Selasa, September 02, 2014

Bag-3. Sejarah MANDAILING: ‘Koffij-Stelsel, Willem Iskander Mendirikan Kweekschool di Tano Bato’


*Kronologi berdasarkan berita dalam surat kabar tempo doeloe

Koffij-cultuure yang diperkenalkan Belanda di Mandheling dimulai tahun 1841. Adalah Inggris yang memperkenalkan kopi di Mandheling. Belanda ala koffij-cultuure hanya sekadar melanjutkan yang sudah ada. Produksi kopi sebelum Belanda datang (1833) sudah ada dan bahkan sudah diperdagangkan (1818). Kemudian, 20 tahun kemudian, sejak koffij-cultuure dimulai, Belanda menganggap perlu untuk meningkatkan hasil melalui Koffij-stelsel.

***
Akhir November 1854, sudah ada dua pemuda Mandheling, Si Asta dan Si Angan yang tiba di Batavia. Mereka ini adalah anak-anak potensial yang ingin studi tentang kesehatan (bedah dan kebidanan) di sekolah tinggi kedokteran pribumi di Batavia. Pilihan orangtua anak-anak ini, sangat masuk akal, sebab di Mandheling selain wabah penyakit masih sering muncul (inpeksi) juga persoalan pertolongan kelahiran.  Ahli kesehatan yang ada, hanya cukup untuk orang-orang Belanda dan itupun biasanya ditempatkan di tangsi-tangsi militer. Bagi masyarakat Mandheling yang sudah lama menderita (padri dan koffij-cultuure), adanya penyakit dan masalah-masalah persalinan akan menambah penderitaan bagi penduduk. Sudah waktunya ada yang mengatasi secara baik dan modern. Inilah misi para anak muda ini studi kedokteran ke Batavia.
.
Sementara itu, seorang pemuda bernama Si Sati yang dikenal kemudian sebagai Willem Iskander, sudah pula berada di Belanda sejak 1857 untuk studi dalam pendidikan guru (kweekschool). Willem Iskander adalah guru di sekolahnya sendiri, sejak ia lulus tahun 1855 diangkat menjadi guru untuk menggantikan gurunya yang berbangsa Belanda. Willem Iskander menganggap bahwa kebutuhan guru sangat mendesak, karena masyarakat memerlukan pendidikan. Untuk memenuhi guru-guru formal ini (pendidikan guru), Willem Iskander mendiskusikan dengan mentornya, A.P. Godon. Kedua orang ini memiliki visi dan misi yang sama. Karena itulah Willem Iskander berambisi untuk sekolah guru ke Negeri Belanda.

Tiga anak muda ini merupakan anak-anak Mandheling dari generasi pertama yang mendapatkan pendidikan modern (barat) di Tapanuli. Si  Asta dan Si Angan adalah ‘kakak kelas’ dari Willem Iskander, meski boleh jadi mereka semua yang belajar berada di ruang kelas yang sama yang hanya dari seorang guru (istri Godon). Mereka bertiga mendapat beasiswa atau tanggungan negara dari pemerintah Hindia Belanda. Jumlah pengeluaran beasiswa ini tidaklah seberapa jika dibandingkan dengan penerimaan pemerintah dari koffij-cultuure dan koffij-stelsel. Namun, manfaat yang diperoleh pribumi sungguh sangat luar biasa di kemudian hari (kalau bahasa sekarang diukur dengan IPM-Indeks Pembangunan Manusia, yang terdiri dari tiga hal: pendapatan ekonomi, kesehatan keluarga dan pendidikan individu).

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 23-08-1862: ‘Di Mandheling menumbuhkan budaya kopi diperkenalkan pada otoritas dewan, sekitar tahun 1841. Dia ada di sana dengan banyak kesulitan yaitu saat kamp. penduduk tidak kasih sayangnya, dan menghasilkan keberatan dan hampir tak dapat diatasi. Penanam harus mengolah kopinya dan membawa sendiri di resor pantai Natal. Sebuah jalan yang sangat sulit menuju ke sana dan untuk perjalanan pulang mereka membutuhkan beberapa hari, dan tidak mengherankan bahwa beberapa produk mereka habya ditawarkan kepada yang lain sebagai hadiah, dan sebagian yang lain membuang begitu saja. Satu hal memastikan bahwa sangat banyak dari mereka melemparkan kopi yang dibuat dan dibuang ke Batang Gadies ke laut’.

Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws-en advertentieblad, 27-08-1862: ‘Perdagangan kopi, pada penutupan tanggal 27 Juni sebanyak 40.000 pikul kualitas satu, 2.000 pikul kualitas dua dengan harga tertinggi f 40.24 dan terdendah f 35.40. Harga kopi  Mandheling  lagi dibayar  jauh lebih mahal daripada jenis lainnya, dan semuanya dibuat untuk ekspor ke Belanda’.

Kesehatan. Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 30-08-1862: ‘Di Groot Mandheling dan di Pïutulsche demam marak dan di Ankola, penduduk menderita penyakit mata. Di tempat lain adalah keadaan kesehatan memuaskan’.

Dari Koffij-Cultuure ke Koffij-Stelsel

Willem Iskander telah selesai studi di Negeri Belanda dan tiba kembali di Mandheling, 1862. Babak baru pendidikan dimulai di Mandheling. Sedangkan koffij-stelsel sudah lama berlangsung.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 06-09-1862 (‘Het Koffij-stelsel van Sumatra’s Westkust’, Vervolg van No. 54.) II. De invoering, werking en uitkomst van het stelsel): ‘.. pengaturan system pertanaman dan perdagangan…arus transportasi kopi dari Mandheling ke Natal dan dari Ankola ke Loemoet. Untuk meningkatkan efektivitas, melalui darat…konsekuensi adanya biaya transporttasi dan pejabat dibebankan ikut mengawasi misalnya antara Mandheling ke Padang’.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 13-09-1862 ((‘Het Koffij-stelsel van Sumatra’s Westkust’, Vervolg van No. 56.) II. De Invoering, werking en uitkomst van het stelsel): ‘sistem yang ada tidak disuka masyarakat (melibatkan wanita dan anak), masalah pertanahan dan harga pembelian oleh pemerintah yang dianggap rendah, menyebabkan penduduk malas dan tidak bersemangat’.

Kesehatan. Algemeen Handelsblad, 29-09-1862: ‘Selama bulan ini, berita yang diterima menguntungkan tentang hasil panen padi di pedalaman, namun kurang memuaskan tentang status kesehatan penduduk. Di Groot Mandheling dan Natal, dataran tinggi, demam marak dan di Ankola menderita penyakit mata penduduk. Status kesehatan di tempat lain cukup memuaskan’.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 11-10-1862: ‘menyoal tentang rute perjalanan antara laut dan darat. Selama ini hanya angkutan barang dan orang melalui laut dari pantai ke pantai di Sumatra’s Westkust. Tidak adanya infrastruktur darat yang memadai membuat orang khawatir (terutama pedagang) untuk memasuki wilayah pedalaman seperti di Mandheling yang indah. Pengembangan layanan trasportasi laut tidak akan maksimal dan perlu memperhatikan layanan untuk angkutan daratan’.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 22-11-1862: ‘menyoal tentang hokum (pidana dan perdata) yang dikaitkan dengan jarak yang ditempuh oleh masyarakat dalam proses pengurusan termasuk penduduk di Mandheling en Ankola’.

Pembangunan Infrastruktur: Jalan Poros Kotanopan-Sibolga

Pembangunan jalan di masa Aisten Residen A.P. Godon sesungguhnya sudah terlaksana antara Panyabungan dan Natal. Pembangunan jalan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari koffij-cultuure. Namun bagi Belanda memandang Tapanuli tidak hanya Mandheling, karena itu harus ada jalan penghubung yang menghubungkan satu sama lain dengan lanskap lainnya (Sipirok, Padang Lawas dan Silndung/Toba) sebagai bagian dari rencana keseluruhan Belanda di Tapanuli yang belum tersendtuh sama sekali. Saat itu, pembangunan jalan poros begitu penting, selain sudah ada jalan arteri Natal-Panyabungan, jalan poros antara Kotanopan dan Sibolga akan menyatukan semua jalan-jalan arteri di seluruh Tapanuli. Untuk efektivitas pemerintahan dan perdagangan, jalan poros ini juga dengan sendirinya menghubungkan dua asisten residen yang ada: Asisten Residen Tapanuli di Sibolga, dan Asisten Residen Mandheling en Ankola di Kotanopan.

Jalan poros ruas Tapanuli ini sesungguhnya bagian dari jalan poros Sumatra’s Westkust darri Padang ke Fort de Kock, lalu Kotanopan, Padang Sidempoean dan Sibolga. Jalan poros sebagai jalan negara, maka ia harus dibuat aturan perundang-udangannya.

Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 26-11-1862: ‘Berdasarkan Staatsblad no. 59, tanggal 21 Oktober 1852 salah satu keresidenan dari Gouvernement Sumatra's Westkust adalah Mandheling en Ankola. Kemudian registrasi wilayah ini diperbarui berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal Hindia-Belanda No. 22, tanggal 21 November I862 yang dimuat dalam lembaran pemerintah (Staatsblad) No. 141. Dalam keputusan ini, diantaranya dinyatakan, jalan poros (utama) di wilayah hukum Gouvernement Sumatra’s Westkust adalah sebagai berikut:

·         dari Kotta Nopan ke Laroe (½ etappe)
·         dari Laroe ke Fort Elout (Penjaboengan) (1 etappe)
·         dari Fort Elout (Penjaboengan) ke Siaboe (1 etappe)
·         dari Siaboe ke Soeroematingi (1 etappe)
·         dari Soeroematingi ke Sigalangan (1 etappe)
·         dari Sigalangan ke Padang Sidempoean (1 etappe)
·         dari Padang Sidempoean ke Panabassan (1 etappe)
·         dari Panabassan ke Batang Taro (1 etappe)
·         dari Batang Taro ke Loemoet (1 etappe)
·         dari Loemoet ke Parbirahan (1 etappe)
·         dari Parbirahan ke Toeka (½ etappe)
·         dari Toeka ke Sibogha (½ etappe)

Rute jalan poros dalam hal ini sesunguhnya adalah ratifikasi yang dilakukan terhadap jalan yang sudah ada sejak era perdagangan awal (era pertukaran: garam dengan komoditi lainnya). Sedangkan ukuran jarak hanya didasarkan pada titik persinggahan jika perjalanan dilakukan dengan menggunakan kuda (etappe).

Kesehatan. Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 10-12-1862: ‘Status kesehatan penduduk cukup memuaskan. Seluruh penduduk bekerja pada sawah dengan semangat. Di Mandheling, Ankola dan Aijer-Bangische musim dimulai dengan tanaman’.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 27-12-1862 (iklan, pengumuman pemerintah di Padang):  ‘rekapitulasi hasil pembelian dan penjualan kopi pemerintah pada penutupan bulan 20 Desember 1862.  Dengan satuan unit (lot) 200 picols, harga jual rata-rata sebesar f 41.75 per picols. Harga rata-rata kopi Mandheling tertinggi, disusul kopi Ankola. Harga tertinggi kopi Mandheling mencapai f 42.00 per picols, sementara harga kopi tertinggi Ankola sebesar f 41.85 per picols’.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 27-12-1862: ‘Kita melihat, misalnya, bahwa pada tahun 1839, di sebuah distrik di afdeeling Mandheling, terjadi tindak pidana mati dikutuk oleh pengadilan asli setempat; sementara semua argumen, semua persuasi, meskipun pengaruh dari pemerintah asal Europcschen tidak mampu menahan anggota sidang itu untuk membuatnya mengerti: bahwa kejahatan, yang merupakan orang gila, pelaku tidak dapat disalahkan! Untungnya bagi lembah mengutuk keputusan Gubernur berkaitan dengan hukuman yang dijatuhkan, tidak menjadi  hukuman mati namun disarankan pengasingan. Energi penghakiman pengadilan asli, oleh Gubernur Sumutra Westkoast juga telah terjadi selama bertahun-tahun; dan kami percaya itu akan butuh biaya untuk mendeteksi masalah kapan dan dimana yang telah ditempatkan. Gubernur Swieten tampaknya telah memutuskan dan akan memperhatikan masalan ini’.

Soetan Iskander Pulang dari Negeri Belanda

Si Sati alias Soetan Iskander alias Willem Iskander yang berangkat tahun 1857 studi ke Negeri Belanda, telah tiba di Batavia akhir 1861 dan kembali ke kampong halaman di Mandheling tahun 1862.  Atas keinginannya, Willem Iskander mendapat izin dari pemerintah untuk mendirikan sekolah guru (kweekschool) dan memilih lokasi di Tano Bato arah ke Natal  yang berhawa sejuk. Pemerintah mengangkat Willem Iskander sebagai guru dan memiliki SK pegawai pemerintah.

Bataviaasch handelsblad, 27-12-1862: ‘Empat tahun lalu oleh asisten residen Godon sekembalinya ke Belanda, salah satu dari Sumatera, Mandhelinger, Sotan Iskander, juga dibawa. Hal ini di Belanda dilatih dan baru saja kembali sebagai orang bijak dan beradab di negaranya. Guru sekolah, sebuah bukti baru dari pengembangan orang asli bahkan dari daerah paling beradab. Iskander sekarang berdiri sebagai kepala sekolah biasa di Mandheling dan dewan akan berada di sana agar mampu, sebab pendidikan di atas cara dimaksud yang tentunya adalah mengharapkan hasil yang terbaik’.

De Oostpost: letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws-en advertentieblad, 16-02-1863: Diberikan dua tahun cuti ke Belanda, karena sakit, kepada adsistent Residen dari Mandheling en Ankola (Sumatra’s Westkust), A. van der Hoeven Pruijs’.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 28-03-1863, (iklan, pengumuman pemerintah di Padang):  ‘rekapitulasi hasil pembelian dan penjualan kopi pemerintah pada penutupan bulan 20 Maret 1863.  Dengan satuan unit (lot) 200 picols, harga jual rata-rata sebesar f 43.15 per picols. Harga rata-rata kopi Mandheling tertinggi, disusul kopi Ankola. Harga tertinggi kopi Mandheling mencapai f 43.25 per picols, sementara harga kopi tertinggi Ankola sebesar f 43.00 per picols’.


Catatan:

  • Sumber utama (dalam tanda kutip) merupakan sari berita yang relevan dengan artikel ini. Sumber lain (ditulis anonim) hanya sebagai informasi pendukung agar konteks ‘berita’ sesuai.
  • Isi artikel ini dibuat seorisinil mungkin, hanya berdasarkan informasi (surat kabar) yang tersedia. Kemungkinan adanya ‘bolong-bolong’ di sana sini, silahkan para pengguna (pembaca) melengkapi dan menginterpretasi sendiri.
  • Beberapa kalimat masih memerlukan proses penerjemahan (menyusul).

(bersambung)


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber tempo doeloe.

Tidak ada komentar: