Guru dan murid sekolah negeri di Sibuhuan, 1908 |
Pendidikan di Keresidenan Tapanuli 1908
dibawah pengelolaan Pemerintah Hindia Belanda (sekolah negeri) hampir seluruhnya berada di
Tapanuli Selatan (Angkola, Mandailing, Padang Lawas dan Sipirok). Di wilayah
lainnya di Tapanuli (Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara dan Nias) pada waktu yang
sama pendidikan masih dikelola oleh non pemerintah seperti Misi—beberapa misi
mendapat subsidi/bantuan dari Pemerintah Hindia Belanda. Terselenggaranya pendidikan oleh Pemerintah ini
di Tapanuli Selatan didukung dengan cukup tersedianya guru-guru pribumi yang merupakan
lulusan sekolah guru (kweekschool) di Padang Sidempuan (didirikan 1879, kelanjutan dari Kweekshool Tanobato yang ditutup tahun 1874).
Namun sangat disayangkan kweekschool ini ditutup tahun 1891 karena kebijakan efisiensi anggaran Pemerintah Hindia Belanda. Untuk mendapat pendidikan setingkat kweekschool atau lebih tinggi yang lokasinya terdekat dapat ditempuh di Fort de Kock (Bukit Tinggi). Pada waktu itu, pendidikan di Tapanuli masuk wilayah supervisi pendidikan di bawah inspektur wilayah Pantai Barat Sumatra yang berada di Fort de Kock sedangkan wakilnya pada awalnya berada di Medan kemudian tahun 1908 ditempatkan di Sibolga. Inspektur pendidikan wilayah Pantai Barat Sumatra pada tahun 1893 adalah Charles Adriaan van Ophuysen yang pernah menjadi guru di Kweekshool Padang Sidempuan sejak 1882 dan menjadi Direktur selama periode 1885-1890.
Namun sangat disayangkan kweekschool ini ditutup tahun 1891 karena kebijakan efisiensi anggaran Pemerintah Hindia Belanda. Untuk mendapat pendidikan setingkat kweekschool atau lebih tinggi yang lokasinya terdekat dapat ditempuh di Fort de Kock (Bukit Tinggi). Pada waktu itu, pendidikan di Tapanuli masuk wilayah supervisi pendidikan di bawah inspektur wilayah Pantai Barat Sumatra yang berada di Fort de Kock sedangkan wakilnya pada awalnya berada di Medan kemudian tahun 1908 ditempatkan di Sibolga. Inspektur pendidikan wilayah Pantai Barat Sumatra pada tahun 1893 adalah Charles Adriaan van Ophuysen yang pernah menjadi guru di Kweekshool Padang Sidempuan sejak 1882 dan menjadi Direktur selama periode 1885-1890.
Ada sebanyak 19 Sekolah Pemerintah di Tapanuli
dimana 16 buah berada di Tanah Batak dan sisanya di wilayah Nias. Sekolah-sekolah
tersebut didirikan di Padang Sidempuan, Simapilapil, Batu Nadua, Pargarutan, Sipirok
(dua buah), Panyabungan, Tanobato, Muarasoma, Gunung Baringin, Kotanopan, Huta
Godang, Manambin, Batang Toru dan Sibuhuan. Satu sekolah lagi berada di
Sibolga. Dengan demikian pada waktu itu terdapat sebanyak 15 sekolah negeri di
Tapanuli Selatan. Jumlah keseluruhan murid di 19 sekolah tersebut berjumlah sebanyak
2.400 siswa.
***
Kweekschool Padang Sidempuan
direalisasikan pada tahun 1874. Sekolah guru ini mewisuda muridnya yang pertama
tahun 1884. Salah satu guru yang terkenal di Kweekschool Padang Sidempuan
adalah Charles Adriaan van Ophuysen (1882-1890). Guru Belanda ini menjadi
direktur sekolah guru Kweekschool Padang Sidempuan (1885-1890). van Ophuysen
ini kelak menjadi ahli Bahasa Melayu yang menjadi cikal bakal Bahasa Indonesia.
Seorang alumni Kweekschool Padang Sidempuan, Rajiun Harahap gelar Sutan
Casayangan Soripada, yang lahir di Batunadua pada tahun 1874, kemudian menjadi
asisten van Ophuysen dalam mata kuliah Bahasa Melayu di Universiteit Leiden.
Rajiun Harahap gelar Sutan Casayangan Soripada, adalah penggagas Indische
Vereeniging tanggal 25 Oktober 1908 di Leiden. Organisasi ini menjadi cikal
bakal Perhimpoenan Indonesia di Eropa. Kweekschool Padang Sidempuan berkembang
pesat dan menghasilkan alumni yang banyak, sebagian sebagai guru dan sebagian
yang lain menjadi pengarang, wartawan, pemimpin dan karyawan perusahaan
perkebunan, pegawai pemerintahan Belanda.
***
Tahun 1884 adalah tahun istimewa di Tapanuli Selatan. Pada tahun ini Kweekshool Padang Sidempuan mewisuda muridnya yang peryama. Juga pada tahun ini Pemerintah Hindia Belanda mulai mendirikan sekolah negeri di Keresidenan Tapanuli. Pada tahun ini juga Tapanuli ditingkatkan
menjadi keresidenan dan mengangkat seorang Residen di Padang Sidempuan. Selanjutnya, pada
tahun 1906 ibukota Tapanuli dipindahkan dari Padang Sidempuan ke Sibolga
sehubungan dengan kebijakan pemerintahan Belanda membagi wilayah Tapanuli
menjadi tiga afdeeling, yaitu: Padang Sidempuan, Sibolga dan Tarutung. Setiap
afdeeling dipecah menjadi onderafdeling. Sejak tahun 1906 itu pula wilayah Tapanuli
dipisahkan dari Provinsi Pantai Barat Sumatera yang berkedudukan di Padang dan
sepenuhnya dibentuk keresidenan yang berdiri sendiri dengan ibukota keresidenan
di Sibolga. Dengan keputusan ini,
pemerintah kolonial Hindia Belanda di Batavia langsung mengendalikan
pemerintahannya dari pusat ke seluruh Tanah Batak (Tapanuli). Kebijakan khusus untuk Keresiden Tapanuli ala 'otonomi daerah' ini belum pernah dilakukan Pemerintah Hindia Belanda sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar