J. Nienhuys di Deli dengan kuda Batak, 1865 |
Pada tahun 1865,
secara de jure, seorang controleur ditempatkan di Laboehan Deli. Selama berkedudukan
di Laboehan Deli, controleur didukung oleh tiga sersan dan enam kopral polisi
yang dibantu oleh 80 orang Melayu. Pada
tahun ini juga, J. Nienhuys, seorang Belanda tiba di Deli dan menuju ke Medan
Poetri dan membuka perkebunan tembakau (persis di sisi timur pertemuan Sungai
Deli dan Sungai Baboera). Pada tahun ini juga kuli Cina mulai didatangkan. Sukses
perkebunan tembakau mengakibatkan sejumlah investor Eropa berdatangan.
Inilah sebuah
keajaiban yang terjadi di Deli, Nienhuys telah memicu segalanya. Hal yang sama
terjadi sebelumnya di Mandheling en Ankola, yang mana Sati Nasoetion gelar
Soetan Iskandar tahun 1857 berangkat studi ke Belanda (orang pribumi pertama
studi ke Negeri Belanda). Sati Nasoetion yang mengubah namanya menjadi Willem
Iskander (diambil nama dari Radja Willem) setelah mendapat akte guru tahun 1861
pulang ke kampung halaman dan mendirikan sekolah guru tahun 1862 di Tanobato
(Mandheling en Ankola). Willem Iskander telah memicu segalanya [kelak di
Bataklanden (Silindoeng en Toba) dengan kehadiran Nommensen].
Nienhuys
meningkatkan usahanya dengan mendirikan NV. Deli Maatschappij pada tahun 1869 dengan
saham separuh Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM). Tahun ini juga tahun
dimana Terusan Suez dibuka. Tidak lama (dalam 10 tahun), pada tahun 1875 status
controleur di Laboehan Deli ditingkatkan menjadi Asisten Residen, sementara di onderafdeeling
Medan ditempatkan seorang controleur. Sebelum controleur ditempatkan di Medan,
sudah terlebih dahulu dibangun sebuah garnisun militer (pindahan dari Laboehan
Deli).
Namun yang jelas, pada tahun 1879 di sekitar kampong ini jumlah bangunan
modern/Eropa lambat laun semakin bertambah. Sejak 1875 kampung ini tumbuh dan
berkembang, seiring dengan dibangunnya sebuah garnisun, dan penempatan seorang
controleur di Medan (Poetri). Sejak 1875, sebutan tempat, lebih kerap ditulis
Medan daripada Medan Poetri.
Hal yang sama
pernah terjadi pada nama kampung Sidimpoean. Ketika controleur Ankola pertamakali ditugaskan, rumah dan kantor yang dibangun adalah di
dekat kampung Sidempuan (sebelumnya sudah terlebih dahulu ada garnisun pindahan dari Pijorkoling). Lalu nama yang kerap disebut selanjutnya menjadi
Sidempoean dan kemudian didepannya ditambahkan kata Padang sehingga menjadi Padang
Sidempoean. Besar kemungkinan pejabat pemerintah pertama di suatu tempat
(seperti kampung Sidimpoean dan kampung Medan Poetri) melakukan penyesuaian dengan
lidah Eropa, kebutuhan praktis administrasi serta nomenklatur (dokumen dan
peta). Kemiripan lainnya, antara (Padang) Sidempuan dengan Medan (Poetri) adalah soal posisi dimana lokasi garnisun: Garnisun Padang Sidempuan berada diantara (dan tidak jauh dari) pertemuan dua sungai, yakni Sungai Batang Ajoemi dan Batang Angkola, sedangkan garnisun Medan berada diantara (dan tidak jauh dari) pertemuan dua sungai, yakni: Sungai Baboera dan Sungai Deli.Secara teknis posisi serupa itu sudah menunjukkan fungsi pertahanan (benteng alam). .
Kondisi Awal Kota
Medan
Rumah Asisten Residen di Medan, 1879 (kini lokasi kantor PTP) |
Pada tahun 1879 bangunan termewah yang ada di Medan adalah rumah (huis)
kepala administratur dari NV. Deli Maatschappij. Rumah ini sudah sering
digunakan oleh Asisten Residen di Bengkalis ketika berdinas di Deli. Rumah
inilah yang ditawarkan oleh para Planter yang menjadi rumah asisten residen
atau residen jika Medan ditetapkan sebagai ibukota. Bangunan modern lainnya di
Medan adalah komplek garnisun, kantor controleur dan selebihnya adalah
bangunan-bangunan yang dimiliki oleh Deli Maatschappij yang telah difungsikan
sebagai tempat layanan kesehatan, pendidikan, mes dan lainnya.
Hotel Deli di Laboehan Deli |
Hotel sendiri baru ada di Laboehan Deli (Hotel Deli). Laboehan Deli
sebagai pusat pemerintahan dan pusat perdagangan dan juga pelabuhan ekspor,
sudah jauh lebih ramai karena di kota tersebut berada sejumlah kantor cabang
dari berbagai plantation di Deli dan Langkat dan kantor-kantor perusahaan
dagang (ekspor-impor).
Rumah Sakit Deli Maatshappij di Medan |
Dalam sebuah
artikel pada Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad edisi 14-08-1879
disebutkan bahwa penduduk Deli terdiri dari uit Maleieis, en verder uit Bataks,
Atjeneezen, uenige Javanen, Boegineczen en Chineezen. Para penduduk (komunitas)
ini masih hidup sederhana dengan bangunan tempat tinggal bersahaja. Sebaliknya,
lahan-lahan konsesi perkebunan, Planter berasal dari Eropa, yang terdiri dari
Perancis, Inggris, Jerman, Swiss, dan lainnya serta tentu saja Belanda. Di
dalam kebun sendiri, pekerja sudah banyak yang didatangkan dari berbagai tempat
yang disebut kuli Cina dan sebagian kecil kuli dari Jawa (Bagelen/Poerworedjo)).
Kedudukan Asisten Residen dan Sultan berada di Laboehan Deli.
Sungai Deli di Medan (1876) |
Di Medan sendiri yang menjadi tempat yang ditentukan sebagai ibukota,
lanskapnya bertopografi datar yang disana-sini masih banyak ditemukan semak dan
hutan, jalan-jalan tanah yang buruk dan berlumpur di kala hujan, dan tergenang
di waktu banjir, yang mana Sungai Deli dapat meningkat debit air setinggi lima
meter yang menyebabkan genangan terjadi dimana-mana. Di sekitar Medan ini,
selain penduduk pribumi seperti berbagai etnik yang disebut sebelumnya,
terdapat sebanyak 10.000 orang yang bekerja di berbagai unit bisnis Deli
Maatschappij. Jika mengacu pada laporan tahun 1875, kuli Cina diperkirakan
sebanyak 6.000-7.000 orang di berbagai plantation, maka para pekerja di
berbagai perusahaan perkebunan (semua unit) adalah perpaduan yang dapat disebut
penduduk lokal (Melayu, Batak, Atjeh) dan kuli yang didatangkan (Cina dan
Jawa).
Sebelum
ditetapkan perpindahan ibukota ini, didahului oleh suatu ‘negosiasi’ antara
Sultan Deli dengan Gubernur Jenderal. Dalam hal ini, Sultan diundang ke
Batavia. Untuk menyatakan niat baik, Sultan berangkat ke Batavia dengan membawa
hadiah empat kuda asal Tanah Batak (kuda terbaik di Nederlansch Indie).
Sepulang dari Batavia, Sultan cukup puas karena selama kunjungan juga diberi
kesempatan melihat beberapa tempat penting di Java. Rumah dan mesjid sudah
dihias dengan semarak dan di pelabuhan, dari kapal naik sekoci ke pantai dan
disambut dengan sangat meriah sebelas tembakan dari kapal dan disambut oleh
Asisten Resieden dan komandan militer berpangkat mayor serta kerumunan rakyat
yang terdiri dari Maleiers, Bataks, Clingen, Chineezen en Atjeneezen.
Dengan ditetapkannya Medan sebagai ibukota Deli, maka area Medan ibarat
magnit yang akan menarik berbagai elemen yang sudah ada di Deli menjadi pusat
pertumbuhan penduduk, pusat perkembangan bisnis, pusat perdagangan (komoditi
utama: tembakau) dan menjadi pusat-pusat layanan strategis. Urbanisasi akan
cepat terjadi.
Afdeeling Deli
adalah salah satu afdeeling di Residentie Oostkust van Sumatra yang beribukota
di Bengkalis (Tebing Tinggi). Residentie ini dimekarkan afd. Siak Sri
Indrapoera, Residentie Riaouw. Residentie Oostkust van Sumatra meliputi
meliputi afd. Bengkalis, Laboehan Batoe, Asahan, dan Deli. Residen berkedudukan
di Bengkalis (Tebing Tinggi), Asisten Residen di Deli dan afdeeling lainnya
masih setingkat controleur. Ketika status controleur di tingkatkan menjadi asisten residen di Deli
yang berkedudukan di Laboehan Deli 1875, seorang controleur ditempatkan di
onderafdeeling Medan. Pada tahun 1879, Asisten Residen berkedudukan di Medan
dan controleur di Laboehan Deli (tukar tempat). Disamping itu di Langkat juga
telah ditempatkan seorang controleur.
Asisten Resident mulai bekerja di ibukota yang baru ini. Pekerjaan pertama
adalah melakukan perpindahan itu sendiri. Rumah yang berada di Soeka Moelia,
pemberian Deli Maatschappij akan menjadi rumah sementara kediaman Asisten
Residen. Pembangunan jalan menjadi prioritas utama, yakni: Laboehan Deli (dan
pelabuhan Belawan) ke Medan dan dari Medan ke Timbang (Bindjei) dan Deli Toea.
Dalam memulai pemerintahan di Medan ini, pemerintah akan membutuhkan
anggaran besar. Sepintas tampaknya pemerintah tidak terlalu khawatir. Hasil
ekspor tembakau Deli sejak tahun 1875 hingga 1878 telah meningkat (hampir tiga
kali lipat). Pada tahun 1875 tercatat sebanyak 11.831 pak yang setara dengan f
2.650.000, tahun 1876 sebanyak 15.355 pak (f 3920.700), tahun 1877 sebanyak
29.031 pak (f 6.504.000) dan tahun 1878 sebanyak 35.967 (f 6.721.000).
Pendapatan pemerintah sebelumnya (1878) sebesar f 535 000 dari ekspor dan f
145.000 dari impor plus pendapatan dari pos f 6.000. Untuk proyeksi pendapatan
tahun 1879 ditaksir dapat mencapai satu juta gulden. Namun bagian pendapatan
yang dialokasikan untuk pemerintahan tidak sepenuhnya untuk pembangunan fisik
(jalan jembatan dan bangunan fasilitas pemerintah lainnya) tetapi juga untuk
gaji dan lainnya termasuk gaji para pimpinan-pimpinan pribumi.
Sultan sendiri
selama ini menerima gaji sebesar f 40.000 per tahun. Tentu saja jumlah gaji
Sultan ini cukup besar jika dibandingkan di tempat lain, bahkan dengan Sultan
Siak sendiri. Penentuan besaran gaji selalu mempertimbangkan pendapatan
pemerintah dan kinerja para pimpinan pribumi. Di Mandheling en Ankola tidak ada
sultan, tetapi para pemimpin masyarakat adat yang diangkat pemerintah sebagai
koeria. Gaji seorang koeria pada tahun 1871 hanya antara f 650 hingga f 960 per
tahun dengan total keseluruhan koeria sebesar f 28.800 per tahun.
Titik Nol Medan: Esplanade, 1881 (kini Lapangan Merdeka) |
Dua wilayah terdekat Deli yang sudah sejak lama siap untuk itu adalah Padangsche
Bovenlanden dan Tapanoeli (Mandheling en Ankola). Dua wilayah ini telah lama
mengirimkan guru-guru dan penulis-penulis ke Atjeh, Bengkulen, Djambi dan
Riaou. Pegawai-pegawai pribumi di Riaou (era Siak Sri Indrapoera) hingga
Bengkalis (era Sumatra van Oostkust) banyak yang berasal dari Fort de Kock dan Padang
Sidempuan. Oleh karenanya, ibukota Sumatra van Oostkust sudah satu kaki berada
di Deli dan satu kaki lagi masih tertinggal di Bengkalis. Hanya soal menunggu
waktu kapan Medan menjadi ibukota Residentie Sumatra van Oostkust.
Migran dari
Tapanoeli (Mandheling en Ankola) dan Minangkabouw sudah sejak lama menuju
semenanjung karena perang Padri (via darat) dan karena pemberontakan terhadap
ketidakadilan pemerintah Belanda di Padangsche dan Tapanoeli (via laut). Jalur
laut adalah melalui Sibolga, Singkel, Sabang ke Penang terus ke Selangor dan
Negeri Sembilan (di bawah pemerintahan kolonial Inggris). Migrasi itu terus
mengalir meski situasi dan kondisi sudah lebih damai karena kehidupan lebih
baik di Semenanjung Malaya. Dengan adanya perubahan besar di Deli, migran ini
pada dasarnya telah memutar haluan dan berlabuh ke Laboehan Deli lalu
menuju Medan. Migran spontan dari Tapanoeli khususnya Mandheling en Ankola yang sudah menerima pendidikan modern (baca tulis dalam bahasa Melayu dan sedikit-sedikit bahasa Belanda dalam aksara latin), akan mudah terserap di industri perkebunan di Tanah Deli). Pada berikutnya migran Mandheling en Ankola akan mengisi kebutuhan tenaga-tenaga guru, dokter, djaksa, polisi dan sebagainya baik yang datang mellui Mandheling en Ankola maupun yang langsung dari Batavia.
Hotel Deli juga membangun di Medan 1879 |
Untuk kebutuhan moda transportasi kereta mulai dioperasikan oleh Deli
Maaatschappij dengan mendirikan anak perusahaan yang diberi nama Deli Spoor
Maaatschappij (DSM). Pada tahun 1878 perusahaan ini sudah merintis spoor untuk
kebutuhan sendiri (dan tengah menunggu untuk mendapat lisensi dari Batavia
untuk operator tunggal). Jalur kereta api yang mendampingi jalan darat
sebelumnya akan selesai pembangunannya pada tahun 1886: Laboehan Deli, Medan,
Deli Toea dan Timbang.
Membangun rel kereta api di Medan, 1876 |
Pada tahun 1881
terjadi perubahan pemerintahan di Deli. Selain sudah terdapat controleur di
Medan, Langkat (Tandjoengpoera) dan Laboehan Deli serta Serdang, juga ditempatkan
seorang controleur di onderafdeeling Tandjoeng Djati (Bindjei) dan Tamiang. Dalam
pemerintahan juga kemudian tahun 1881 dimasukkan dalam pemerintahan dari
kalangan Tionghoa di Sumatra van Oostkust termasuk kapten di Medan dan Laboehan
Deli; letnan di Medan, Laboehan Deli,
Tandjongpoera, dan sersan Cina di Tandjong Djati dan Serdang (Rantau Pandjang).
Witte Societeit, 1879 |
Fasilitas lainnya yang muncul kemudian adalah kantor pos (1882), sehingga
di Deli terdapat dua kantor pos (sebelumnya sudah ada di Lanoehan Deli). Kantor
pos Medan ini akan memberi layanan pos antara Laboehan Deli dan Medan. Kantor
pos ini didirikan di sebelah kantor pertemuan masyarakat (Witte Societeit). Dalam
tahun ini juga berdasarkan Staatsblad 18 tahun 1882 yang mengistruksi departemen
PU menerima anggaran pembangunan jalan di kota-kota (antara lain): Buitenzorg,
Semarang, Medan, Padang Sidempoean. Pada tahun 1885 surat kabar pertama
diterbitkan di Medan yaitu Deli Courant. Untuk layanan kesehatan sendiri baru
ditangani oleh dua dokter, satu dokter militer dan satu dokter DM yang
masing-masing juga membuka praktek dokter di luar dinas.
***
Deli Maatschappij telah memainkan peran yang penting dalam ‘penetapan’
ibukota dan ‘mengatur’ pembangunan Medan sebagai kota masa depan. Secara teoritis
(alamiah), kota-kota besar di Nederlansch Indie yang bermula di pantai kemudian
berkembang ke belakang (pedalaman), seperti Batavia, Semarang, Soerabaija, dan Padang.
Untuk Medan adalah kekecualian. Penetapan
Medan sebagai kota dan ibukota cenderung bersifat konspiratif.
Sebelum ditetapkan ada relasi-relasi yang terkait satu sama lain: antara Nienhuys
(Deli Maatschappij) dengan Sultan Deli, antara pemerintah (Asisten Residen)
dengan Deli Maatshappij dan dengan Sultan Deli, antara pemerintah (Residen)
dengan Sultan Siak dan antara Sultan Deli dengan Sultan Siak. Kemudian, antara Deli
Maatschappij (Belanda) dan perusahaan lainnya yang non Belanda (utamanya
Inggris di Langkat) serta antara Sultan Deli (Melayu) dengan penduduk Batak.
Konspirasi antara Deli Maatschappij dengan Asisten Residen di Laboehan
Deli, Residen di Bengkalis dan Gubernur Jenderal di Batavia sangat kuat. Namun
itu sangat dilematis bagi pemerintah karena ada relasi antara Sultan Deli
dengan Sultan Siak sebelumnya. Sultan (Siak) masih mengganggap (Sultan) Deli di
bawah kekuasaan tradisionalnya, sebaliknya Sultan Deli menganggap Sultan Siak
adalah masa lalu. Sultan Deli ingin melihat masa depan Deli bersama yang lain.
Sultan Deli menganggap kolaborasi dengan penduduk Batak yang lebih dekat akan lebih
produktif jika dibandingkan dengan sesama Melayu nun jauh di Siak dan
Bengkalis. Inilah saatnya Deli ingin mengungguli Siak.
Boleh jadi area sikitar Medan Poetri selama ini secara defacto adalah wilayah
abu-abu (grey area). Di wilayah ini sulit dipahami siapa mendesak siapa. Boleh
jadi MOU Sultan Deli dengan Gubernur Jenderal di Batavia perpindahan ibukota
juga satu paket dengan akan dipindahankannya istana Deli di Laboehan Deli ke
Medan. Secara teoritis (alamiah) perpindahan istana juga tidak lazim. Istana
selalu menyatu dengan tanah (sakral) dimana bangunan itu didirikan. Untuk
urusan perpindahan istana, pemerintah sangat siap (ini juga tidak lazim). Namun
pemerintah memiliki perhitungan sendiri: Tanah Deli sangat prospektif (game
theory kolonial tetap berlaku).
Deli, Langkat, Serdang dan Tamiang, 1873 |
Konspirasi (ketegangan) juga muncul pada relasi yang lain. Deli Maatschappij
bukan berarti nyaman. Deli Maatschappij memang telah memainkan peran dalam
perpindahan ibukota, dan bermimpi akan membangun kota. Deli Maatschappij akan
menarik keuntungan dalam hal ini, unit-unit bisnisnya akan lebih berkembang
(paling tidak Deli Spoor Maatschappij anak perusahaan Deli Maatschappij sudah
dibentuk). Apa yang akan diperoleh Deli Maatschappij akan menjadi sumber
ketegangan dengan perusahaan-perusahaan lain yang bukan perusahaan Belanda. Perusahaan
Inggris juga cukup dominan, terutama di wilayah Langkat. Hubungan Belanda dan
Inggris selalu terjadi pasang surut. Semenanjung dan Singapore di bawah
kekuasaan Inggris didominasi oleh perusahaan-perusahaan Inggris.
Deli, 1883 |
Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie,
30-10-1882 melaporkan bahwa konsesi pembangunan dan operasi kereta api Laboehan
Deli ke Medan dan Delitor serta cabang ke Timbang (Langkat) di residentie
Sumatra's Oostkust telah diberikan kepada Deli Maatschappij dengan modal awal dua
juta pada saat registrasi di Batavia. Konsesi ini tertuang dalam beslit no 23
tahu 1883.
Sumatra van Oostkust, Nedcrlandsch-Oostindisch California
Kepindahan ibukota ke Medan, lambat
laun pemerintah mulai dapat mengatasi diri sendiri, mulai dari bangunan kantor,
pembangunan penjara batu, kamp militer dan barak, kantor pos. Kualitas bangunan
pemerintah selalu kalah jauh dari bangunan swasta. Pemerintah seakan-akan
berada di tengah ‘anak tiri’ yang kaya-kaya. Anak kandung sendiri hanya ada di
Bengkalis, dua hari perjalanan dengan steamboat. Upaya pengadaan kereta api
telah dirintis (pengukuran, land clearing dan pemasangan rel) oleh Deli Mij
untuk memudahkan angkutan komoditi dan orang yang selama ini sangat buruk
(berdebu di musim kemarau, berlumpur di musim hujan). Deli Mij juga mulai
merintis telegraf. Deli Mij juga membuka toko untuk berbagai kebutuhan (tidak
hanya untuk para karyawannya, tetapi juga seluruh orang Eropa di Deli dan
Langkat). Kebijakan perdagangan ritel bagi Deli Mij lebih daripada sekadar
mengisolasi agresivitas pedagang Tionghoa dan praktik rentenir.
Masalah yang belum teratasi adalah
penyediaan rumah sakit dan sekolah. Meski sudah ada dua dokter di Medan, satu
dokter militer dan satu dokter Deli Mij, namun itu hanya baru bisa mencakup
orang-orang Eropa (sebagaimana selama ini). Dokter pertama yang hadir di Medan
adalah dokter yang bekerja untuk Deli Mij, bagian dari layanan Deli Mij,
dokternya disediakan villa sendiri yang di ekatnya terdapat apotik yang
dikelola dengan baik dan juga tidak jauh dari tempat dokter terdapat rumah
sakit yang menjadi milik Deli Mij.
Dengan kehadiran pemerintah tentu
saja layanan juga harus mencakup penduduk pribumi. Dengan dua dokter yang ada jelas
tidak memadai dan kedua dokter tersebut hanya terbatas pada orang-orang Eropa. . Ada usul pada tahun 1883 untuk merekrut dokter alumni Docter
Djawa School yang dapat diposisikan sebagai asisten dokter yang ada. Kebutuhan itu tampaknya sangat mendesak, mengingat baru-baru ini pernah berjangkit kolera di empat perusahaan secara bersamaan di Deli.
Untuk menyediakan sekolah di Deli belum terlaksana. Anak-anak Eropa sendiri sudah mulai
bertambah banyak, tidak hanya di Medan, Deli, juga sebagian di Atjeh. Ada
sebelas anak-anak Eropa di Bengkalis, seandainya pada waktunya ibukota
Residentie Sumatra’s Oostkust dipindahkan ke Medan. Sekolah Eropa (untuk
anak-anak Belanda) yang terdekat baru ada di Padang Sidempuan (Tapanoeli). Di
Deli, untuk sekolah bagi pribumi belum terpikirkan.
Di Mandheling en Ankola sebelumnya, sekitar tahun 1860an awal pernah beberapa kampung terjangkit kolera, namun dengan cepat tertangani oleh dokter Belanda dan dua dokter pribumi, alumni Docter Djawa School. Dua dokter pribumi tersebut adalah Dr. Si Asta dan Dr. Dja Bodie. Kedua dokter ini kebetulan asli.anak Mandheling en Ankola. Docter Djawa School adalah sekolah kedokteran cikal bakal STOVIA yang dibuka pada tahun 1851. Pada tahun 1854, dua siswa asal Mandheling en Ankola bernama Si Asta dan Si Angan diterima di sekolah kedokteran Docter Djawa School di Batavia (kedua siswa ini adalah siswa yang pertama yang diterima dari luar Djawa). Si Asta dan Si Angan lulus tahun 1856. Kemudian menyusul dua siswa lagi dari Mandheling en Ankola lalu lulus pada tahun 1859. Kedua dokter baru itu adalah Dr. Si Toga gelar Dja Dorie dan Dr. Si Napang gelar Dja Bodie. Dr. Asta dan Dr. Dja Bodie ditempatkan di Mandheling en Ankola, sedangkan Dr. Angan dan Dr Dja Dorie ditempatkan di luar Mandheling en Ankola. Selanjutnya secara reguler, siswa-siswa asal Mandheling en Ankola direkrut untuk studi di Docter Djawa School. .
Pada tahun ini, 1883, di Mandheling en Ankola melakukan wisuda pertama sekolah guru Kweekschool Padang Sidempuan. Sekolah guru ini mulai menerima siswa pada tahun 1879/1880 dengan kapasitas 25 siswa. Diantaranya tiga siswa dari Silindoeng eks murid Nommensen tetapi dikabarkan tidak selesai karena ketiganya sakit pada waktu yang berbeda-beda. Direktur Kweekschool Padang Sidempuan adalah Charles Adrian van Ophuijsen (nama yang lebih dikenal sebagai penyusun tatabahasa dan ejaan melayu Ophuijsen). Siswa-siswa yang diterima sangat selektif, selain test kemampuan akademik juga dikombinasikan dengan kemampuan ekonomi orangtua. Umumnya siswa-siswa yang diterima adalah anak-anak atau kerabat dari para koeria dari berbagai tempat di Mandheling en Ankola, karena mereka adalah yang mampu membiayai siswa sekolah (uang sekolah dan keperluaan belajar, pemondokan, dan biaya hidup sehari-hari). Dalam wisuda pertama ini bernama Si Saleh yang kelak lebih dikenal sebagai Dja Endar Moeda.Ini berarti Mandheling en Ankola memulai lagi babak baru u8ntuk menghasilkan guru-guru berkualitas. Sebelum Kweekschool Padang Sidempuan dibuka (1879) jauh sebelumnya Kweekschool Tanobato yang didirikan Willem Iskander tahun 1862 telah benyak menghasilkan guru, namun sekolah guru ini ditutup tahun 1875 karena Willem Iskander berangkat lagi ke Belanda untuk mendapatkan akte kepala sekolah (namun Willem Iskander tidak kembali, karena meninggal di Belanda tahun 1876).
1876: Ini bukan Los Angeles, Bung! |
1876: Ini benar-benar di Laboehan Deli, Bung! |
Bersambung:
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap. Semua bahan berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe (koran-koran berbahasa Belanda). Foto bersumber dari KITLV.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar