Rabu, Mei 07, 2025

Sejarah Padang Sidempuan (26): Soetan Pangoerabaan (Pane) dari Sipirok; Guru, Sastrawan, Politisi, Jurnalis dan Pengusaha


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan dalam blog ini Klik Disini

Pada artikel sebelumnya dibicarakan nama Baginda Kali Djoendjoeng (Daoelae), pada artikel ini membicarakan Soetan Pangoerabaan (Pane). Soetan Pangoerabaan dengan nama kecil Panjaboengan marga Pane kelak lebih dikenal sebagai ayah dari Sanoesi Pane dan Armijn Pane (dua sastrawan terkenal di Jawa).


Sutan Pangurabaan Pane, seorang guru, penulis, wartawan dan seniman. Kemampuannya bahasa Batak, Melayu, Arab, dan Belanda, Sutan Pangurabaan pernah menjadi juru tulis Belanda; menjembatani komunikasi antara Belanda dengan Si Singamangaraja XII (Perang Toba II); salah satu pendiri Muhammadiyah di Sipirok. Lulus kweekschool (sekolah guru) di Padang Sidempuan dididik Charles Adrian van Ophuijsen. Setelah lulus ditempatkan di Muara Sipongi, sekolah yang baru didirikan. Tidak setuju penjajahan Belanda di Muara Sipongi memutuskan meninggalkan profesinya sebagai guru, pindah ke Sibolga menjadi wartawan. Sejak tahun 1914, menjadi wartawan untuk surat kabar Poestaha; 1921 mendirikan organisasi Muhammadiyah di Sipirok; 1927 mendirikan surat kabar berbahasa Batak Pardomoean; 1931 mendirikan surat kabar berbahasa Indonesia Surya di Sibolga; 1 Januari 1937 mendirikan perusahaan transportasi bus Sibualbuali melayani rute pulang pergi dari Sipirok menuju Padang Sidempuan, Sibolga, Tarutung, Pematang Siantar, Medan, Pekanbaru, Palembang, Jambi, dan Lampung. Sutan Pangurabaan pernah memimpin Partai Indonesia (Partindo) cabang Tapanuli (1913-1936) dan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) (1937-1942). Karya: Tolbok Haleon, 1916; Roekoen iman dohot roekoen Islam, 1933; Nasotardago, 1940. Soetan Pangoerabaan lahir    sekitar 1885 di Sipirok dan meninggal 11 Januari 1955 di Djakarta (Wikipedia). 

Lantas bagaimana sejarah Panjaboengan gelar Soetan Pangoerabaan Pane? Seperti disebut di atas, anak-anaknya terkenal dan dikenal luas diantaranya Sanoesi Pane dan Armijn Pane. Soetan Pangoerabaan sendiri adalah guru, sastrawan, politisi, jurnalis dan pengusaha. Lalu bagaimana sejarah Panjaboengan gelar Soetan Pangoerabaan Pane? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Panjaboengan gelar Soetan Pangoerabaan (Pane); Guru, Sastrawan, Politisi, Jurnalis dan Pengusaha

Pada tahun 1860 sudah ada beberapa sekolah negeri di afdeeling Angkola Mandailing, termasuk diantaranya di Moeara Sipongi di onderafdeeling Oeloe en Pakantan dan Tanobato di onderafdeeling Groot Mandailing. Pada tahun 1904 kedua sekolah ini akan ditingkatkan. Juga pada tahun ini di Moeara Sipongi dilakukan perbaikan gudang kopi dengan biaya f1246.


Bataviaasch nieuwsblad, 10-06-1904: ‘Pembangunan sekolah pribumi untuk 210 murid dengan pembongkaran sekolah pribumi no. 410 untuk 50 murid di Tanah Batoe (Tapanoeli), biayanya diperkirakan sebesar f 7.192. Pembangunan sekolah negeri pribumi kelas dua untuk 210 murid, dengan pembongkaran sekolah negeri pribumi no. 413 di Moeara Sipongi [Tapanoeli], biaya diperkirakan sebesar f 7.710’. Foto: Gudang kopi di Muarasipongi, 1895

Kapan sekolah di Moera Sipongi selesai dibangun tidak terinformasikan. Yang terinformasikan adalah pada tahun 1907 guru Badoe Rani di sekolah Moeara Sipongi (Residentie Tapanoeli) ke sekolah di Bagan Si Api Api di residentie Oost Sumatra (lihat Sumatra-bode, 24-08-1907). Sebagai pengganti guru di Moeara Sipongi adalah Soetan Pangoerabaan.


Sumatra-bode, 07-03-1908: ‘Diangkat sebagai asisten guru dengan gaji f 20; di Moeara Sipongi calon guru Si Panjaboengan gelar Soetan Pangoerabaan; di Sipirok calon guru Rilian Si Toamarang; guru Si Tahi gelar Dja Parlagoetan telah dipindahkan dari Sibolga ke Tano Bato’. 

Seperti disebut di atas, Soetan Pangoerabaan kelak dikenal sebagai ayah dari Sanoesi Pane dan Armijn Pane. Di dalam catatan Wikipedia disebut Sanoesi Pane lahir 14 November 1905 di Moeara Sipongi dan Armijn Pane lahir 18 August 1908 di Moeara Sipongi. Sementara Soetan Pangoerabaan, calon guru diangkat sebagai guru di Moeara Sipongi pada bulan Maret 1908.


Di dalam Wikipedia disebut Soetan Pangoerabaan lahir tahun 1885 di Sipirok. Lantas mengapa disebut Soetan Pangoerabaan lulus kweekschool (sekolah guru) di Padang Sidempuan dididik Charles Adrian van Ophuijsen dan kemudian setelah lulus ditempatkan di Muara Sipongi? Apakah informasi ini valid? Fakta bahwa sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempoean ditutup pada tahun 1891; Charles Adrian van Ophuijsen yang pernah menjadi direktur sekolah guru Padang Sidempoean diangkat menjadi Inspektur Pendidikan di pantai barat Sumatra yang berkedudukan di Padang. Pada taghun 1904 Charles Adrian van Ophuijsen diangkat menjadi guru besar di Universiteit te Leiden. Sementara itu jika Soetan Pangoerabaan Pane lahir tahun 1885, tidak mungkin pernah bersekolah di sekolah guru Padang Sidempoean (karena masih berusia enam tahun) saat sekolah ditutup. Pada tahun 1908 saat menjadi guru di Moera Sipongi, Soetan Pangoerabaan berumur 23 tahun dan telah memiliki dua anak: yang pertama Siti Angat dan yang kedua Sanoesi Pane (lahir di Moeara Sipongi 14 November 1905). Lalu dimana Soetan Pangoerabaan mengikuti sekolah guru? Saat ini sekolah guru hanya terdapat di Bandoeng, Jogjakarta, Probolinggo, Amboina, Fort de Kock. Seperti disebut dalam Wikipedia, Sutan Pangurabaan pernah menjadi juru tulis Belanda; menjembatani komunikasi antara Belanda dengan Si Singamangaraja XII (Perang Toba II) juga dapat dikatakan mengada-ada. Oleh karena Soetan Pangoerabaan, sebagai calon guru baru diangkat sebagai guru (pemerintah) di Moeara Sipongi pada bulan Maret 1908, besar dugaan jauh sebelum itu Soetan Pangoerabaan sudah menjadi guru (honorer) di Moeara Sipongi (mengingat anaknya yang kedua Sanoesi Pane lahir 14 November 1905 di Moeara Sipongi). Namun yang tetap menjadi pertanyaan: dimana Soetan Pangoerabaan mendapat pendidikan guru?

Sebagaimana umumnya guru-guru di Angkola Mandailing, selain menulis buku pelajaran, juga menulis buku-buku umum. Pada tahun 1915 karya Soetan Pangoerabaan berjudul Tolbok Haleon diterbitkan oleh (penerbit) Mangaradja Bangoen Batari di Padang Sidempoean. Lalu pada tahun 1916 kembali (penerbit) Mangaradja Bangoen Batari di Padang Sidempoean menerbitkan Tolbok Haloen (jilid II). Soetan Pangoerabaan terakhir terinformasikan sebagai guru di Laboehan Bilik (lihat Pewarta Deli, 4 April 1919).


Guru dan Insulinde. Menanggapi pemberitaan di majalah ini (Pewarta Deli 4 April 1919) bahwa sejumlah guru mengundurkan diri sebagai anggota Insulinde di Laboean-Bilik sesaat setelah dilakukan inspeksi, salah seorang guru, Soetan Pangoerabaan, menyatakan bahwa hal tersebut sama sekali bukan penyebabnya, melainkan perbedaan pendapat mengenai taktik perkumpulan tersebut. Para guru tidak keluar karena takut sama sekali, namun menginginkan agar pengurus tetap tertib dan apa adanya. Penulis menerbitkan surat kepada pengurus serikat, yang dikirim oleh guru-guru tersebut, di mana pengurus dituduh telah mengumumkan pengunduran diri mereka, sementara para guru masih menunggu jawaban apakah pengurus menerima rencana pengunduran diri tersebut. Dan para guru sekarang mengundang dewan untuk berdebat secara terbuka tentang alasan yang menyebabkan hal ini. Para editor yakin bahwa penulis bersikap terlalu cepat terhadap dewan Insulinde, yang tidak pantas menerima hal ini, dan memintanya untuk menarik kembali sebagian informasi (lihat Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1919, No. 15, 05-02-1919).

Pada tahun 1923 novel Soetan Pangoerabaan yang baru berjudul Tolbok Haleon jilid 3. Novel baru ini awalnya diterbitkan sendiri oleh Soetan Pangoerabaan. Pada tahun ini juga Tolbok Haleon jilid I dan Jilid II diterbitkan Drukkerij Tapanoeli di Sibolga dan Tolbok Haleon jilid III diterbitkan oleh NV Handel Mij Batak di Medan.


Pada tahun 1922 dokter hewan (Dr) Tarip Siregar dipindahkan dari Medan ke Padang Sidempuan untuk membantu LVM Lobel (lihat De Sumatra post, 28-08-1922). Besar dugaan pada saat inilah Dr Tarip Siregar menikah dengan boru panggoaran Soetan Pangoerabaan bernama Siti Angat. Dr Tarip Siregar lulusan sekolah kedokteran hewan di Buitenzorg (1914). Sementara itu, Sanoesi Pane sekolah di AMS Batavia. Sedangkan Armijn Pane tahun 1923 lulus ujian masuk di sekolah kedokteran STOVIA di Batavia (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 23-04-1923). Pada tahun 1924 Sanoesi Pane lulus ujian transisi naik dari kelas dua ke kelas tiga di AMS Batavia (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 17-05-1924). Pada tahun 1925 Sanoesi Pane lulus ujian akhir di sekolah guru Goenoeng Sari di Batavia (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 25-06-1925). Tampaknya Sanoesi Pane tidak melanjutkan studi di AMS (MULO), tetapi transfer ke sekolah guru.

Pada tahun 1925 buku Soetan Pangoerabaan berjudul Sipirok Pardomoean diterbitkan oleh Manullang v/h Kamadjoean Bangsa di Sibolga Pada tahun 1928 kembali menerbitkan buku berjudul Si Baroar, Oedoetna ni na di Siboeloes-boeloes diterbitkan Kantor Pertolongan di Sipirok.


Dalam perkembangannya Soetan Pangoerabaan berada di Sipirok. Pada tahun 1928, di Sipirok terbit sebuah surat kabar bernama Pardomoean di bawah pimpinan Soetan Pangoerabaan. Surat kabar ini terbit satu kali dalam sebulan (lihat tabel). Sementara itu pada tahun 1928 Sanoesi Pane, setelah Kongres Pemoeda tanggal 28 Oktober berakhir terinformasikan berangkat ke India (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 22-12-1928). Sanoesi Pane sendiri sudah menjadi guru di sekolah guru di Lembang (Bandoeng). Armijn Pane sendiri dari STOVIA pindah ke sekolah kedokteran di Soerbaja (NIAS) pada tahun 1927. Namun tidak lama kemudian pindah ke AMS Solo jurusan bahasa dan sastra. Pada tahun 1929 Armijn Pane lulus ujian transisi di AMS Solo naik dari kelas empat ke kelas lima (lihat De nieuwe vorstenlanden, 04-05-1929).

Kantor Pertolongan di Sipirok pada tahun 1929 menerbitkan karya Soetan Pangoerabaan berjudul Porang Maroegoepoegoep dan karya berjudul Soetan Parampoean.


Selain karya-karya Soetan Pangoerabaan diterbitkan secara tunggal, juga ada sejumlah karya Soetan Pengoerabaan yang menjadi book-chapter di buku lainnya, antara lain berjudul Na Mongkol, Nai Marlangga, Parkalaan, Parpadanan, Singgorit I dan Singgorit II, Anggota dan Ampang Limo Bapole.

Pada tahun 1930 sepulang dari India, Sanoesi Pane kembali menetap di Bandoeng sebagai guru di sekolah guru di Lembang. Sementara itu pada tahun 1930 Armijn Pane di AMS Solo menjadi ketua Pemoeda Indonesia cabang Soerakarta. Pemoeda Indonesia adalah nama tunggal untuk semua organisasi pemuda setelah Kongres Pemoeda 1928.


Pada tahun 1930 ini di Padang Sidempoean didirikan organisasi masyarakat pembaca dengan nama Oesaha (lihat Persatoean edisi 16 Juli 1930 yang dikutip di dalam Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1930, No. 32). Disebutkan diadakan pertemuan umum di Padang Sidempoean, di mana masyarakat pembaca “Oesaha” didirikan. Ketua Umum, Bapak Soetan Pangoerabaan. Organisasi bertujuan agar masyarakat gemar membaca. Pengurus lainnya adalah Bapak Saroehoen Panoesoenan.

Soetan Pangoerabaan meski sudah pensiun menjadi guru, tetapi guru tetaplah guru. Seperti pernah dikatakan Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda tahun 1897 di Padang bahwa pendidikan dan jurnalistik sama pentingnya: sama-sama mencerdaskan bangsa (Dja Endar Moeda pensiunan guru dan editor surat kabar Pertja Barat di Padang). Soetan Pangoerabaan saat ini sudah menjadi jurnalis (surat kabar Pardomoean di Sipirok) dan ketua pengurus organisasi para pembaca di Padang Sidempoean.


Persatoean edisi 8 Oktober 1930: Rrapat gabungan yang diadakan di Padang Sidempoean oleh berbagai perkumpulan di daerah Tapanoeli, di mana dibahas pencalonan Dewan Rakyat (Volksraad). Bapak St. Pangoerabaan memimpin pertemuan tersebut. Pembicara pertama adalah Bapak B. Mangaradja Moeda, perwakilan dari P.G.H.B. dan dari “Perkumpulan Pembaca Siboealboeali” yang dengan motivasi lebih jauh memberikan suaranya kepada Dr. A. Rasjid (Siregar).  Bapak B. Diangkola mencalonkan Bapak Ali Moesa (Harahap) sebagai calon. Atas nama Koeriabond, Bapak Kali Diendjoeng (Daoelae) menyampaikan pidatonya, di mana ia menyatakan dirinya mendukung delegasi dari Bapak St. Koemala Boelan. Dr. A. Rasjid mengemukakan kualitas-kualitas yang harus dimiliki oleh seorang anggota Dewan Rakyat dan yang mesti diperhatikan oleh para pemilih ketika menentukan pilihannya’ (Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1930, no. 43). Catatan: Dr Ali Moesa Harahap adalah anggota Volksraad dari dapil Noord Sumatra (Residentie Tapanoeli dan Residentie Atjeh) sebagai incumbent. Untuk anggota Volksraad dari dapil (province) Oost Sumatra (incumbent) adalah Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soeangkoepoon.

Dalam perkembangannya di Padang Sidempoean terbit majalah bulanan pendidikan baru “Taman Goeroe” (lihat surat kabar Pardomoean Batak No. 47). Disebutkan majalah ini disunting oleh Soetan Pangoerabaan (Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1930, No. 51).


Surat kabar S.I.G.A B. No. 6 (Desember 1930): ‘Dua edisi pertama Taman Goeroe, bulanan pendidikan yang diterbitkan di Padang Sidempoean, telah diterbitkan. Editornya adalah Soetan Pangoerabaan. Majalah ini dicetak di percetakan "Partopan" di Padang Sidempoean. Dalam kata pengantarnya Soetan Pangoerabaan mengatakan bahwa majalah ini berfungsi untuk menyampaikan aspirasi guru dan pengawas sekolah kepada pihak yang berwenang (Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1931, No. 2).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Guru, Sastrawan, Politisi, Jurnalis dan Pengusaha: Siti Angat Pane, Sanoesi Pane, Armin Pane, Lafran Pane

Soetan Pangoerabaan seorang guru dan juga telah menghasilkan tulisan. Kini, sang anak Sanoesi yang juga menjadi guru dan telah mulai banyak menghasil karya tulis. Like father, Like son. Karya-karya Sanoesi Pane antara lain drama Airlangga (1928); Eenzame Garoedavlucht (1929); antologi puisi Puspa Mega (Bunga dan Awan; 1927) dan Madah Kelana (Nyanyian Rohani Pengembara; 1931).


Dalam Kongres Boedi Oetomo yang diselenggarakan di Batavia pada bulan April 1931, Sanoesi Pane menjadi salah satu pembicara, sebagai pembicara utama pada sesi terakhir (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 14-02-1931). Kongres ini diadakan dua hari Sabtu dan Minggu di gedung PPPKI di gang Kenari dengan tema Masalah Status Dominion dan Pendidikan bagi Perempuan. Dalam Kongres ini hadir pengurus pusat dari Jogjakarta seperti Koesoemo Oetojo (anggota Volksraad), Mr Singgih dan Mr Soepomo, Ph.D. Juga hadir MH Thamrin (anggota Volksraad) dan dari gemeenteraad Soerabaja Radjamin Nasution dan JF Lengkong. Beberapa pejabat-pejabat Belanda yang terkait dengan urusan pribumi juga hadir. Hari pertama para pembicara internal Boedi Oetomo. Pada hari Minggu yang dimulai pagi pukul 9.15 diisi oleh ceramah oleh Sanoesi Pane yang diawali oleh pembicara dari kalangan mahasiswa (PPPI) yang pada intinya menyapaikan kemerdekaan penuh dan tidak ada Status Dominion untuk Indonesia. Sanoesi Pane berbicara di podium dengan tema ‘Apa yang dapat dipelajari tentang gerakan populer di British India’. Sanoesi Pane berbicara selama lebih dari 3 jam. Sanoesi Pane mengupas tentang kondisi antara eksploitatif Inggris dan penderitaan rakyat India yang menyebabkan Mahatma Gandhi menjadi non-kooprative. Lalu Sanoesi Pane menekankan jika Pemerintah Hindia Belanda ingin di masa depan membuat gerakan berlebihan terhadap sudut pandang non-kooperative dan untuk mencegah hal yang timbul membahayakan maka pemerintah Hindia Beland harus memberikan status dominasi kepada rakyat Indonesia (Tepuk tangan bergemuruh). Lebih lanjut dikatakannya dan berharap agar Pemerintah juga tidak berupaya untuk memperlambat gerak penduduk dengan segala jenis pasal undang-undang. Pasal 153 yang terkenal juga harus dihapuskan…Kita harus yakin disini pada kekuatan diri kita sendiri. (Tepuk tangan). Terakhir diikuti dengan forum tanya-jawab yang antara lain Haji Agus Salim, Tabrani (jurnalis), Kontjoro dari Indonesia Moeda dan Koesomo Oetojo. Dari salah satu penanya ada yang menekankan kemerdekaan penuh (Sanoesi Pane tersenyum). Pukul setengah dua, ketua menutup rapat umum terakhir’.

Soetan Pangoerabaan di Padang Sidempoean sudah menjadi politisi. Sanoesi Pane di Batavia, sebagai politis muda sudah menunjukkan taringnya. Dalam hal ini Soetan Pangoerabaan sebagai politisi di tingkat lokal, Sanoesi Pane sebagai politisi di tingkat nasional.


Deli courant, 16-03-1931: ‘Komisi Adat Tapanoeli. Koresponden kami di Padang Sidempoean menulis kepada kami pada tanggal 13 Maret: Tadi malam diadakan pertemuan di rumah Dr. Rasjid untuk membahas pembentukan Komisi Adat Tapanoeli, yang akan mengumpulkan informasi sebanyak mungkin mengenai aturan adat di kampung-kampung. Berbagai usulan diajukan. Akhirnya diputuskan dipertimbangkan. Akhirnya diputuskan untuk mulai membentuk suatu panitia yang akan berkorespondensi dengan orang-orang di tempat lain yang dapat memberikan informasi. Setelah data diterima, akan diselenggarakan pesta adat besar, yakni inisiasi, yang mengundang para kepala adat dan wakil-wakil Dewan. Setelah inisiasi, akan dilakukan pembandingan antara data yang diperoleh dengan adat yang berlaku di kampung masing-masing. Kemudian, panitia pun dibentuk. Terpilihlah Dr. Rasjid sebagai ketua, Soetan Pangoerabaan sebagai wakil ketua, dan Sjakirin Loebis sebagai sekretaris’.

Partai Indonesia (Partindo) didirikan bulan April 1931. Ketua Partindo adalah Raden Sartono Anwar. Pengurus lainnya adalah adalah Amir Sjarifoeddin Harahap. Untuk pimpinan di cabang Partindo di Batavia ditunjuk Amir Sjarifoeddin Harahap dan di cabang Soerabaja adalah Mohamad Jamin. Partindo dalam hal ini sukses dari Partai Nasional Indonesia (PNI). Dalam perkembangannya Ir Soekarno dan Sanoesi Pane bergabung dengan Partindo (sementara Dr Mohamad Hatta bergabung dengan partai Pendidikan Nasional Indonesia).


Pada tahun 1930 semasih Partai Nasional Indonesia (PNI) eksis, Mohamad Tabrani dkk menginisiasi pembentukanm partai baru yang disebut Partai Rakjat Indonesia (PRI). Dalam kepengurusan ini juga termasuk Sjamsoeddin. Partai baru ini menerbitkan majalah sebagai organ partai yang diberi nama Revue Politiek. Mohamad Tabrani dan Sjamsoeddin menjadi bagian dari redaksinya (kedua jurnalis muda ini dapat dikatakan anak buah Parada Harahap). Sjamsoeddin sendiri sehari-hari masih mengikuti pendidikan sekolah menengah MULO. Ini bermula pada tahun 1930 ini di Medan terjadi heboh. Surat kabar Pewarta Deli pimpinan Abdoellah Lubis terkena delik pers yang menyebabkan dua redakturnya menghadap ‘meja hijau’. Keputusan pengadilan Mangaradja Ihoetan dan Hasanoel Arfin diberhentikan di Pewarta Deli (karena redaktur yang bertanggungjawab, bukan pemimpin usaha). Namun tidak lama setelah dibebaskan, Mangaradja Ihoetan dan Hasanoel Arifin mendirikan surat kabar baru di Medan yang diberi nama Sinar Deli (lihat (lihat De Sumatra Post, 05-03-1930). Hal itu membuat Abdoellah Lubis bingung. Sjamsoeddin sudah di Batavia (dan tengah bersekolah pula). Radaktur berkualitas di Pewarta Deli diperlukan Abdoellah Lubis. Lalu kini, sebaliknya Abdoellah Lubis meminta Parada Harahap agar Djamaloeddin alias Adinegoro dapat dipindahkan ke Medan. Tentu saja Parada Harahap tidak masalah, sebab para redakturnya masih ada (Manoppo dan Panangian) dan untuk menambah redaktur baru tidak sulit mendapatkannya di Batavia. Catatan: Djamaloeddin sejak tiba di tanah air pada tahun 1929, bekerja sebagai redaktur di Bintang Timoer. Djamaloeddin adalah adik dari Mohamad Jamin. Tampaknya Djamaloeddin alias Adinegoro berminat ke Medan.

Dengan didirikannya Partai Indonesia dan Partai Pendidikan Nasional Indonesia (eks PNI), maka ada beberapa nama partai yang mirip satu sama lain. Dalam hal inilah perlu dibedakan nama Partai Indonesia (Partindo) dengan Partai Rakyat Indonesia (PRI). Partindo dan Partai Pendidikan Nasional Indonesia mengusung kemerdekaan penuh, sementara PRI mengusung kemerdekaan dengan status Dominion. Satu partai lagi yang berbasis di Soerabaja Partai Bangsa Indonesia (PBI) yang dipimpin Dr Soetomo dimana salah satu pengurusnya adalah Radjamin Nasoetion.


Dalam perkembangannya Partai Indonesia, partai yang ingin memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, diterbitkan buku dengan judul MENOEDJOE KEMERDEKAAN INDONESIA. Buku ini diterbitkan oleh Partai Indonesia di Djakarta 1931. Isinya terdiri dari sumbangan para penulis: (1) Menoedjoe Matahari Terbit oleh Parada üaranap; (2) Menoelis dengan hoeroef Belanda oleh JD Winnen; (3) Menoentoet plan ekonomi Indonesia oleh Abikoesno Tjokrosoejoso; (4) Menoeroet tjerita "Rocambole" oleh Lie Kim Hok; (5) Menoeroetken kata hati oleh C Werner; (6) Menoerseta oleh M Hardjawiraga; (7) Mentjahari kesehatan oleh Dr.Sardjito; (8) Mentjahari pentjoeri anak perawan oleh HS Soeman; Hasiboean; (9) Mentjapai doenia baroe oleh Soetan Pangoerabaan; (10) Mentjapai Indonesia Merdeka oleh  Ir Soekarno; (11) Mentjari djodoh oleh A Damhoeri (12) Mentjari kesehatan oleh Dr Sardjito dan RA Wongsosewojo; (13) Mentjeriterakan koetika Nabi Moehammad (disaloekan dari Kitab Mikrad); (14) Mentoea oleh N. St. Iskandar; (15) Merak kena djebak oleh M Asmawinangoen; (16) Merangi padagangan Wanita oleh AS Dwidjosarojo; (17) Merangkèn oleh Laloe Mesir en I Bagoes Mas.

Dalam buku yang diterbitkan Partai Rakjat Indonesia berjudul Menoedjoe Kemerdekaan Indonesia termasuk tulisan Soetan Pangoerabaan. Lantas siapa editor buku tersebut adalah M Thabrani dan Sjamsoedin. Soetan Pangoerabaan sendiri bukan anggota PRI tetapi anggota Partindo. Sementara itu Armijn Pane akhirnya lulus ujian akhir di sekolah menengah AMS di Soerakarta (lihat De locomotief, 22-05-1931).


Soetan Pangoerabaan kembali menerbitkan surat kabar dengan nama Soerja (lihat Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1931, no. 42. Disebutkan surat kabar yang diterbitkan oleh percetakan Partopan ini mula-mula terbit seminggu sekali di Padang Sidempoean, kemudian dua kali seminggu di Sibolga, tempat percetakan itu pindah, dan akhirnya menjadi surat kabar harian menjelang akhir September. Surat kabar harian setebal 1 lembar kecil. Mula-mula tak disebutkan nama redaksinya, tetapi sejak terbit di Sibolga nama "Banggai" muncul di tajuk utama sebagai nama redaksi, yang dengan nama panggilannya dikenal nama Soetan Pangoerabaan, mantan mantri-guru dan ayah dari Sanoesi Pané yang terkenal itu. Dalam Soerja edisi No 3 bulan September surat kabar itu antara lain memuat laporan tentang fitnah yang disebarkan oleh oleh salah satu surat kabar berbahasa Belanda mengenai pribadi Ir Soekarno yang disebut-sebut pernah memakan daging babi dsb di dalam penjara dengan maksud ingin membuat umat Islam melawan Ir Soekarno. Namun untungnya digagalkan oleh surat kabar Indonesia, kata surat kabar Soerja’.

Surat kabar harian yang dipimpin oleh Soetan Pangoerabaan di Sibolga (ibu kota Residentie Tapanoeli) tampaknya telah menjadi corong perjuangan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Para pengurus Partai Indonesia di Tapanoeli antara lain adalah Baginda Kali Djoendjong dan Soetan Pangoerabaan.

 

Deli courant, 12-07-1932: ‘Partai Indonesia di Tapanoeli. Pertemuan di Taroetoeng. Kemarin kami melaporkan tentang pertemuan propaganda publik Partai Indonesia, yang diadakan pada hari Minggu di Sibolga; kemarin (Senin) telah diselenggarakan suatu pertemuan di Taroetoeng, yang mana kami informasikan sebagai berikut: Pertemuan tersebut dihadiri oleh kurang lebih seribu orang. Kepemimpinan berada di tangan Baginda Kalidjoedjoeng, mantan kepala koeria Pintoe Padang, tetapi diberhentikan dari jabatannya setelah terjadi perselisihan dengan pemerintah daerah (Bestuur). Kata pembuka disampaikan oleh Soetan Pangoerabaan. Gatot berbicara tentang Swadeshi dan Mohamad Jamin tentang prinsip-prinsip Partai Indonesia dan kemudian tentang imperialisme. Yang terakhir harus diperingatkan oleh polisi beberapa kali. Pemimpin redaksi Oetoesan Sumatra, Djauhari Salim, mengangkat tema “Sumatera dan Pergerakan” dan seorang bernama Soetan Soemoeroeng “Pengorbanan Pergerakan”. Gatot dan Jamin kembali lewat Medan? Kami juga mendengar bahwa kemungkinan besar Bapak Gatot dan Bapak Jamin akan kembali ke Jawa melalui Medan setelah kunjungan mereka ke Tapanoeli dan Pantai Barat; mereka kemudian akan berangkat di Belawan. Mereka mungkin akan berbicara pada pertemuan kedua di Medan, yang seperti diketahui akan diselenggarakan oleh departemen/cabang, karena begitu banyak orang yang harus ditolak pada pertemuan pertama’,

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: