Sabtu, Agustus 23, 2025

Sejarah Budaya (6): Nama-Nama Jam, Hari dan Bulan dalam Satu Tahun di Angkola Mandailing; Bahasa Daun dan Aksara Batak


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Budaya dalam blog ini Klik Disini

Pada masa lalu di Angkola Mandailing memiliki sistem penanggalan adat sendiri yang disebut Parhalaan, yang tidak mengenal pembagian hari berdasarkan siklus tujuh hari seperti kalender Masehi (Minggu, Senin, dst.). Sistem Parhalaan mengatur siklus 30 hari per bulan, bukan tujuh hari, sehingga nama-nama hari dalam Parhalaan bersifat unik dan tidak mengulang siklus mingguan. Dalam satu hari satu malam ada 15 sebutan penanda waktu.


Satu abad adalah 100 tahun. Dalam satu abad 10 dekade. Tentu saja ada sebutan satu windu sama dengan delapan tahun; satu lustrum sama dengan lima tahun. Dalam satu tahun adalah 12 bulan yang sama dengan 365 atau 366 hari. Dalam satu bulan adalah 30 hari yang dapat dibagi menjadi beberapa minggu yang mana satu minggu adalah tujuh hari: Senen, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu dan Minggu. Satuan waktu yang lebih kecil satu hari adalah 24 jam yang di Eropa dibagi dua: Ante Meridiem (AM) yang berarti “sebelum tengah hari” berlaku dari pukul 00:00 tengah malam hingga 11:59 siang; Post Meridiem (PM) yang berarti “setelah tengah hari”. Lalu bagaimana dengan satu jam? Yang jelas 1 jam adalah 60 menit dan satu menit adalah 60 detik. Lantas apakah ada nama-nama detik dan nama-nama menit? Yang jelas di wilayah Angkola Mandailing ada nama-nama setiap jam dalam satu hari dan nama-nama setiap hari dalam satu bulan; dan nama-nama bulan setiap tahun.

Lantas bagaimana sejarah nama-nama jam, hari dan bulan dalam satu tahun di Angkola Mandailing? Seperti disebut di atas, di Angkola Mandailing ditemukan 30 sebutan nama hari per bulan dan dan satu hari satu malam ada 15 sebutan penanda waktu. Apa hubungannya dengan bahasa daun dan aksara (surat) Batak? Lalu bagaimana sejarah nama-nama jam, hari dan bulan dalam satu tahun di Angkola Mandailing? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, Agustus 06, 2025

Sejarah Budaya (5): Pemburu Harimau Itu Bernama Tongkoe Soetan di Padang Lawas; Pemburu Gajah Soliter di Angkola Pietersz


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Budaya dalam blog ini Klik Disini

Pada masa lampau wilayah Angkola banyak terdapat hewan besar di hutan-hutan seperti gajah, badak, tapir, harimau dan tentu saja termasuk orangutan. Namun yang tersisa pada masa ini hanya harimau dan orangutan. Sisa gajah masih ditemukan di wilayah Padang Lawas. Bagaimana dengan badak dan tapir? Tampaknya sudah punah. Pada masa lalu di Angkola ada pemburu harimau bernama Tongkoe Soetan dan pemburu gajah (orang Belanda) Pietersz.


Pemburu harimau terkenal pada masa lalu di Indonesia, terutama pada masa kolonial Belanda, termasuk Th. Boreel dan keluarga Bartels dari Sukabumi, serta Tuan Ledeboer dari Banyuwangi. Selain itu, ada juga pemburu harimau Sumatera seperti Mawi di Musi Rawas yang dikenal produktif. Th. Boreel dan Keluarga Bartels: Mereka dikenal sebagai pemburu harimau terkemuka di Sukabumi, yang tergabung dalam organisasi perkebunan. Tuan Ledeboer: Seorang pemburu legendaris dari Banyuwangi yang dikenal mampu menangkap puluhan harimau sendirian. Mawi: eorang pemburu harimau Sumatera yang sangat produktif di Musi Rawas, dikenal karena kemampuannya berburu sendirian dalam waktu lama dan menggunakan berbagai macam senjata. Pemburu gajah "tempo dulu merujuk pada orang-orang yang berburu gajah, baik untuk diambil gadingnya maupun untuk kesenangan. Perburuan gajah ini seringkali dilakukan oleh pihak kerajaan atau para bangsawan, seperti yang tercatat dalam sejarah Kesultanan Deli dan Belanda di Sumatera. Selama masa penjajahan, orang Belanda juga terlibat dalam perburuan gajah, baik untuk perdagangan maupun kesenangan. Ada juga catatan tentang bumiputra yang terlibat dalam perburuan gajah, terutama di wilayah Sumatera (AI Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah pemburu harimau itu bernama Tongkoe Soetan di Padang Lawas? Seperti disebut di atas, banyak hewan besar temnpo doeloe di Angkola, tetapi hany yang tersisa kini harimau dan orangutan. Salah satu pemburu harimau terkenal adalah Tongkoe Soetan dan pemburu gajah Bernama Pietersz. Lalu bagaimana sejarah pemburu harimau itu bernama Tongkoe Soetan di Padang Lawas? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.