Selasa, Mei 06, 2025

Sejarah Padang Sidempuan (25): Baginda Kali Djoendjoeng Marga Daoelae; Kepala Koeria Pintoe Padang di Angkola Djae


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan dalam blog ini Klik Disini

Kota Padang Sidempoean dapat dikatakan kota yang sudah tua, bahkan lebih tua dari kota Medan. Kota Padang Sidempoean paling tidak sudah terinformasikan pada tahun 1844 sebagai kota baru untuk menggantikan ibu kota distrik (onderafdeeling) Angkola di Pidjor Koling. Kota Padang Sidempoean cepat tumbuh dan berkembang sehinggan pada tahun 1870 dijadikan sebagai ibu kota afdeeling Mandailing en Ankola untuk menggantikan Panjaboengan. Di kota Padang Sidempoean inilah kemudian bermunculan tokoh-tokoh yang cukup terkenal diantaranya Baginda Kali Djoendjoeng (Daoelae) dan Soetan Pangoerabaan (Pane). 


Pada tahun-tahun selanjutnya, tepatnya 1928, di Sipirok terbit sebuah surat kabar bernama Pardomoean di bawah pimpinan Soetan Pangoerabaan. Surat kabar ini terbit satu kali dalam sebulan. Di Padang Sidempuan surat kabar dengan nama Oetoesan terbit tahun 1939 dibawah pimpinan redaksi Baginda Kali Djoendjoeng dan A.H. Daulay. Surat kabar tersebut terbit dalam edisi berbahasa Indonesia dan merupakan surat kabar nasional yang  terbit setiap hari Senin dan Sabtu. Surat kabar lainnya yang terbit di Padang Sidempuan adalah Drukkerij Tapian Na Oeli yang terbit pertamakali tahun 1940 dibawah pimpinan redaksi Maringan Napitupulu. Surat kabar tersebut terbit setiap hari Sabtu saja dalam edisi berbahasa Batak dan juga sewaktu-waktu dalam edisi bahasa Indonesia. Masih di Padang Sidempuan, pada tanggal 10 Oktober 1940, terbit pertamakali Surat Kabar “Boroe Tapanoeli” yang terbit secara berkala, setiap 10 hari sekali. Surat kabar ini dipimpin oleh Srikandi Padang Sidempuan bernama Awan Chatidjah Siregar, dengan anggota redaksi: Soemasari Rangkoeti, Roesni Daulay, Dorom Harahap, Marie Oentoeng Harahap dan Halimah Loebis. Pada bagian administrasi tercantum nama Siti Sjachban Siregar, Lela Rangkoeti dan Intan Nasoetion.( https://akhirmh.blogspot.com). 

Lantas bagaimana sejarah Baginda Kali Djoendjoeng marga Daoelae? Seperti disebut di atas, banyak tokoh yang lahir di kota Padang Sidempoean, termasuk Baginda Kali Djoendjoeng yang juga sebagai Kepala Koeria Pintoe Padang di Angkola Djae. Lalu bagaimana sejarah Baginda Kali Djoendjoeng marga Daoelae? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Baginda Kali Djoendjoeng Marga Daoelae; Kepala Koeria Pintoe Padang di Angkola Djae

Pada tahun 1920 pemerintah pusat akan membentuk dewan lokal (semacam DPRD sekarang) di onderafdeeling Angkola en Sipirok yang dipusatkan di Padang Sidempoean (lihat De locomotief, 18-05-1920). Pembentukan dewan ini berdasarkan beslit No 458 (lihat Staatsblad van Nederlandsch-Indië voor ..., 1920). Ini berarti di Hindia Belanda (baca: Indonesia) akan menjadi dewan pertama yang akan dibentuk di tingkat daerah yang paling rendah (setingkat onderafdeeling).


Pembentukan dewan local di Hindia Belanda pertama kali seiring dengan pembentukan kota (Gemeente) pada tahun 1903 di kota-kota besar seperti Batavia dan Soerabaja. Di Medan sendiri dewan kota (gemeenteraad) baru dimulai pada tahun 1909 seiring dengan pembentukan kota (gemeente) Medan (ibu kota Residentie Oost Sumatra). Lalu kemudian di Residentie Oost Sumatra (Sumatra Timur) dibentuk dewan kota di Pematang Siantar, Tandjoeng Balai, Tebing Tinggi dan Bindjai. Di Residentie Tapanoeli belum ada pembentukan kota (gemeente). Untuk tingkat nasional dewan dibentuk pada tahun 1918 dengan nama Volksraad.

Sementara yang sudah ada di wilayah lain, selain dewan kota (gemeenteraad) juga sudah ada dewanj daerah di tingkat afdeeling seperti di Minahasa dan di tingkat residentie seperti di Banten. Lantas mengapa di tingkat onderafdeeling dibentuk dewan di afdeeking Angkola Mandailing? Di tingkat Residentie Tapanoeli (yang beribukota di Sibolga) juga belum ada dewan daerah tingkat residentie. Dalam hal inilah kedudukan onderfadeeling Angkola en Sipirok menjadi penting di Indonesia (baca: Hindia Belanda). Suatu onderafdeeling yang akan memiliki dewan.


Pada tahun 1920, di seluruh Hindia Belanda jumlah dewan (raad) tidaklah banyak. Hanya sebanyak 53 dewan (lihat De Preanger-bode, 01-02-1921). Uniknya, hanya satu dewan yang berada di level onder-afdeeling (kecamatan), yakni Angkola en Sipirok (ibu kota di Padang Sidempuan). Sementara di level afdeeling juga hanya terdapat satu yakni di Minahasa (lihat Tabel-1). Selebihnya terbagi ke dalam sejumlah kota (gemeete) dan sejumlah kabupaten (beberapa afdeeling).

Jumlah kursi di dewan di onder-afdeeling Angkola en Sipirok sebanyak 23 kursi. Sementara di Province Sumatra;s Oostkust (Sumatra Timur) terdapat dewan di lima kota (gemeente): Kota Medan (10 kursi), Kota Tandjong Balai (6 kursi), Kota Pematang Siantar (8 kursi), Kota Bindjei (6 kursi), Kota Tebingtinggi (9 kursi).


Meski tidak/belum ada bentuk administrasi Kota (gemeente) di Residentie Tapanoeli, dan dewan yang sudah terbentuk hanya di onderafdeeling Angkola Sipirok, tetapi tokoh asal afdeeling Padang Sidempoean (sebelumnya disebut afdeeling Angkola Mandailing), sudah ada yang menjadi anggota dewan di tempat lainnya. Kajamoedin Harahap gelar Radja Goenoeng terpilih sebagai satu dari tiga anggota dewan pribumi di dewan kota (gemeenteraad) Medan pada tahun 1918. Di dewan kota (gemeente) Padang terpilih Dr Abdoel Hakim Nasoetionj pada tahun 1919. Di dewan kota (gemeenteraad) Tandjoeng Balai terpilih Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon; dan di dewan kota (gemeenteraad) Pematang Siantar terpilih Dr Alimoesa Harahap dan Dr Mohamad Hamzah Harahap serta di dewan kota (gemeenteraad) Tebing Tinggi Soetan Batang Taris. Dengan demikian, sebelum terbentuk dewan di onderafdeeling Angkola Sipirok (1920) sudah banyak tokoh asal afdeeling Angkola Mandailing yang menjadi anggota dewan di berbagai tempat. Apakah hal ini yang menjadi pemicu dibentuknya dewan di Residentie Tapanoeli, tetapi hanya sebatas di onderafdeeling Angkola Sipirok?  

Dalam perkembangannya, salah satu anggota dewan (Gewestelijke en Plaatselijke Raad) di onderfadeeling Angkola Sipirok adalah Baginda Kali Djoendjoeng (lihat Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indie, 1925).


Pada tahun 1926 di Gewestelijke en Plaatselijke Raad) di onderfadeeling Angkola Sipirok terjadi perubahan anggota dewan (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 20-08-1926). Disebutkan Gewestelijke en Plaatselijke Raad. Pada tanggal 17 Agustus 1926 diangkat menjadi anggota plaatselijken raad di ondcrafdeeling Angkola en Sipirok: golongan Belanda, G.H. van Nie, adm. der onderneming Simarpinggan dan S. Radersma, adm. der onderneming Sigalagala; golongan penduduk lokal, Ma'moer Al Rasjid (Nasoetion), dokter di Padang Sidempoean, Peter Tamboenan, zendelingleeraar di Sipirok, Mangaradja Goenoeng, pedagang di Padang Sidimpoean, MJ Soetan Naga, pedagang di Batang Toroe; Dja Saridin, pedagang di Batang Toroe,  Soetan Josia Diapari, pedagang di Padang Sidempoean, Mangaradja Dori, pedagang di Padang Sidimpoean, Dja Oloan, pedagang di Padang Sidempoean dan Hadji Mohamad Thaib, pedagang di Padang Sidcmpoean; golongan timur asing, Kim Hong Boh, pedagang di Padang Sidempoean’.:

Baginda Kali Djoendjoeng juga dikenal sebagai kepala koeria Pintoe Padang di Angkola Djae. Sebagaimana diketahui di afdeeling Padang Sidempoean/afdeeling Angkola Mandailing terdapat dewan adat yang terdiri dari kepal-kepala koeria se-afdeeling. Dalam hal ini Baginda Kali Djoendjoeng Daoelae juga termasuk anggota dewan Gewestelijke en Plaatselijke Raad di onderfadeeling Angkola Sipirok.


BINTANG TIMOER, 22 April 1929: ‘P(arada) H(arahap) menulis dari Tapanoeli bahwa ia telah mendengar dari beberapa anggota Liga Koeria bahwa ada kemungkinan yang sangat kecil bahwa Tuan Ali Moesa akan terpilih kembali sebagai anggota Dewan Rakyat, karena tindakannya baru-baru ini begitu tidak simpatik sehingga bahkan saudaranya sendiri, seorang juru tulis, kadang-kadang menyatakan pendapatnya tentang posisi Tuan Ali Moesa. Tidak mampu membela Ali Moesa. Pada kongres pengurus asosiasi koeria (yang ditunda sampai kepulangan Bapak Djajadiningrat dari Jenewa - Laporan). Asosiasi Koeria akan mengutus Bapak Baginda Kalidjoendjoeng, ketua Koeria Pintoe Padang, dan Bapak Toeangkoe Mareden, dari Hoetaimbaroe, dan salah seorang demang, Baginda Oloan dari Sibolga atau Bapak Parlindoengan dari Padang Sidempoean, dari pemerintahan distrik (lihat Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1929, no. 18, 23-04-1929).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Kepala Koeria Pintoe Padang di Angkola Djae: Pemimpin Adat hingga Pemimpin Politik di Angkola Sipirok

Baginda Kali Djoendjoeng telah diberhentikan oleh pemerintah daerah (Bestuur) dari posisinya sebagai kepala koeria Pintoe Padang. Apa yang menyebabkan hal itu terjadi tidak terinformasikan. Namun yang jelas Baginda Kali Djoendjoeng diketahui telah menjadi anggota partai politik (Partai Indonesia).


Deli courant, 12-07-1932: ‘Partai Indonesia di Tapanoeli. Pertemuan di Taroetoeng. Kemarin kami melaporkan tentang pertemuan propaganda publik Partai Indonesia, yang diadakan pada hari Minggu di Sibolga; kemarin (Senin) telah diselenggarakan suatu pertemuan di Taroetoeng, yang mana kami informasikan sebagai berikut: Pertemuan tersebut dihadiri oleh kurang lebih seribu orang. Kepemimpinan berada di tangan Baginda Kalidjoedjoeng, mantan kepala layanan kurir Pintoe Padang, tetapi diberhentikan dari jabatannya setelah terjadi perselisihan dengan Dewan. Kata pembuka diucapkan oleh Soetan Pangoerabaan. Gatot berbicara tentang swadeshi dan Mohamad Jamin tentang prinsip-prinsip Partai Indonesia dan kemudian tentang imperialisme. Yang terakhir harus diperingatkan oleh polisi beberapa kali. Pemimpin redaksi Oetoesan Sumatra, Djauhari Salim, mengangkat tema “Sumatera dan Pergerakan” dan seorang bernama Soetan Soemoeroeng “Pengorbanan Pergerakan”. Gatot dan Jamin kembali lewat Medan? Kami juga mendengar bahwa kemungkinan besar Bapak Gatot dan Bapak Jamin akan kembali ke Jawa melalui Medan setelah kunjungan mereka ke Tapanoeli dan Pantai Barat; mereka kemudian akan berangkat di Belawan. Mereka mungkin akan berbicara pada pertemuan kedua di Medan, yang seperti diketahui akan diselenggarakan oleh departemen, karena begitu banyak orang yang harus ditolak pada pertemuan pertama’. 

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: