Dudok de Wit di Medan 1904 |
***
Setelah
lama tidak terdengar pertandingan antara Sportclub SOK dari Medan dengan Langkat Sportclub dari Bindjei,
seorang pembaca menulis pada koran De Sumatra Post edisi 07-09-1903:
‘Sejak beberapa
jam yang lalu para penonton sudah hadir di lapangan Esplanade. Tepat pukul
04.15 awan tebal di atas Medan dan dikejauhan sudah terdengar gemuruh membuat
orang-orang semakin khawatir. Khawatir pertandingan tidak bisa
dilangsungkan. Para pemain yang juga sudah hadir saling memandang dengan mimic yang
juga khawatir. Semua khawatir hujan turun. Pada pukul 05.15 tim Sportclub SOK dan
Langkat Sportclub telah memasuki lapangan, sisi lapangan sudah dipenuhi
penonton yang sangat banyak termasuk wanita-wanita kulit putih. Untungnya angin
yang kencang di atmosfir telah mendorong awan sehingga hujan kemungkinan jatuh
di tempat lain. Sementara di seputar lapangan terasa angin bertiup lembut dan
sejuk.
Lalu pertandingan dimulai. Tim Langkat Sportclub memulai pertandingan dengan penguasaan bola yang baik. Sebaliknya, Sportclub SOK malah terdesak karena hanya bermain dengan sepuluh pemain. Pertandingan sesungguhnya menarik, saling menyerang, tetapi tim Medan tidak beruntung. Sebaliknya tim Langkat dengan pengorganisasian permainan yang baik dan berhasil menang telak 5-1. Uniknya tim Langkat ini membawa pemandu sorak. Usai pertandingan tim Langkat pulang dengan kereta ekstra pukul 07.15 menuju Timbang, Bindjei. Perjalanan kereta ini membawa sekitar 30 Langkatter yang dikawal dengan militer. Tim Langkat meninggalkan stasion yang disorakin oleh para suporter Medan. Saya juga mendapat kabar pertandingan antara dua tim akan dilanjutkan nanti bulan November di Bindjei.
Lalu pertandingan dimulai. Tim Langkat Sportclub memulai pertandingan dengan penguasaan bola yang baik. Sebaliknya, Sportclub SOK malah terdesak karena hanya bermain dengan sepuluh pemain. Pertandingan sesungguhnya menarik, saling menyerang, tetapi tim Medan tidak beruntung. Sebaliknya tim Langkat dengan pengorganisasian permainan yang baik dan berhasil menang telak 5-1. Uniknya tim Langkat ini membawa pemandu sorak. Usai pertandingan tim Langkat pulang dengan kereta ekstra pukul 07.15 menuju Timbang, Bindjei. Perjalanan kereta ini membawa sekitar 30 Langkatter yang dikawal dengan militer. Tim Langkat meninggalkan stasion yang disorakin oleh para suporter Medan. Saya juga mendapat kabar pertandingan antara dua tim akan dilanjutkan nanti bulan November di Bindjei.
Susunan pemain
sebagai berikut: Langkat: doel (Stok), backs Young, en Schmoutziger, half backs
Schoevers, Gray, en Home, forwards Hinlopeu, Thomson, V. Kestereu, V. Limburg,
Schouteudorp en Cowan. Medan: doel (Störman), backs V. Reesema, en Bucfc, half
backs Jongencel, Cornfield, en Vervloet, forwards Koolemans Bayueu, V. Goch, V.
Heil Jr., Samson, en Ferguson’.
Pada
akhir tahun 1903 pertandingan benar dilaksanakan antara Langkat Sportclub
dengan Sportclub SOK yang dikaitkan dalam rangka menyambut Fiest Bindjei. Kedua
tim terdiri dari berikut. Engeland: Home (doel); Pinckney en Young (achter);
Gray, Doughty en Warden (midden); Hotchkiss, Cowan, Powel, Rattray en Thomson
(voorwaarts). Holland: dr. de Jong (doel); Buck en Hinloopen (achter);
Schmoutzinger, van Kesteren en Schoevers (middeu); Schoutendorp, Siewerts v.
Reesema, Perk, Nolthenius en Boogaerts (voorwaarts). Hasil pertandingan pada
babak pertama Inggris unggul dua gol lalu diperkecil Belanda hingga tiba
waktunya turun minum, Pada babak kedua dengan skor akhir 3-2 untuk kemenangan
tuan rumah (lihat De Sumatra post, 17-03-1904).
Suporter ke Binjei dan Tim
Deli Melawat ke Penang
Pada
awal tahun 1904 terdapat suatu pertandingan oleh tim yang baru. Sementara, Tim Sportclub
SOK dan Langkat Sportclub tengah digabung dengan membentuk tim Deli yang akan
melawat ke Penang. Adanya tim baru itu dilaporkan De Sumatra post, 15-02-1904.
Besok sore, di
sini (maksudnya Esplanade, Medan) pukul 5 diadakan pertandingan sepakbola yang
mempertemukan antara tim Medan dan tim Boven-Langkat (Langkat Hulu). Tim Medan yang
akan bermain: Doel: Bouman. Achter: Vervloet, Avis. Midden: Troup, Munters,
Cornfield. Voor: Wols v. d. Well, van Daalen, Mullier, Flinzner, en Kuip. Sebagai
wasit terjadi Mr. Hell.
Sementara
itu, De Sumatra post, 20-02-1904 tim Deli yang telah melawat ke Penang
dilaporkan sebagai berikut:
Seaview/Oriental Hotel, Penang (1900) |
Peta Selat Malaka: Medan-Penang (1905) |
Pertandingan
pertama ini Deli kalah dengan skor 2-3. Pertandingan dimulai pada pukul 5.15.
Susunan pemain: Penang: Darke (doel). Dainton en Sharman (achter) Jack, Graham
en Griffiin (midden). Farrer (captain), Croman, Bradbey, Forbes, Ellery (voor).
Sumatra: G. Stok (captain-doel) Young en v. Hell Jr. (achter) Jongeneel, v. Goch en Schoevers
(midden), Koolemens Beynen, Samson, Hotchkiss, Rattray en Thomson (voor). Pada
babak pertama berakhir dengan imbang tanpa gol. Pada babak kedua Penang
membuahkan gol lebih banyak. Pertandingan itu seharusnya imbang. Wasit yang
memimpin Edwards. Pertandingan kedua akan dilangsungkan besok tanggal 18.
Dermaga Belawan (1903) |
Kedua,
Pada tahun 1901 ketika tim Penang datang ke Medan, tim gabungan Deli hanya satu
pemain dari Langkat (Percy Pinkncy), sedangkan selebihnya dari Medan. Kini,
ketika tim gabungan Deli melawat ke Penang justru pemain Langkat cukup dominan.
Ini menunjukkan pemain-pemain Langkat sudah bisa mengimbangi pemain-pemain
Medan dalam pembentukan tim gabungan (LDC). Kini, hanya Stok dan v. Hell yang
tersisa dalam lawatan ke Penang. Nama Vervloet yang masuk tim LDC dulu kini
justru terlihat bermain dengan satu tim pada saat keberangkatan LDC ke Penang. Apakah
ini mengindikasikan telah berlangsung regenerasi secara cepat atau ada
persoalan lain?
Mitos Sepakbola Eropa di Iklim Tropis
De
Sumatra post, 23-03-1904 memberi ulasan kembali tentang sepakbola sesuatu yang
baru di iklim tropis yang dekat dengan khatulistiwa.
‘Kami sekarang
memiliki cabang olahraga dengan memperhatikan yang sudah terjadi dalam dunia
olahraga disini. Meski musim kering, semakin banyak kesempatan untuk latihan di
luar ruangan di Oostkust, dan benar-benar ada sebagaimana halnya di Negara kita.
Satu hal belum begitu erat hubungan Uni Eropa di sini yang umumnya mereka
berasal dari Old Britania. Namun demikian, sudah terlihat animo yang tinggi
baik sebagai pengagum maupun penonton meski yang ada masih amatir. Jumlahnya
tidak kecil. Hal ini setidaknya bisa dilihat baru-baru ini di Bindjei bagaimana
olahraga sudah mewabah. Di sini di Medan, tidak seperti di ruang tertutup,
dapat ditemukan dimana penonton sepakbola terus mengikuti sejak awal pertandingan
hingga berakhir. Kini saatnya semua pihak mengabdikan dirinya untuk sepakbola
atau tenis, kriket atau golf atau pada hari Minggu dalam wisata bersepeda. Esplanade
adalah paru-paru besar Kota Medan, tempat yang sehat dan bersenang-senang untuk
sepeda, yang hari demi hari semakin banyak orang muda berlatih di cuaca tropis
yang panas untuk melatih tubuh agar bisa lebih cepat dan lebih elastic. Anggapan orang Eropa tidak bisa bermain sepakbola di iklim tropis tidak beralasan. Bahkan
disini begitu baik untuk melakukan golf. Ini hanya awal. Pada tanggal 3 April
nanti akan dilaksanakan pertandingan antara Eropa dan Toengkoe. Tim
Deli-Langkat sendiri belum ditetapkan. Ini adalah perjuangan untuk hegemoni…olahraga..,masyarakat
yang mampu beradaptasi di daerah yang dekat khatulistiwa’
Dari
ulasan ini dapat disimpulkan perkembangan olahraga khususnya sepakbola tidak
terbendung lagi meski iklim tropis yang kurang mendukung sebagaimana di Eropa.
Dunia olahraga memiliki caranya sendiri untuk mengatasi masalahnya dan membuat
anggapan selama ini tidak selalu benar. Dari ulasan ini juga terungkap bahwa
telah ada kekuatan sepakbola yang disebut Toengkoe. Ini mengindikasikan bahwa
permainan sepakbola yang sejak awal pribumi sudah ada, tetapi kini dengan
munculnya Toengkoe pengelola sepakbola pribumi lebih terwakili.
Para
penonton pribumi datang ke lapangan pertandingan sepakbola memang sudah
terbentuk sejak lama. Namun selama ini hanya terbatas jika tim didukung menjadi
tuan rumah. Suporter pribumi juga telah mulai mengikuti kemana tim puijaannya pergi
bertanding. Ini terindikasi ketika De Sumatra post, 29-04-1904 melaporkan bahwa
‘Sportclub akan bertandang ke Bindjai melawan Langkat Sportclub. Disebutkan
bahwa ada kereta ekstra dari Bindjei ke Medan pemberangkatan pukul 7.00 (tidak
seperti biasanya, 7.15) dimana kereta akan berhenti di stasion pembantu Diski
dan Soenggal. Bagi non anggota Sportclub dapat memanfaatkan kesempatan ini’.
Ini satu sinyal, bahwa Sportclub butuh dukungan meski itu datang dari pribumi
yang akan turun di Diski dan Soenggal serta tentu saja yang akan turun di Medan.
Sportclub yang membuka diri untuk suporter pribumi menunjukkan suporter juga
mulai terwakili. Dunia sepakbola memang harus begitu. Men sana corpora sano.
‘Menteri
Olahraga’ Belanda di Deli
De Sumatra post, 30-04-1904 melaporkan kedatangan Dudoc de Wit ke Deli. Berita ini diketahui atas informasi koerspondennya yang tengah bertugas di Belawan. De Wit datang secara diam-diam, tanpa gembar-gembor padahal Dudoc de Wit di Belanda dijuluki sebagai Menteri Olahrga. Inilah kunjungan pertama Dudoc de Wit ke Nederlansch Indie dan hanya mengunjungi Deli, tidak sampai ke Batavia, tetapi langsung menuju Amerika Serikat. Berita ini sangat mengagetkan awak media di Kota Medan. Inilah sari beritanya.
Stasion Belawan (1904) |
Dudoc de Wit dijuluki sebagai Menteri Olahraga karena kepeduliannya terhadap olahraga. Kepeduliannya terhadap berbagai cabang olahraga termasuk sepakbola jauh melampaui Menteri Olahraga sungguhan. Sayang, pada masa itu belum ada jabatan Menteri Olahraga di dalam pemerintahan. Karena itu tidak salah Dudoc dapat dianggap sebagai Menteri Olahraga Nederland. Sumbangannya terhadap dunia olahraga tidak sedikit. Kunjungannya ke Medan dikaitkan dengan hal olahraga atas inisiatifnya sendiri mengunjungi Deli dan Sportclub Medan. Bukti kedekatan Dudoc de Wit dengan Sportclub diberitakan oleh De Sumatra post, 17-06-1904. Dalam Rapat Umum Luar Biasa Sportclub yang diadakan pada tanggal 16 salah satu agenda adalah pengesahan Dudoc de Wit sebagai anggota kehormatan Sportclub Medan.
Hotel de Boer (1904) |
Klub Pribumi Pertama
Kabar tentang adanya klub pribumi bukan
sekadar berita burung. Nyata bahwa klub pribumi telah dibentuk secara formal
dan diresmikan dengan nama Toengkoe Voetbal Club disingkat TVC. Klub ini
berdomisili di Bindjei dan memulai kiprahnya pada tahun ini (1904). Besar
kemungkinan TVC adalah klub pertama pribumi yang didirikan di Nederlansch
Indie. Pengertian klub pribumi Toengkoe dengan Dr. Djawa di Batavia sebagai
klub Belanda, hanya saja para pemain klub Dr. Djawa 100 persen orang pribumi.
[Catatan: Klub yang mirip dengan Dr. Djawa ini adalah klub yang dibentuk tahun
1919 di Bandoeng dengan nama Osvia, pemainnya 100 persen pribumi, karena
sekolah OSVIA adalah sekolah calon pejabat pribumi yang kemudian hari menjadi
cikal bakal APDN]. Pengertian ini juga sekaligus meluruskan bahwa klub Belanda
juga terdapat pemain pribumi atau Tionghoa.
De Sumatra post, 10-10-1904 melaporkan: ‘kemarin sore
diadakan pertandingan antara klub Medan, Letterzetters Club (L.Z. Club) dengan
klub Bindjei, Toengkoe. Pertandingan ini dilangsungkan di lapangan Langkat
Sportclub. Medanners terlalu kuat buat Bindjeyers. Baru sepuluh menit, Toengkoe
sudah kebobolan dua gol. Pada babak pertama skor 5-0 untuk Medan. Wasit yang
memimpin pertandingan, dengan sangat perasaan terpaksa menghentikan pertandingan
sebelum waktunya usai. Kedudukan terakhir dengan skor 11-0. Toengkoe teamwork
lemah dan masih banyak yang harus dibenahi’.
De Sumatra post, 12-10-1904 melaporkan: ‘pada tanggal 16
Januari akan diadakan pertandingan antara Deli Sportclub melawan Langkat
Sportclub di Bindjei. Susunan kedua tim: Voor Langkat : goal : Stok ; back :
Schoevers en Young ; half back : Pinckncy, Hotochkiss en v. Reesema; forward;
Schmoutzigner, Thomson, Rattray, van Gogh en Avis. Voor Deli: goal: Koopman;
back: Bucfc en Vervloet; half back : Munters, Jongencel en Langeveld ; forward
; Wols v. d. Well, Samson, Wemmerslager, Willemse en Rhemrev. Kepergian pemain
Medan ke Bindjei akan berangkat dengan kereta pukul 2.51. Untuk kepulangan ada
kereta tambahan pada pukul 6.30 dari Bindjey yang akan memberangkatkan para
pemain (spelers) dan suporter (sportliefhebbers) untuk kembali ke Medan. Kereta
ini akan berhenti di stasion Diski dan Soenggal’.
De Sumatra post, 04-02-1905 memuat maklumat: ‘Zondag 5
Februari, Pertandingan sepakbola di Esplanade, Medan’ (pertandingan ini tidak
dinyatakan antar klub apa).
Catatan: Letterzetter Club dan Toengkoe Club adalah dua klub pribumi yang pertamakali teridentifikasi di Deli (1904). Klub Toengkoe adalah klub dari anak-anak sultan dan pangeran yang berbasih di Bindjey. Sedangkan klub Letterzetter yang disingkat LZ Club adalah klub yang dihuni oleh anak-anak dari pebisnis Tapanoeli yang berbasis di Medan. Klub LZ dibawah naungan percetakan yang dimiliki oleh Dja Endar Moeda Harahap.
***
Tandjoengpoera (1905) *Sebelum tahun 1900 hanya Deli dan Langkat di Sumatra's Ooskust dengan ibukotanya Medan yang sering diberitakan oleh media. Langkat sendiri terdiri dari Langkat Hulu (boven) dan Langkat Hilir (beneden). Di Tandjoemg Poera (Langkat Hilir) dalam perkembanganya ditempatkan seorang Asisten Residen, sedangkan di Bindjei tetap dipimpin seorang controleur. Satu lagi kota yang sudah banyak penduduknya di Langkat kala itu adalah Pangkalan Brandan (lanskap minyak bumi). Kota Bindjei meski penduduknya relatif sedikit dibanding Tandjoeng Poera namun komunitas orang Eropa cukup signifikan jumlahnya, terutama orang Eropa yang berasal dari Inggris (orang Belanda justru relatif sedikit). Sebaliknya, di Tandjoeng Poera komunitas Belanda tampak lebih banyak karena menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda di Langkat. Pada masa tersebut sudah ada beberapa anak Padang Sidempoean yang bertugas di Langkat baik sebagai guru (alumni Kweekschool Padang Sidempoean) maupun berdinas sebagai dokter (alumni Docter Djawa School).
Setelah tahun 1900 anak-anak Padang Sidempoean yang datang ke Langkat semakin bervariasi profesinya. Pada tahun 1914 datang seorang anak Padang Sidempoean yang bertugas sebagai jaksa yang bernama Djamin Baginda Soripada (lihat (Bataviaasch nieuwsblad, 12-05-1914). Djamin Harahap adalah ayah dari Amir Sjarifoeddin - salah satu the founding father RI.
Peta Tandjoengpoera (1920)
Ayah dari Djamin atau kakek dari Amir bernama Soetan Goenoeng Toea (lahir di Baringin, Sipirok 1840) memulai pendidikan dasar yang didirikan Gustav van Asselt di Prau Sorat (1863) dengan gurunya Nommensen. Soetan Goenoeng Toea, murid pertama Nommensen ini memulai karir sebagai penulis di kantor Asisten Residen di Padang Sidempoean. Ketika Sipirok dibentuk menjadi onderafdeeling, Soetan Goenong Toea menjadi penulis di kantor Controleur Sipirok yang lalu kemudian diangkat menjadi jaksa di Sipirok 1875.
Djamin lahir di Sipirok, 1885 yang kala itu ayahnya Soetan Goenoeng Toea bertugas sebagai jaksa di Sipirok. Setelah beberapa kali pindah tempat sebagai jaksa, Soetan Goenong Toea pensiun di Medan. Djamin memulai sekolah ELS di Medan lalu magang di kantor pemerintah (Gementeebestuur) di Medan.Pada tahun 1911 Djamin diangkat sebagai pegawai di kantor Residen di Medan yang awalnya menjabat sebagai mantri polisi kemudian diangkat menjadi jaksa (like son like father). Pada tahun 1914 Djamin dipindahkan sebagai jaksa ke Tandjoeng Poera, lalu pindah lagi ke Siboga, Sabang dan kembali pindah ke Siboga (ibukota Residen Tapanoeli) hingga pension. Anak oetan Goenoeng Toea yang lain adalah Mangaradja Hamonangan, alumni Kweekschool Padang Sidempoean dan setelah pension sebagai guru di Padang Sidempoean menjadi pengusaha perkebunan di Batangtoroe. Salah satu putranya adalah Soetan Goenoeng Moelia (kelahiran Padang Sidempoean) yang juga jadi guru--guru pribumi pertama yang bergelar doktor lulus dari Negeri Belanda.
Satu lagi anak Padang Sidempoean yang memulai karir di Medan adalah Abdoel Firman. Kisah Abdoel Firman sangatlah menarik. Setelah selesai sekolah rakyat di Sipirok lalu merantau ke Medan. Di Medan, 1903 Abdul Firman melamar dan sembilan orang mengikuti ujian untuk klein ambtenaar. Hanya dia sendiri yang pribumi. Hasilnya tidak diterima. Abdul Firman ternyata tidak patah arang. Modal sekolah rakyat tidak cukup. Tahun itu juga ia mengikuti ujian masuk ELS (Europeesche Lagere School) sehubungan dengan diperbolehkannya warga pribumi utama. Sekolah ini lamanya tujuh tahun.
Setelah lulus di Medan (1910) Abdul Firman tidak ke Batavia sebagaimana orang-orang kebanyakan melamar ke STOVIA. Abdul Firman justru BTL menuju Belanda. Dari Belawan ia berangkat dengan kapal Prinses Juliana dan berlabuh di Rotterdam. Di pelabuhan besar ini, Abdul Firman dijemput Soetan Casajangan (anak Padang Sidempoean yang sudah sejak 1905 berada di Belanda) dan diantar ke Leiden untuk mencari sekolah tinggi. Selesai studi Abdul Firman coba membuka usaha firma di Amsterdam di awal 1914 (iklan di koran). Akan tetapi tidak berhasil. Ini kegagalan kedua Abdul Firman. Dia tidak patah arang. Lalu Abdul Firman pulang ke tanah air pada tanggal 27 Oktober 2014 dengan kapal s.s. Loudon langsung ke Jawa.
Di Batavia, Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon Soangkoepon melamar menjadi ambtenaar dan berhasil serta diterima. Abdul Firman lantas ditempatkan di kantor Asisten Residen di Asahan, Sumatra Timur. Tidak lama, lantas kemudian, Soangkoepon dipindahkan ke kantor Asisten Residen Simalungun pada tahun 1915. Pada tahun 1917, Abdul Firman yang kini menjadi pegawai di kantor Asisten Residen Simeloengoen dan Karolanden di Pematangsiantar mencalonkan diri untuk kandidat Volksraad dari wilayah pemilihan Pematang Siantar. Di koran ini juga mentornya dulu di Negeri Belanda, Soetan Casajangan mencalonkan diri dari wilayah pemilihan Batavia. Keduanya sama-sama gagal.
Abdul Firman tidak patah arang, lantas mencalonkan diri menjadi anggota Dewan Kota Pematang Siantar. Abdul Firman berhasil. Sebelumnya sudah ada teman-temannya yang menjadi anggota dewan kota, yakni: Madong Lubis, Dr. Muhammad Hamzah dan Soetan Martoewa Radja Siregar di Pematang Siantar; Abdoel Hakim Harahap (gubenur ketiga Sumatra Utara) dan Loeat Siregar (Walikota Medan pertama) di Medan. Selanjutnya 1926, Abdul Firman ditunjuk menjadi anggota Dewan Kota Tandjong Baleh.
Setahun kemudian, mencalonkan diri untuk Volksraad di Batavia mewakili wilayah pemilihan Sumatra's Oostkust. Alhamdulilah, berhasil melenggang ke Pajambon (sekarang berlokasi di Senayan). Sementara dari wilayah pemilihan Tapanoeli yang melenggang ke Volksraads adalah Dr. Abdoel Rasjid. Pada pemilihan Voklsraads periode berikutnya Dr. Abdoel Rasjid tetap mewakili Residentie Tapanoeli dan Mangaradja Soeangkoepon tetap mewakili Sumatra’s Oostkust plus Dr. Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia mewakili daerah pemilihan Batavia (bersama Hoesni Thamrin). Satu lagi anak Padangsidempoean adalah Dr. Radjamin Nasoetion dari wilayah pemilihan Oost Java (Soerabaija) juga melenggang ke Pejambon. Dengan demikian ada empat anak Padang Sidempoean yang berada di Volksraads.
Gedung Volksraads, Batavia
(berambung)
*Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber tempo doeloe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar