*Kronologi
berdasarkan berita dalam surat kabar tempo doeloe
Koffij-cultuure
yang diperkenalkan Belanda di Mandheling dimulai tahun 1841. Adalah Inggris yang
memperkenalkan kopi di Mandheling. Belanda ala koffij-cultuure hanya sekadar
melanjutkan yang sudah ada. Produksi kopi sebelum Belanda datang (1833) sudah
ada dan bahkan sudah diperdagangkan (1818). Kemudian, 20 tahun kemudian, sejak
koffij-cultuure dimulai, Belanda menganggap perlu untuk meningkatkan hasil
melalui Koffij-stelsel.
***
Akhir
November 1854, sudah ada dua pemuda Mandheling, Si Asta dan Si Angan yang tiba
di Batavia. Mereka ini adalah anak-anak potensial yang ingin studi tentang
kesehatan (bedah dan kebidanan) di sekolah tinggi kedokteran pribumi di
Batavia. Pilihan orangtua anak-anak ini, sangat masuk akal, sebab di Mandheling
selain wabah penyakit masih sering muncul (inpeksi) juga persoalan pertolongan
kelahiran. Ahli kesehatan yang ada,
hanya cukup untuk orang-orang Belanda dan itupun biasanya ditempatkan di
tangsi-tangsi militer. Bagi masyarakat Mandheling yang sudah lama menderita
(padri dan koffij-cultuure), adanya penyakit dan masalah-masalah persalinan akan
menambah penderitaan bagi penduduk. Sudah waktunya ada yang mengatasi secara baik
dan modern. Inilah misi para anak muda ini studi kedokteran ke Batavia.
.
.
Sementara
itu, seorang pemuda bernama Si Sati yang dikenal kemudian sebagai Willem
Iskander, sudah pula berada di Belanda sejak 1857 untuk studi dalam pendidikan
guru (kweekschool). Willem Iskander adalah guru di sekolahnya sendiri, sejak ia
lulus tahun 1855 diangkat menjadi guru untuk menggantikan gurunya yang
berbangsa Belanda. Willem Iskander menganggap bahwa kebutuhan guru sangat
mendesak, karena masyarakat memerlukan pendidikan. Untuk memenuhi guru-guru
formal ini (pendidikan guru), Willem Iskander mendiskusikan dengan mentornya,
A.P. Godon. Kedua orang ini memiliki visi dan misi yang sama. Karena itulah
Willem Iskander berambisi untuk sekolah guru ke Negeri Belanda.
Tiga
anak muda ini merupakan anak-anak Mandheling dari generasi pertama yang
mendapatkan pendidikan modern (barat) di Tapanuli. Si Asta dan Si Angan adalah ‘kakak kelas’ dari
Willem Iskander, meski boleh jadi mereka semua yang belajar berada di ruang
kelas yang sama yang hanya dari seorang guru (istri Godon). Mereka bertiga
mendapat beasiswa atau tanggungan negara dari pemerintah Hindia Belanda. Jumlah
pengeluaran beasiswa ini tidaklah seberapa jika dibandingkan dengan penerimaan
pemerintah dari koffij-cultuure dan koffij-stelsel. Namun, manfaat yang
diperoleh pribumi sungguh sangat luar biasa di kemudian hari (kalau bahasa
sekarang diukur dengan IPM-Indeks Pembangunan Manusia, yang terdiri dari tiga
hal: pendapatan ekonomi, kesehatan keluarga dan pendidikan individu).
Sumatra-courant:
nieuws-en advertentieblad, 23-08-1862: ‘Di
Mandheling menumbuhkan budaya kopi diperkenalkan pada otoritas dewan, sekitar
tahun 1841. Dia ada di sana dengan banyak kesulitan yaitu saat kamp. penduduk
tidak kasih sayangnya, dan menghasilkan keberatan dan hampir tak dapat diatasi.
Penanam harus mengolah kopinya dan membawa sendiri di resor pantai Natal.
Sebuah jalan yang sangat sulit menuju ke sana dan untuk perjalanan pulang
mereka membutuhkan beberapa hari, dan tidak mengherankan bahwa beberapa produk
mereka habya ditawarkan kepada yang lain sebagai hadiah, dan sebagian yang lain
membuang begitu saja. Satu hal memastikan bahwa sangat banyak dari mereka
melemparkan kopi yang dibuat dan dibuang ke Batang Gadies ke laut’.
Nieuwe
Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws-en advertentieblad,
27-08-1862: ‘Perdagangan kopi, pada
penutupan tanggal 27 Juni sebanyak 40.000 pikul kualitas satu, 2.000 pikul
kualitas dua dengan harga tertinggi f 40.24 dan terdendah f 35.40. Harga
kopi Mandheling lagi dibayar
jauh lebih mahal daripada jenis lainnya, dan semuanya dibuat untuk ekspor
ke Belanda’.
Kesehatan. Sumatra-courant: nieuws-en
advertentieblad, 30-08-1862: ‘Di Groot Mandheling dan di Pïutulsche demam marak
dan di Ankola, penduduk menderita penyakit mata. Di tempat lain adalah keadaan
kesehatan memuaskan’.
Dari
Koffij-Cultuure ke Koffij-Stelsel
Willem
Iskander telah selesai studi di Negeri Belanda dan tiba kembali di Mandheling,
1862. Babak baru pendidikan dimulai di Mandheling. Sedangkan koffij-stelsel
sudah lama berlangsung.
Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 06-09-1862 (‘Het
Koffij-stelsel van Sumatra’s Westkust’, Vervolg van No. 54.) II. De invoering,
werking en uitkomst van het stelsel): ‘.. pengaturan system pertanaman dan
perdagangan…arus transportasi kopi dari Mandheling ke Natal dan dari Ankola ke
Loemoet. Untuk meningkatkan efektivitas, melalui darat…konsekuensi adanya biaya
transporttasi dan pejabat dibebankan ikut mengawasi misalnya antara Mandheling
ke Padang’.
Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 13-09-1862 ((‘Het
Koffij-stelsel van Sumatra’s Westkust’, Vervolg van No. 56.) II. De Invoering, werking en uitkomst van het stelsel): ‘sistem
yang ada tidak disuka masyarakat (melibatkan wanita dan anak), masalah
pertanahan dan harga pembelian oleh pemerintah yang dianggap rendah,
menyebabkan penduduk malas dan tidak bersemangat’.
Kesehatan. Algemeen Handelsblad, 29-09-1862: ‘Selama
bulan ini, berita yang diterima menguntungkan tentang hasil panen padi di
pedalaman, namun kurang memuaskan tentang status kesehatan penduduk. Di Groot
Mandheling dan Natal, dataran tinggi, demam marak dan di Ankola menderita
penyakit mata penduduk. Status kesehatan di tempat lain cukup memuaskan’.
Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 11-10-1862: ‘menyoal tentang rute perjalanan antara laut
dan darat. Selama ini hanya angkutan barang dan orang melalui laut dari pantai
ke pantai di Sumatra’s Westkust. Tidak adanya infrastruktur darat yang memadai
membuat orang khawatir (terutama pedagang) untuk memasuki wilayah pedalaman
seperti di Mandheling yang indah. Pengembangan layanan trasportasi laut tidak
akan maksimal dan perlu memperhatikan layanan untuk angkutan daratan’.
Sumatra-courant: nieuws-en
advertentieblad, 22-11-1862: ‘menyoal tentang hokum (pidana dan
perdata) yang dikaitkan dengan jarak yang ditempuh oleh masyarakat dalam proses
pengurusan termasuk penduduk di Mandheling en Ankola’.
Pembangunan
Infrastruktur: Jalan Poros Kotanopan-Sibolga
Pembangunan
jalan di masa Aisten Residen A.P. Godon sesungguhnya sudah terlaksana antara
Panyabungan dan Natal. Pembangunan jalan ini merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari koffij-cultuure. Namun bagi Belanda memandang Tapanuli tidak
hanya Mandheling, karena itu harus ada jalan penghubung yang menghubungkan satu
sama lain dengan lanskap lainnya (Sipirok, Padang Lawas dan Silndung/Toba) sebagai
bagian dari rencana keseluruhan Belanda di Tapanuli yang belum tersendtuh sama
sekali. Saat itu, pembangunan jalan poros begitu penting, selain sudah ada
jalan arteri Natal-Panyabungan, jalan poros antara Kotanopan dan Sibolga akan
menyatukan semua jalan-jalan arteri di seluruh Tapanuli. Untuk efektivitas
pemerintahan dan perdagangan, jalan poros ini juga dengan sendirinya menghubungkan
dua asisten residen yang ada: Asisten Residen Tapanuli di Sibolga, dan Asisten
Residen Mandheling en Ankola di Kotanopan.
Jalan
poros ruas Tapanuli ini sesungguhnya bagian dari jalan poros Sumatra’s Westkust
darri Padang ke Fort de Kock, lalu Kotanopan, Padang Sidempoean dan Sibolga.
Jalan poros sebagai jalan negara, maka ia harus dibuat aturan
perundang-udangannya.
Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie,
26-11-1862: ‘Berdasarkan Staatsblad no. 59, tanggal 21 Oktober 1852 salah satu
keresidenan dari Gouvernement Sumatra's Westkust adalah Mandheling en Ankola.
Kemudian registrasi wilayah ini diperbarui berdasarkan Keputusan Gubernur
Jenderal Hindia-Belanda No. 22, tanggal 21 November I862 yang dimuat dalam
lembaran pemerintah (Staatsblad) No. 141. Dalam keputusan ini, diantaranya
dinyatakan, jalan poros (utama) di wilayah hukum Gouvernement Sumatra’s
Westkust adalah sebagai berikut:
·
dari
Kotta Nopan ke Laroe (½ etappe)
·
dari
Laroe ke Fort Elout (Penjaboengan) (1 etappe)
·
dari
Fort Elout (Penjaboengan) ke Siaboe (1 etappe)
·
dari
Siaboe ke Soeroematingi (1 etappe)
·
dari
Soeroematingi ke Sigalangan (1 etappe)
·
dari
Sigalangan ke Padang Sidempoean (1 etappe)
·
dari
Padang Sidempoean ke Panabassan (1 etappe)
·
dari
Panabassan ke Batang Taro (1 etappe)
·
dari
Batang Taro ke Loemoet (1 etappe)
·
dari
Loemoet ke Parbirahan (1 etappe)
·
dari
Parbirahan ke Toeka (½ etappe)
·
dari
Toeka ke Sibogha (½ etappe)
Rute jalan poros
dalam hal ini sesunguhnya adalah ratifikasi yang dilakukan terhadap jalan yang
sudah ada sejak era perdagangan awal (era pertukaran: garam dengan komoditi
lainnya). Sedangkan ukuran jarak hanya didasarkan pada titik persinggahan jika
perjalanan dilakukan dengan menggunakan kuda (etappe).
Kesehatan. Java-bode: nieuws, handels-en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 10-12-1862: ‘Status kesehatan penduduk
cukup memuaskan. Seluruh penduduk bekerja pada sawah dengan semangat. Di
Mandheling, Ankola dan Aijer-Bangische musim dimulai dengan tanaman’.
Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 27-12-1862 (iklan,
pengumuman pemerintah di Padang):
‘rekapitulasi hasil pembelian dan penjualan kopi pemerintah pada
penutupan bulan 20 Desember 1862. Dengan
satuan unit (lot) 200 picols, harga jual rata-rata sebesar f 41.75 per picols.
Harga rata-rata kopi Mandheling tertinggi, disusul kopi Ankola. Harga tertinggi
kopi Mandheling mencapai f 42.00 per picols, sementara harga kopi tertinggi
Ankola sebesar f 41.85 per picols’.
Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 27-12-1862: ‘Kita
melihat, misalnya, bahwa pada tahun 1839, di sebuah distrik di afdeeling
Mandheling, terjadi tindak pidana mati dikutuk oleh pengadilan asli setempat;
sementara semua argumen, semua persuasi, meskipun pengaruh dari pemerintah asal
Europcschen tidak mampu menahan anggota sidang itu untuk membuatnya mengerti:
bahwa kejahatan, yang merupakan orang gila, pelaku tidak dapat disalahkan!
Untungnya bagi lembah mengutuk keputusan Gubernur berkaitan dengan hukuman yang
dijatuhkan, tidak menjadi hukuman mati namun
disarankan pengasingan. Energi penghakiman pengadilan asli, oleh Gubernur
Sumutra Westkoast juga telah terjadi selama bertahun-tahun; dan kami percaya
itu akan butuh biaya untuk mendeteksi masalah kapan dan dimana yang telah
ditempatkan. Gubernur Swieten tampaknya telah memutuskan dan akan memperhatikan
masalan ini’.
Soetan Iskander
Pulang dari Negeri Belanda
Si
Sati alias Soetan Iskander alias Willem Iskander yang berangkat tahun 1857
studi ke Negeri Belanda, telah tiba di Batavia akhir 1861 dan kembali ke kampong
halaman di Mandheling tahun 1862. Atas
keinginannya, Willem Iskander mendapat izin dari pemerintah untuk mendirikan
sekolah guru (kweekschool) dan memilih lokasi di Tano Bato arah ke Natal yang berhawa sejuk. Pemerintah mengangkat
Willem Iskander sebagai guru dan memiliki SK pegawai pemerintah.
Bataviaasch handelsblad, 27-12-1862: ‘Empat
tahun lalu oleh asisten residen Godon sekembalinya ke Belanda, salah satu dari
Sumatera, Mandhelinger, Sotan Iskander, juga dibawa. Hal ini di Belanda dilatih
dan baru saja kembali sebagai orang bijak dan beradab di negaranya. Guru
sekolah, sebuah bukti baru dari pengembangan orang asli bahkan dari daerah
paling beradab. Iskander sekarang berdiri sebagai kepala sekolah biasa di
Mandheling dan dewan akan berada di sana agar mampu, sebab pendidikan di atas
cara dimaksud yang tentunya adalah mengharapkan hasil yang terbaik’.
De Oostpost: letterkundig, wetenschappelijk en
commercieel nieuws-en advertentieblad, 16-02-1863: Diberikan dua tahun cuti
ke Belanda, karena sakit, kepada adsistent Residen dari Mandheling en Ankola (Sumatra’s
Westkust), A. van der Hoeven Pruijs’.
Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 28-03-1863,
(iklan, pengumuman pemerintah di Padang):
‘rekapitulasi hasil pembelian dan penjualan kopi pemerintah pada
penutupan bulan 20 Maret 1863. Dengan
satuan unit (lot) 200 picols, harga jual rata-rata sebesar f 43.15 per picols.
Harga rata-rata kopi Mandheling tertinggi, disusul kopi Ankola. Harga tertinggi
kopi Mandheling mencapai f 43.25 per picols, sementara harga kopi tertinggi
Ankola sebesar f 43.00 per picols’.
Catatan:
- Sumber utama (dalam tanda kutip) merupakan sari berita yang relevan dengan artikel ini. Sumber lain (ditulis anonim) hanya sebagai informasi pendukung agar konteks ‘berita’ sesuai.
- Isi artikel ini dibuat seorisinil mungkin, hanya berdasarkan informasi (surat kabar) yang tersedia. Kemungkinan adanya ‘bolong-bolong’ di sana sini, silahkan para pengguna (pembaca) melengkapi dan menginterpretasi sendiri.
- Beberapa kalimat masih memerlukan proses penerjemahan (menyusul).
(bersambung)
*Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber tempo doeloe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar