*Untuk melihat semua artikel Sejarah Budaya dalam blog ini Klik Disini
Pada masa lampau wilayah Angkola banyak
terdapat hewan besar di hutan-hutan seperti gajah, badak, tapir, harimau dan
tentu saja termasuk orangutan. Namun yang tersisa pada masa ini hanya harimau
dan orangutan. Sisa gajah masih ditemukan di wilayah Padang Lawas. Bagaimana
dengan badak dan tapir? Tampaknya sudah punah. Pada masa lalu di Angkola ada
pemburu harimau bernama Tongkoe Soetan dan pemburu gajah (orang Belanda) Pietersz.
Pemburu harimau terkenal pada masa lalu di Indonesia, terutama pada masa kolonial Belanda, termasuk Th. Boreel dan keluarga Bartels dari Sukabumi, serta Tuan Ledeboer dari Banyuwangi. Selain itu, ada juga pemburu harimau Sumatera seperti Mawi di Musi Rawas yang dikenal produktif. Th. Boreel dan Keluarga Bartels: Mereka dikenal sebagai pemburu harimau terkemuka di Sukabumi, yang tergabung dalam organisasi perkebunan. Tuan Ledeboer: Seorang pemburu legendaris dari Banyuwangi yang dikenal mampu menangkap puluhan harimau sendirian. Mawi: eorang pemburu harimau Sumatera yang sangat produktif di Musi Rawas, dikenal karena kemampuannya berburu sendirian dalam waktu lama dan menggunakan berbagai macam senjata. Pemburu gajah "tempo dulu merujuk pada orang-orang yang berburu gajah, baik untuk diambil gadingnya maupun untuk kesenangan. Perburuan gajah ini seringkali dilakukan oleh pihak kerajaan atau para bangsawan, seperti yang tercatat dalam sejarah Kesultanan Deli dan Belanda di Sumatera. Selama masa penjajahan, orang Belanda juga terlibat dalam perburuan gajah, baik untuk perdagangan maupun kesenangan. Ada juga catatan tentang bumiputra yang terlibat dalam perburuan gajah, terutama di wilayah Sumatera (AI Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah pemburu harimau itu bernama Tongkoe Soetan di Padang Lawas? Seperti disebut di atas, banyak hewan besar temnpo doeloe di Angkola, tetapi hany yang tersisa kini harimau dan orangutan. Salah satu pemburu harimau terkenal adalah Tongkoe Soetan dan pemburu gajah Bernama Pietersz. Lalu bagaimana sejarah pemburu harimau itu bernama Tongkoe Soetan di Padang Lawas? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja. Dalam hal ini saya bukanlah penulis sejarah, melainkan hanya sekadar untuk menyampaikan apa yang menjadi fakta (kejadian yang benar pernah terjadi) dan data tertulis yang telah tercatat dalam dokumen sejarah.
Pemburu Harimau Itu Bernama Tongkoe Soetan di Padang Lawas; Pemburu Gajah di Angkola Pietersz
Dalam sejarahnya, harimau ditemukan di jalur lintasan harimau: Asia, Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa dan Bali. Tidak pernah terinformasikan harimau ditemukan di Kalimantan, Sulawasi, pulau-pulau Nusa Tenggara dan seterusnya. Harimau di Bali dan Jawa sudah lama punah. Harimau masih banyak di Sumatra termasuk di wilayah Angkola Mandailing. Lantas sejak kapan keberadaan harimau di wilayah Angkola Mandailing? Tentu saja sudah ada sejak zaman kuno. Lalu apakah ada kebiasaan-kebiasaan yang pernah hidup dalam masyarakat tentang harimau?
Controleur Padang Lawas WD Helderman menulis sebuah artikel di Goenoeng Toewa 20 April 1890 yang dimuat di surat kabar Bataviaasch nieuwsblad, 06-11-1890) yang dimulai dengan paragraf berikut: ‘Meskipun mayoritas penduduk Padang Lawas telah memeluk agama Islam, takhayul lama masih melekat di kalangan orang Batak, meskipun mereka tidak berani mengakuinya secara terbuka. Salah satu konsekuensinya adalah mereka masih takut membunuh harimau, karena takut dengan harimau tersebut mereka akan membunuh roh salah satu leluhur mereka, yang mungkin bersemayam dalam diri hewan tersebut’.
Dalam tradisi, menurut WD Helderman, seseorang akan lebih suka menggunakan senapan atau tombak yang "natoewa", yaitu, yang telah digunakan untuk membunuh banyak hewan sebelumnya; karena senapan atau tombak yang telah digunakan untuk membunuh satu hewan sebelumnya akan membunuh hewan lainnya; Tampaknya membunuh hewan bukanlah urusan penembak atau orang yang menggunakan tombak. Orang juga lebih suka menggunakan peluru yang pernah digunakan untuk menembak harimau; lagipula, orang Batak mengatakan: "bodil namadoeng minoem moedar ni babiat giot, minoem moedar ni babiat sadjo" yang artinya, senjata yang sudah pernah meminum darah harimau akan meminum darah harimau lagi.
Setelah harimau dibunuh, ia dibawa ke kampong; di pintu masuk kampong,
para gadis menawarkan pinang kepada pembawa; mereka diikuti oleh para pria yang
memukul gondang. Sebenarnya, buah pinang itu sepenuhnya milik sipemilik
senjata, tetapi adat ini telah menyimpang. Lalu dilakukan dengan adat istiadat
yang berlaku.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Pemburu Gajah di Angkola Pietersz: Lindungi Harimau dan Orangutan dari Kepunahan
Dimana ada harimau disitu ada mangsa. Jika mangsa harimau adalah hewan ternah penduduk, maka harimau yang memburu hewan-hewan tersebut merugikan penduduk. Kerugian terbesar penduduk adalah jika ada penduduk yang terbunuh oleh harimau. Harimau yang merugikan penduduk harus diburu. Sebab jika dibiarkan berkeliaran, dimana harimau menjadikan teritorinya, akan terus berulang memburu mangsa: hewan peliharaan dan juga penduduk di sekitar teritori harimau. Dalam konteks ini, memburu harimau yang merugikan itu seperti yang dikabarkan Controleur Padang Lawas di atas, ada kaitannya dengan kepercayaan lama. Namun untuk memburu harimau yang merugikan penduduk tersebut ada tatacaranya (menjadi suatu budaya).
Dimana ada harimau disitu ada mangsa. Dimana ada yang sudah dimangsa
harimau, para pemburu harimau tampil ke depan. Namun tampaknya tidak semua tempat
di tanah Batak memiliki para pemburu harimau. Budaya memburu harimau yang
terinformasikan di Padang Lawas tampaknya telah melahirkan para pemburu harimau
yang ulung. Bahkan diantara para pemburu harimau ada juga adanyta tersendiri
seperti ditulis Controleur Padang Lawas: "bodil na madoeng minoem moedar
ni babiat giot, minoem moedar ni babiat sadjo".
Pada tahun 1918, bahkan jauh di Samosir, pulau ditengah danau Toba, seekor harimau telah menjadi hal yang menakutkan dan merugikan penduduk. Sudah berulang kali harimau tersebut menyerang ternah penduduk (lihat De Indiër, 23-07-1918). Untuk memburu harimau tersebut, seorang pemburu harimau terkenal di Padang Lawas didatangkan ke pulau Samosir.
De Indiër, 23-07-1918: ‘Seorang pemburu harimau, dll. Untuk melindungi ternak yang terus berkembang di Samosir, yang terus-menerus diserang harimau, dewan telah meminta pemburu harimau ternama Tengkoe Soetan, kepala subdivisi Loehat Oente Roedang di Padang Lawas, untuk datang dan berburu di Samosir. Pemburu ini, yang konon telah membunuh sekitar 40 harimau di Padang Lawas’.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar