Belanda
memasuki wilayah Tapanuli pada tahun 1833. Selanjutnya Belanda memulai pemerintahan dengan mengangkat Doewes Dekker sebagai Asisten
Resident Natal-Mandailing yang berkedudukan di Natal. Ketika Asisten Residen Ayer Bangies ditingkatkan menjadi
Residen 1837, kedudukan Asisten Residen di Natal dipindahkan ke Panyabungan
dengan nama Asisten Residen Mandailing-Angkola. Nama-nama Asisten Residen
selama di Panyabungan antara lain Willer dan Godon.
Wilayah
Tapanuli di bawah Residen Ayer Bangies berakhir pada tahun 1841. Selanjutnya Residen Tapanuli
dibentuk tahun 1842. Asisten residen yang sebelumnya berkedudukan di Panyabungan dipindahkan ke
Padang Sidempuan dengan nama Asisten Residen Angkola Mandailing. Berikut adalah daftar nama-nama asisten residen Angkola-Mandailing:
L.A.
Galle, 1843.
Mayor
(Luit.-Kol.), A van der Hart 1844-1847
P.H.A.B.
Stallion, 1848-1849
W.
Kocken, 1850-1851
P.
F. Couperes, 1852
F.H.J.
Netscher, 1853-1855
J.
Blok 1856-1857
J.
van der Linden 1858-1860
C.
H. Palm 1861
H.
A. Steyn Parve 1862-1863
Mr
J. K. Wit 1864-1865
C.L.L.
Coeverden 1865-1869
H.
D. Canne 1869-1873
S.
Stibbe 1874-1876
J.
B Boyle 1876-1881
DF
Braam Morris 1881-1882
C.F.E.
Praetorus 1882-1887
A.W.P.
Verkerk Pistorius 1887-1888
A.
L. Hasselt 1888-1893
P.
J. Kooreman 1893-1894
E.
A. Taylor Weber 1894-1895
W.
C. Hoogkamer 1895-1898
L.
C. Welsink 1898-1908
C.
J. Westenberg 1908
Pada
tahun 1906 Tapanuli ditingkatkan menjadi keresidenan dan mengangkat seorang
Residen di Padang Sidempuan. Pada tahun selanjutnya ibukota Tapanuli
dipindahkan dari Padang Sidempuan ke Sibolga sehubungan dengan kebijakan
pemerintahan Belanda membagi wilayah Tapanuli menjadi tiga afdeeling, yaitu:
Padang Sidempuan, Sibolga dan Tarutung. Setiap afdeeling dipecah menjadi
onderafdeling.
Sejak
tahun 1906, pemerintahan Belanda di Tapanuli lantas dipisahkan dari Sumatera
Barat dan sepenuhnya dibentuk keresidenan yang berdiri sendiri dengan Residen
yang berkedudukan di Sibolga. Dengan keputusan ini, pemerintah kolonial Hindia
Belanda di Batavia langsung mengendalikan pemerintahannya dari pusat ke seluruh Tanah Batak (Tapanuli) yang belum
pernah dilakukan sebelumnya. Berikut adalah daftar nama-nama Residen Tapanuli:
Welsink,
L.C 1908 (karena meninggal dunia)
Westenberg,
G.J., 1911
Barth,
J.P.J. 1915
Vorstman,
F.C. 1921
Ypes,
W.K.H. 1926
Arends,
P.C. 1926
Fagginger
Auer, U. 1933
Heringa,
J.W.Th 1936 (29 Maret 1933-29 September 1936)
Dr. V.E. Korn (29 September 1936 - 23 Maret 1939)
Dr. V.E. Korn (29 September 1936 - 23 Maret 1939)
- Bouwes Bavinck, J. (assistent-resident) onderafdeling Padang Sidempuan 1936
- Perang Dunia Kedua 1939-1945
***
Pemerintah
kolonial Hindia Belanda membuat struktur pemerintahan versi Belanda di wilayah
Tapanuli/Tanah Batakkedalam tujuh tingkat pemerintahan:
- Tingkat pertama—Resident adalah pejabat tertinggi pemerintah kolonial Hindia Belanda yang memimpin Keresidenan Tapanuli.
- Tingkat kedua—Asisten Resident. Keresidenan Tapanuli dibagi menjadi dua Afdeeling, yaitu: Afdeeling Tapanuli Utara berkedudukan di Tarutung dan Afdeeling Tapanuli Selatan berkedudukan di Padang Sidempuan. Setiap afdeeling dipimpin seorang Asistent Resident. Afdeeling adalah wilayah setingkat kabupaten di Jawa yang dipimpin seorang Bupati.
- Tingkat ketiga—Controleur. Afdeeling dibagi menjadi beberapa onder afdeeling. Onder afdeeling dipimpin seorang Controleur. Onder afdeeling adalah wilayah setingkat kecamatan. Di seluruh Afdeeling Tapanuli Selatan terdapat delapan onder afdeeling, yaitu: Batang Toru, Angkola, Sipirok, Padang Bolak, Barumun, Mandailing, Ulu-Pakantan dan Natal.
- Tingkat keempat—Demang. Pada tahun 1916 pemerintah kolonial Hindia Belanda memperkenalkan wilayah district (setingkat kewedanaan) di bawah onder afdeeling yang dipimpin oleh seorang Demang.
- Tingkat kelima—Asisten Demang. Di bawah district pemerintah kolonial Hindia Belanda memperkenalkan onder district yang dipimpin seorang Asistent Demang.
- Tingkat keenam—Kepala Kuria. Di bawah onder district pemerintah kolonial Hindia Belanda memperkenalkan istilah ‘hakuriaan’ yang dipimpin seorang Kepala Kuria. Hakuriaan menggantikan sebutan luhat untuk membawahi sejumlah huta yang berdekatan.
- Tingkat ketujuh—Kepala Kampung. Tingkat terendah dibawah hakuriaan. Pemerintah kolonial Hindia Belanda memperkenalkan istilah ‘kampung’ untuk menggantikan sebutan huta. Kampung dipimpin seorang kepala kampung (kampong hoofd). Ini berarti sebutan Raja Pamusuk (RP) dan Raja Panusunan Bulung (RPB) yang memimpin sebuah huta atau bona bulu dihilangkan dengan menggantikannya dengan Kepala Kampung. Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan berbagai sumber.
1 komentar:
Informasi yang sangat cukup berhaga dan penting buat kita orang Tapanuli bagian Selatan.
Terima kasih atas segala informasinya..
Posting Komentar