disekitarnya langsung meletus pertempuran dua belah pihak.
Dor..sang penodong mati. Akhirnya bukit dapat dikuasai.
Pada
tanggal 23 Oktober, lagi-lagi van der Hart berani melakukan penyusupan hingga
ke tembok pembatas kekuatan musuh, semua prajuritnya justru memandangi van der
Hart yang sudah berhasil melewati garis musuh. Dia sendiri sesungguhnya belum
pulih benar dari luka-lukanya. Bagaikan dongeng, itu cerita yang beredar.
Pemberang yang sempat
dinonaktifkan dipromosikan Luitenant Satu
Alexander
van der Hart sebenarnya adalah sosok prajurit sejati. Ketika masih masa
pemulihan sudah ikut bertempur. Dia di masa muda adalah seorang pemuda yang
memiliki sifat berang. Di mata atasannya adakalanya dia dipandang berlebihan
dan bahkan meremehkan nyawanya sendiri. Pada bulan Desember 1832 dan dengan
keputusan Gubernur Jenderal, dari Januari 1833, selama enam bulan van der Hart non
kegiatan. Namun demikian dia tetap bersikap baik dan tidak mabuk-mabukan. Hal
ini juga pernah terjadi pada tahun 1930. Dia dinonaktifkan karena sikap
berlebihan namun karena berkelakuan baik, muncul keputusan pada Januari 1831 yang
mana van der Hart dipanggil kembali dan tak lama kemudian dipromosikan menjadi
luitenant satu.
Ini
menunjukkan bahwa sesungguhnya Alexander van der Hart di luar pertempuran
adalah pribadi yang juga memiliki sifat sabar. Atasannya sudah tidak perlu
menilai soal kemampuan dan keberanian tempurnya, tetapi atasannya selalu
menilai perilaku hidupnya. Ternyata pemuda ini sangat baik. Di dalam kehidupan
pribadi dia selalu sangat ramah dan vriendelij! Baik hati, penuh kasih, ia juga
sangat murah hati, dan di mana pun dia selalu menghindari kecelakaan atau
memperbaiki waron, dia tidak onaangewend pasukan zijno. Alexander van der Hart
selama 1933 tidak ikut dalam pertempuran. Namun demikian, pada September 1834
dia mendapatkan gelar bangsawan bernama ‘der Militaire Willemsorde, 4de klasse’.
Dengan demikian pada tahun 1833, tahun 1834 dan 1835 van der Hart praktis tidak
berada di Sumatra’s Westkust. Sebab sejak Maret 1834 van der Hart barada di
battalion keenam di bawah komandan Jenderal Cleerens.
Kapten dalam Perang
Bondjol
Penaklukan Bondjol, 1837 |
Oleh
karena sakit, sejak awal 1838 van der Hart dipindahkan dari Sumatra’s Westkust
ke Batavia. Alexander van der Hart memutuskan berhenti sejak Mei 1838. Pada
tahun ini dia mendapatkan penghargaan dari Raja bintang ridder der orde van den
Nederland Leeuw atas jasa-jasanya sejak Mei 1836 hingga Agustus 1837.
Berdasarkanh keputusan Gubernur Jenderal 21 Februari 1838 van der Hart dialihkan
dari tempur menjadi staf umum, Namun setahun kemudian Maret 1839 van der Hart kembali lagi ke Sumatra’s Westkust sehubungan
dengan diangkatnya Kolonel Michiels sebagai Residen Civiel en Militair
Sumatra’s Westkust. Michiels konon sangat menyukai keberanian van der Hart ini.
Lantas kemudian Alexander van der Hart ditempatkan di XIII Kottas en
Daloe-Daloe. Pada tahun 1839 dan 1840 berturut-turut ditempatkan di Baros dan
Singkel. Kemudian pada tahun 1841 van der Hart berhasil mengamankan kerusuhan
di Saidnapitoe (Tapanoeli) dan Batipoe (Padangsche Bovenlanden). Atas
keberhasilan itu, van der Hart menerima bintang ridder der Militaire
Willemsoder 3de klasse.
Residen
Tapanoeli berpangkat Mayor
Pada
tahun 1841 diangkat menjadi mayor dalam staf umum dan kemudian pada tahun yang
sama ditunjuk sebagai wakil mendampingi L.A. Galle, residen pertama Tapanoeli, yang tugas dan fungsi ganda sebagai otoritas
sipil juga sebagai otoritas militer yang membuat dirinya tidak cukup untuk
istirahat. Jenderal Michiels menilai dia sangat cocok untuk tugas itu dan memang
diinginkan dan diperlukan terutama untuk meningkatkan keadaan sosial dan upaya peluasan
pertanian di Tapanoeli.
Peta militer Belanda dari Siboga ke Pertibie, 1845 |
Pada
31 Januari 1844 mendapat perintah untuk menghimpun pasukan yang dimaksudkan
untuk menambah kekuatan dalam rangka melumpuhkan dan mengamankan pemimpin Sosa
(pengikut Tuanku Tambusai) yang diangap selama ini telah membuat keonaran di
tanah Batak selatan (Ankola en Sipirok). Dalam tugas barunya, van der Hart mendapat
pasukan sebanyak 316 orang termasuk 100 pasukan dari armada kapal frigate
‘Palembang’ yang diperbantukan untuk Tapanoeli untuk teluk Siboga. Melihat
eskalasi yang ada, sesuai Keputusan Gubernur Jenderal tahun 1844, van der Hart dipromosikan
menjadi pimpinan tertinggi di Residentie Tapanoeli. Pada tahun 1845 pangkatnya
dinaikkan menjadi Luitenant Kolonel. Pada 12 Februari 1845 van der Hart resmi diangkat
menjadi Residen Tapanoeli.
Dengan
tupoksi ganda ini, A. van der Hart adalah pemimpin yang tak kenal lelah dan
selalu rajin, meski semua orang melihat bahwa penyakitnya terus-menerus
melemahkan dirinya. Tapi dia tidak peduli. Namun kehadirannya sangatlah berguna
terutama pada upaya peningkatan pertanian dan perubahan sosial di Tapanoeli. Dia
menyadari bahwa budidaya padi adalah mata pencaharian utama penduduk asli, namun
tidak menghasilkan beras yang cukup di mana-mana, maka salah satu objek pertama
perawatannya adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan itu. A. van der Hart lalu memerintahkan
penggunaan bajak dalam pertanian--suatu alat yang berguna yang sebelumnya tidak
diketahui di daerah-daerah Batak.
Semua
itu disertai dengan banyak usaha dan pengawasan yang terus menerus dan
ketekunan. Dan ternyata terbukti hasilnya. Selain van der Hart beruntung sebagai
pemimpin yang diterima penduduk juga programnya diakui berhasil. Beberapa
daerah penghasil beras di Mandheling en Ankola swasembada sudah lama hilang dan
tidak cukup melayani kebutuhan keseluruhan Tapanoeli terutama di Bataklanden (nama
lain wilayah Siboga dan sekitarnya waktu itu). Untuk memenuhi pangan yang cukup
dilakukan pembangunan sendiri dan juga dengan
membeli dari wilayah tetangga (Padangsche Bovenlanden). Selain itu, budaya ekspor
lada yang ada sebelumnya, tetapi sudah lama kondisinya memburuk. A. van der
Hart berusaha untuk membangkitkan kembali penduduk dan mempromosikan tanaman
produksi beras agar Baros, Sorkum, Paboejong, Tillokbaleh dan Natal dapat
tumbuh sebagaimana yang dulu pernah dicapai.
Selain
itu, perkebunan kopi, yang tidak dikenal sebelumhya dan akhir-akhir ini di
Mandheling sudah merakyat, sekarang diperluas juga di Ankola dan lalu dilaksanakan
di mana-mana. Dengan kata lain, van der Hart tidak ada penduduk yang diabaikan, yang juga dalam hal ini termasuk
perdagangan benzoïn, kapur barus dan lainnya. Semuanya secara hati-hati
diperiksa dan dikendalikan agar membantu dan member dorongan bagi kemakmuran penduduk
dan mendidik peradaban. Program ini dilakukan secara bertahap yang nantinya berkontribusi
lebih banyak untuk pemerintah sebagai sebuah koloni. Untuk mensinergikan peradaban
dan kemajuan, van der Hart juga mempersiapkan
pembangunan jalan yang nyaman dan efisien, dan untuk lebih mempromosikan beberapa
kabupaten.
Eskpedisi ke Nias menjadi Luitenant Kolonel
A. van der Hart adalah sosok pemimpin yang bijaksana
dan dermawan yang bekerja pada populasi Batta pada umumnya. Dia memacu
terus-menerus untuk tenaga kerja, bagaimanapun, memberikan beberapa penyelesaian
terhadap sejumlah pihak yang menganggap ketidakpuasan dan oposisi terhadap
pemerintah. Pada mulanya dengan mengirim sejumlah militair dan menciduk sebagai
tawanan setidaknya untuk memberi cukup jera bagi semangat pemberontakan. Pada
bulan Mei 1847 lalu dilakukan ekspedisi ke Nias dengan pasukan tambahan karena
sebelumnya upaya persuasif sejumlah militer dianggap gagal. Dalam hal ini van
der Hart menyiapkan serangan kekerasan. Upaya ini dianggap penting untuk
menetralisir ketidakamanan perairan pelayaran di sekitar Nias dan adanya niat
bermusuhan oleh sekelompok pihak terhadap pemerintah. A. van der Hart telah
mengambil langkah penyerangan dengan mengirim Luitenant Donleben untuk memunculkan
ketakutan dan pertobatan bagi penduduk pribumi, juga untuk mengembalikan dan
selanjutnya memperluas otoritas politik pemerintah di Nias. Ekspedisi ini
akhirnya berhasil. Sebagai tanda persetujuan dan hadiah untuk kinerja di Nias kala
itu baru diputuskan hitung mundur kenaikan pangkat kepada van der Hart menjadi
Luitenant Kolonel berdasarkan keputusan pada November 1850.
Residen
Padangsche Bovenlanden
Pada
tahun 1848, Luit. Kolonel van der Hart, dengan keputusan Gubernur Jenderal,
ditugaskan menjadi Residen untuk sementara waktu di P'adangsche Bovenlanden,
dan juga bertanggung jawab atas komando militer di afdeeling itu. Selama
menjabat di wilayah bini, dia lagi-lagi memiliki kesempatan untuk membuktikan
layanan penting terutama pertanian dan peternakan, sebagai sumber utama
kemajuan dan pengerahan tenaga kerja agar rajin.
Program
van der Hart berupaya memperluas kebun koffijcultuur, pertambangan, penanaman
teratur jutaan pohon, peningkatan produksi, perbaikan besar dalam skema
perdagangan kopi skala besar dan mendirikan sejumlah gudang-gudang besar.
Selain itu, juga peningkatan sarana transportasi untuk membawa koflij ke
ibukota atas dasar tanpa keberatan dari penduduk asli, sebab ini juga menjadi
penghapusan koeliediensten sebelumnya yang begitu dibenci oleh penduduk.
Akhirnya semua itu berhasil dan dapat digunakan yang jalan yang semakin lebar
dan jarak tempuh yang lebih jauh yang memungkinkan transportasi gerobak ditarik
hewan. Sementara itu semua budidaya padi yang sangat berguna juga tidak
dilupakan.
Ketika
Generaal Majoor Michiels di tahun 1849 dipindahkan ke Java untuk memimpin
ekspedisi ketiga terhadap Bali, Luitenant Kolonel van der Hart untuk sementara dipersepsikan
sebagai orang yang memiliki otoritas sipil dan militer di Sumatra’s Westkust.
Tugas penting van der Hart selama menjadi otoritas itu adalah meredakan kerusuhan
kecil di Priaman karena otoritas setempat mengenakan pajak hampir setahun. A.
van der Hart melakukan tindakan segera dan tepat. Akhirnya dapat dieselesaikan
oleh van der Hart.
Gubernur
Sulawesi: Kolonel A. van der Hart
Berdasarkan
keputusan Gubernur Jenderal, dari April 1853, Luitenant Kolonel van der Hart ditunjuk
menjadi Gubernur Sulawesi dan juga bertindak sebagai komandan militer di sana yang mana van der Hart dipromosikan
menjadi kolonel, berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal Juli 1853. Sejumlah
demonstrasi maritim muncul yang dipicu oleh beberapa pangeran yang dianggap bandel
dan kemudian pada bulan Agustus 1853 diadakan ekspedisi ke Paloe, lalu
dilangsungkan undangan yang dihadiri secara pribadi oleh van der Hart pada
1854, memiliki hasil terbaik sejauh ini dan membawa banyak penghargaan dan
pengakuan dari otoritas dan pengaruh kita. Dengan aplikasi yang tepat dan dengan
konsultasi dengan terencana, Kolonel van der Hart melakukannya dengan baik
untuk menemukan solusi dan mempersingkat kenaikan signifikan pendapatan negara.
Pahlawan Belanda
mati konyol oleh pribumi amatir
Namun belum lama van der Hart bekerja di sini,
semua yang diraih selama ini menjadi sirna. Pada tanggal 25 malam tanggal 26
Mei 1855 salah satu dari hamba-hamba-Nya, yang sudah lama tidak bekerja lagi di
malam hari sudah di rumah tuannya bersembunyi untuk melakukan kejahatan keji. Ini
bermula dari sembilan bulan sebelumnya pria itu bersama-sama dengan hamba
lainnya melakukan penyerangan terhadap seorang wanita lalu otoritas kehakiman di
Makassar memustukan untuk dihukum. Dua hamba gubernur ini atas perintah hakim
secara terbuka dihukum. Martabat hamba ini jatuh perasaan mereka terluka bahwa
mereka semua dikandung segera balas dendam. Hukuman sembilan bulan bukan malah mereka
untuk bertobat, tetapi malah membuat rencana untuk membahas dendam dengan belati.
Pukul dua dini hari, ketika kolonel dengan
istri dan anak perempuannya lagi tidur nyenyak di rumah dinas, seorang penyusup
mendekati tempat tidur dan melakukan tindakan pertama dengan menghantam kaki tuan
rumah. Kolonel melompat dan mengambil senjata dan pembunuh sendiri mendapat satu
luka di perut akibat tembakan, tetapi ini tidak mencegah si penyusup kabur
tetapi justru sebaliknya sang penyusup mendekat kembali ke tempat tidur. Namun, prajurit
tetaplah prajurit. Istrinya yang
cemas dan ketakutan telah menyembunyikan diri mereka di bawah. Kemudian si
penyusup menyerang kolonel dan sang jagoan perang ini kalah cepat dan terkena pukulan yang mengakibatkan dirinya
tersungkur lalu tewas di tempat. Jago tembak memang tidak pernah mati
tertembak, tetapi dapat mati konyol dengan cara lain bahkan dengan cara yang justru
sangat sederhana.
***
Sangat tragis. Hanya oleh tangan seorang
pembunuh miskin mengakhiri kehidupan seorang pria yang begitu sering telah
terpapar untuk kepentingan tanah air di Nederlandsche Indie karena luput terhadap
bahaya perang. Sudah begitu banyak pengorbanan dan kesulitan yang dihadapinya untuk
kepentingan negara tetapi tetap mampu menyelamatkan hidupnya. Keberanian tidak
takut mati dan ketangkasan memainkan senjata menjadi ciri yang melekat pada
dirinya. Kehormatan yang
diperolehnya dalam tugas sering disampaikan kepada tentara lain sebagai bukti
keberanian dan loyalitas Alexander van der Hart. Kolonel van der Hart tak bisa
disangkal merupakan salah satu contoh prajurit terbaik yang dimiliki. Akan
tetapi tak terduga van der Hart justru mati konyol ditangan seseorang yang
tidak tahu apa-apa. ‘Semoga nama van der Hart selalu tetap lama dalam ingatan
kita’ sebuah pesan yang mengakhiri sebuah rangkaian tulisan yang dimuat di Dagblad
van Zuidholland en 's Gravenhage, edisi 26, 27 dan 28 Agustus 1856.
(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar