Selasa, Maret 22, 2011

Daerah Padang Lawas Jelang Sensus Ternak 2011: Howdy!

*Semua artikel Sumatera Tenggara di Asia Tenggara dalam blog ini Klik Disini 
 
Oleh Akhir Matua Harahap

Padang Lawas adalah sebuah kawasan yang sebelumnya masuk bagian Kabupaten Tapanuli Selatan yang sejak dulu dikenal sebagai daerah penghasil ternak yang terbentang dari daerah hulu Gunungtua hingga ke Sibuhuan dan Sosa di perbatasan Riau. Kawasan ini terbilang khas karena  memiliki prairie (padang sabana) bagaikan Texas-nya di wilayah Tapanuli Bagian Selatan. Kini, di kawasan itu telah terbentuk dua daerah otonomi sesuai dengan UU No 37 Tahun 2007 (Kabupaten Padang Lawas Utara) dan UU No 38 Tahun 2007 (Kabupaten Padang Lawas).

Padang Lawas yang juga disebut dengan nama Padang Bolak (padang yang luas) terkenal sebagai padang penggembalaan yang menjadi pusat penghasil ternak kerbau, lembu, dan kambing. Bagi penduduk Padang Bolak, ternak tidak saja dikaitkan dengan kebutuhan kegiatan adat/budaya dan hari raya juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari ekonomi dan perdagangan yang konon mengisi pasar domestik yang mampu melintasi propinsi. Jauh di masa ‘doeloe’ keberadaan populasi ternak yang banyak di wilayah Padang Bolak diduga menjadi alasan Rajendra Cola I membuka wilayah di kawasan ini (yang terlihat dari adanya peninggalan candi).


Hingga pertengahan 1980-an daerah Padang Bolak adalah sentra penghasil ternak yang tiada duanya di Propinsi Sumatra Utara. Untuk menggambarkan surplus ternak tersebut masyarakat tidak ragu untuk mengatakan bahwa produksi ternak Padang Bolak mampu memenuhi kebutuhan Propinsi Sumatra Utara. Bahkan ada anekdot yang menggambarkan ketika orang melintas di jalur trans Sumatra yang melintasi wilayah Padang Bolak beranggapan ternak yang begitu banyak terlihat dari jauh seakan hamparan batu di tengah padang (karena kulit lembu dan kerbau berwarna gelap).

Namun cerita ‘kemakmuran’ itu lambat laun menghilang. Dikabarkan, setiap tahunnya populasi ternak khususnya kerbau dan lembu berkurang bahkan diduga sampai 30 persen. Sejumlah alasan berkurangnya populasi ternak tersebut, yaitu: (1) lahan terbuka semakin terbatas akibat pembukaan lahan perkebunan seperti karet dan kelapa sawit, (2) terjadinya peralihan lapangan pekerjaan dari berternak menjadi berkebun, dan (3) adanya sejumlah perusahaan yang melakukan investasi perkebunan khususnya kelapa sawit di daerah setempat—yang berupaya melarang warga untuk ‘menggembala sapi’ di seputar lingkungan perkebunan.

Soal Akurasi Data Ternak

Berapa sesungguhnya populasi ternak di Padang Bolak pada khususnya dan di wilayah Padang Lawas pada umumnya? Tampaknya sulit memperoleh angka yang akurat. Dinas Peternakan Provinsi Sumatra Utara (Tabel-1) manyajikan data populasi ternak sapi di wilayah Padang Lawas hanya sekitar 3.000 ekor dan bahkan domba tidak ditemukan sama sekali.  Sementara data versi BPS Kabupaten Padang Lawas mencatat jumlah keseluruhan kerbau di Kabupaten Padang Lawas sebanyak 12.613 ekor (kecamatan Huristak 3.943 ekor, Barumun Tengah 6.340 ekor, Lubuk Barumun 731 ekor, Barumun 131 ekor, Ulu Barumun 16 ekor, Sosopan 33 ekor, Hutaraja Tinggi 829 ekor, Sosa 529 ekor dan Batang Lobu Sutam 61 ekor). Untuk populasi sapi sendiri tercatat sebanyak 6.612 ekor yang tersebar di sembilan kecamatan di Kabupaten Padang Lawas. Angka-angka yang ditunjukkan tersebut belum termasuk populasi ternak di Kabupaten Padang Lawas Utara.


Tabel-1. Populasi ternak besar berdasarkan jenis ternak menurut
kabupaten/kota di wilayah Tapanuli Bagian Selatan,  2009
Kabupaten/kota
Jenis ternak
Sapi
Kerbau
Kambing
Domba
Mandailing Natal
646
111
786
71
Tapanuli Selatan
391
32
560
127
Padang Lawas Utara
2.972
240
315
-
Padang Lawas
265
165
1.076
618
Padangsidimpuan
700
663
3.132
620
Tapanuli Bagian Selatan
4.974
1.211
5.869
1.436
Sumatra Utara
31.462
15.832
126.292
55.095

Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara


Tampaknya data populasi ternak di wilayah Padang Lawas versi Dinas Peternakan Provinsi Sumatra Utara sangat pesimistik, sementara data versi BPS Kabupaten Padang Lawas sangat optimistik. Ini jelas sangat membingungkan. Jika kita cermati lagi misalnya data populasi ternak versi (Koordinator) Statistik Kecamatan Padang Bolak Tapanuli Selatan sendiri tercatat populasi ternak sapi sebanyak 2.200 ekor, kerbau 1.200 ekor, kambing 2.400 ekor, dan domba sebanyak 2.300 ekor (Kecamatan Padang Bolak Dalam Angka 2008). Bukti ini menunjukkan data ternak di kawasan Padang Lawas selain tidak sinkron satu sama lain juga data masing-masing versi ditengarai kurang memiliki akurasi yang baik.

Masa Transisi: Ternak vs Kelapa Sawit

Akurasi data populasi ternak adalah suatu permasalahan tersendiri yang perlu dibenahi.  Dalam kenyataannya di wilayah Padang Lawas sudah tersiar kabar bahwa telah banyak penduduk yang beralih usaha dari usaha ternak (peternakan) ke usaha tanaman kelapa sawit (perkebunan). Namun peralihan ini bukan berarti tanpa masalah. Warga Padang Lawas sangat menyadari bahwa tanaman kelapa sawit bukanlah jenis komoditi yang ramah dan sesuai lingkungan alam Padang Lawas. Mereka beranggapan bahwa daerah Padang Lawas yang sejak dari dulu tergolong sebagai daerah sulit air maka dengan kehadiran tanaman kelapa sawit di wilayah itu justru membuat lahan semakin kering dan kekurangan air. Hal ini terkait dengan adanya anggapan bahwa ketika populasi ternak sangat banyak, sumber air di daerah itu malah lebih terjamin, sebab kubangan kerbau justru menjadi semacam reservoir yang mampu menampung air dalam waktu yang cukup lama untuk kebutuhan ternak sendiri. Namun ada juga pendapat lain yang menganggap bahwa masuknya investasi perkebunan kelapa sawit di Padang Lawas telah membawa sebuah berkah (success story), karena perkebunan kelapa sawit sendiri telah turut menyelamatkan lingkungan: Padang Lawas adalah kawasan tandus karena curah hujan yang minim, tetapi, setelah kawasan itu diselimuti tanaman kelapa sawit justru terjadi perubahan yang begitu signifikan--hujan menjadi lebih sering turun.



Pendapat yang mana yang benar pada hematnya setiap orang bisa menilainya sendiri. Namun yang jelas di atas pro kontra tersebut (ternak vs kelapa sawit), pejabat dari Dinas Peternakan Provinsi Sumatra Utara telah menegaskan bahwa kawasan Padang Lawas diupayakan sebagai kawasan peternakan di Sumatera Utara. Padang Lawas harus bisa diupayakan terus sebagai kawasan peternakan di Sumatera Utara. Penegasan pejabat tersebut diharapkan lebih terwujud seiring  dengan telah dibentuknya Dinas Peternakan di Kabupaten Padang Lawas.

Dukungan terhadap Padang Lawas sebagai kawasan peternakan sangat dimungkinkan mengingat ternak dan kelapa sawit sebenarnya bisa hidup berdampingan yang justru terdapat saling menguntungkan. Sebab menurut penelitian bahwa seluruh biomasa dari tanaman kelapa swait dapat dimanfaatkan secara optimal oleh ternak ruminansia, khususnya sapi. Dalam studi Elisabeth dan Ginting (2003) dinyatakan bahwa untuk ternak ruminansia, pelepah sawit dapat digunakan sebagai bahan pengganti rumput. Lebih lanjut mereka sebutkan  bahwa pakan dengan komposisi pelepah sawit 60%, lumpur dan bungkil inti sawit masing masing sebanyak 18% dan dedak padi 4% menjadi suatu jenis pakan yang cukup baik untuk sapi potong.

Howdy! Sambut Sensus Ternak 2011

Kita berharap ke depan bahwa usaha ternak dan kelapa sawit dapat bersinergi. Masalahnya adalah berapa jumlah populasi ternak yang masih tersisa dari masa-masa keemasan peternakan di Padang Lawas pada saat ini. Ternyata soal angka populasi ternak di Padang Lawas ‘setali tiga uang’ dengan angka populasi ternak di tingkat nasional. Konon, angka populasi ternak secara nasional dari tahun ke tahun hanya itu-itu saja. Berdasarkan data terakhir mengenai populasi ternak yang ada di Indonesia jumlah sapi potong mencapai 13,6 juta ekor, kerbau 2,01 juta ekor, kambing 16,84 juta ekor, domba 10,91 juta ekor. Angka ini juga banyak pihak yang meragukannya. Sebab Sensus Ternak sendiri terakhir kali dilaksanakan di Indonesia  pada tahun 1960-an.

Kisruh mengenai soal angka populasi maka dalam upaya untuk menopang swasembada daging 2014 pemerintah (Kementerian Pertanian) dan Badan Pusat Statistik akan mempercepat waktu penyelenggaraan Sensus Ternak yang akan dimulai tanggal 1 Juni 2011. Hal ini dipercepat karena dipicu setelah adanya bencana alam di Merapi (DI Jogjakarta dan Jawa Tengah). Sebelumnya, sensus ternak ini dijadwalkan bersamaan dengan Sensus Pertanian (2013). Oleh karenanya, kegiatan pendataan (Sensus Ternak) ini sangat penting untuk mengetahui secara pasti berapa populasi ternak ruminansia saat ini. Data tersebut akan dijadikan sebagai dasar perencanaan swasembada daging tahun 2014 mendatang. Pendataan tersebut juga  akan memperoleh gambaran besaran, pola distribusi dan struktur ternak sapi dan kerbau serta potret karakteristik sosial ekonomi peternak sapi dan kerbau serta untuk mengetahui berapa jumlah sapi betina, pedet dan sapi dewasa. Dengan demikian dengan adanya sensus ternak ini akan memberikan potret yang utuh mengenai jumlah dan umur ternak sehingga bisa diukur pencapaian swasembada daging ke depan di seluruh Indonesia.

Sensus ini akan dilakukan terutama untuk populasi ternak ruminansia besar. Namun sensus ternak ini akan lebih diprioritaskan pada daerah-daerah penghasil ternak (sentra strategis penghasil ternak) terutama di tingkat kabupaten. Untuk sensus ini, BPS dan Kementerian Pertanian akan menerjunkan sebanyak 110 ribu petugas di lapangan yang didukung dengan dana sebesar Rp. 203 Miliar. Oleh karena itu, mari kita dukung Sensus Ternak 2011.

Kembalikan Kejayaan Ternak di Padang Lawas

Hal yang pasti bahwa, wilayah Padang Lawas telah berubah. Kawasan yang dulunya dihiasi dengan populasi ternak berwarna coklat yang berlimpah, kini kawasan tandus itu sudah tampak terselimuti ‘permadani’ hijau tanaman kelapa sawit. Ibarat iklim ‘musim panas’ yang kering telah berlalu dan berganti dengan ‘musim dingin’ yang sejuk. Para penggembala ternak mungkin sudah waktunya  menggiring ternaknya ke kandang. Kiasan-kiasan yang berkeluh kesah tersebut dapat diperluas yang seakan mengingatkan kita terhadap onang-onang yang syairnya tidak pernah putus. Juga kita teringat pada makanan khas Padang Lawas: holat (suatu makanan yang terbuat dari daging atau ikan yang dimasak sedemikian rupa dengan rempah-rempah ala Padang Bolak yang diambil dari tanaman ‘balakka’ (buah malaka). Rasanya masam dan kecut ketika dikunyah pertama kali tetapi setelah itu semuanya terasa manis.

Untuk mengikuti perubahan yang ada itu di alam Padang Lawas pada masa ini bisa kita periksa kondisi terkini. Ternyata tidak satu pun ada desa yang menunjukkan sebagian besar penduduk masih mengusahakan ternak. Sementara dari semua desa di Padang Lawas (Kabupaten Padang Lawas Utara dan Kabupaten Padang Lawas) yang jumlahnya 670 desa, kondisi yang ada justru  hanya terdapat sebanyak 309 desa yang sebagian besar penduduknya yang mengusahakan tanaman padi. Desa-desa yang sebagian besar penduduknya mengusahakan tanaman karet terdapat di 239 desa dan tanaman kelapa sawit 113 desa. Tiga komoditi ini tampaknya telah menjadi unggulan baru yang menggeser peranan ternak kerbau dan lembu di masa lampau.


Tabel-2 Jumlah desa berdasarkan usaha sebagian besar penduduk
menurut kabupaten/kota di wilayah Tapanuli Bagian Selatan, 2008
Kabupaten/Kota
Jumlah desa yang penduduknya sebagian besar mengusahakan:
Padi
Karet
Kelapa
sawit
Temba
kau
Ceng
keh
Kopi
Horti
kultur
Lain
nya
Total
Mandailing Natal
150
188
27
-
-
1
2
20
388
Tapanuli Selatan
322
145
6
-
1
7
3
5
489
P. Lawas Utara
177
174
27
4
-
2
-
-
384
Padang Lawas
132
65
85
1
2
-
1
-
286
Padang Sidempuan
32
7
-
-
-
-
5
2
46
Tabagsel
813
579
145
5
3
10
11
27
1.593
Sumber: Diolah dari Podes (BPS) 2008


Namun demikian, Padang Lawas tetaplah padang lawas. Posisinya tetap dijadikan sebagai sentra ternak di wilayah Tapanuli Bagian Selatan dan bahkan Sumatra Utara. Ini mengindikasikan bahwa wilayah Padang Lawas harus ditempatkan pada fungsi strategisnya sebagai daerah peternakan sekalipun perkebunan karet dan kelapa sawit telah mengisi ruang sabana/parairie ‘padang na bolak’. Mari secara bersama-sama kita dukung dan buktikan paket kemajuan daerah Padang Lawas terletak pada dua kombinasi ini (ternak dan kelapa sawit) dan bukan salah stunya. Ini berarti memajukan daerah Padang Lawas dengan karet dan kelapa sawit bukan berarti menghilangkan ternak dari sosiobudayanya. Justru yang kita pikir ulang adalah bagaimana kita mengembalikan masa kejayaan Padang Lawas sebagai daerah peternakan. Untuk itu, kita sangat berharap hasil Sensus Ternak 2011 kiranya dapat memperjelas dan mempertegas seberapa besar potensi peternakan Padang Lawas yang sebenarnya. Iiihaa***

Sumber:
  • Kajian Kelayakan Pembentukan Sentra Peternakan Sapi Terpadu di Sumatra Utara (Studi Kasus di Kabupaten Langkat). Bidang Penelitian dan Pengembangan Propinsi Sumatra Utara
  • Peternakan di Padang Lawas Utara: The Dream Development/ http://apakabarsidimpuan.com (+foto)
  • Kecamatan Padang Bolak Dalam Angka 2008
  • Padang Gembala Tinggal Kenangan
  • Tiap Tahun Populasi Ternak Kerbau di Palas Menurun 

Tidak ada komentar: