Sejarah pers Tapanuli adalah bagian yang
tidak terpisahkan dari sejarah pers nasional. Kehadiran pers di Tapanuli dibawa
langsung oleh anak-anak Tapanuli yang telah lebih dahulu merintis pers di
daerah lain. Mereka itu antara lain Soetan Casajangan, Dja Endar Moeda dan Lim
Soen Hin bersaudara. Dja Endar Moeda dan
Lim Soen Hin bersaudara. Dja Endar Moeda adalah Raja Persuratkabaran di Padang
(Pertja Barat), sementara Raja Persuratkabaran di Medan adalah Abdulah Lubis
(Pewarta Deli). Raja Persuratkabaran di Jakarta adalah Parada Harahap (The King
of Java Press) dan Sakti Alamsyah Siregar di Bandung (pendiri Pikiran Rakyat, yang masih eksis
hingga ini hari dan diteruskan anaknya bernama Perdana Alamsyah). Secara
keseluruhan ada 100 Tokoh Pers asal Tapanuli di Indonesia.
Pers di Tapanuli
Pers di Tapanuli
Residentie Tapanoeli
dibentuk tahun 1841 dan menjadi bagian dari Province Sumatra’s Westkust
(Provinsi Pantaii Barat Sumatra). Residentie Tapanoeli dipisahkan dari Sumatra’s
Westkut dan menjadi residen yang otonom tahun 1905. Surat kabar pertama yang diterbitkan di
Tapanuli adalah Tapian na Oeli pada tahun 1900. Surat kabar berbahasa Melayu ini terbit di
Sibolga dengan oplah terbesar di Padang Sidempuan. Nama Tapian na oeli
biasa disingkat Tapanoeli.
Soerabaijasch handelsblad, 12-11-1900 |
Surat kabar Binsar Sinondang yang mulai
diterbitkan tahun 1906 dan kemudian suksesinya berganti nama menjadi Sinondang Baroe dapat
bertahan hingga tahun 1930an. Surat kabar berbahasa Batak ini sekitar 1930an sangat intens
menyuarakan pengaruh modal asing di Tapanoeli dan aktif menggalang dana
penduduk untuk pembangunan.
Leeuwarder courant, 22-06-1903 |
Surat kabar berikutnya adalah Poestaha yang
terbit di Padang Sidempuan sejak 1915. Surat kabar ini dirintis oleh Soetan
Casajangan (pendiri Indisch Vereeniging di Leiden, 1908). Surat kabar daerah
ini oplahnya hingga ke Pematang Siantar (De Sumatra post, 15-04-1918).
Nama Poestaha diambil dari dokumen (buku) Batak yang
disebut poestaha. Buku poestaha adalah warisan nenek moyang orang Batak yang
mana buku tersebut terbuat dari kulit pohon yang berisi berbagai ilmu. Pada yanggal
16 Januri 1913 dipamerkan sebuah poestaha di Belanda yang berumur 300 tahun
(lihat Apeldoornsche courant, 22-01-1913).
Surat kabar ini eksis bahkan hingga tahun 1930an. Pada
tahun 1919 surat kabar ini menjadi momok bagi pemerintah colonial di Tapanoeli,
sebab selain Sinar Merdeka yang didirikan oleh Parada Harahap tahun 1919 juga Parada
Harahap menjadi editor untuk surat kabar Poestaha.
De Preanger-bode, 06-08-1920 melaporkan bahwa de
voorzitter van den Hatopan Christen Batakbond, Manullang dihukum 15 bulan
karena telah menulis artikel di surat kabar Poestaha. Manullang mengkritik
pemerintah di Taroetoeng, WKH Ypes. Manullang menyebut orang Eropa sebagai ‘lintah’.
Kritik Manullang ini karena belakangan pemerintah mengenakan pajak yang lebih
besar dimana sebelumnya penduduk sempat berdemontrasi. Putusan itu ditetapkan
di Rapat di Padang Sidempuan dan mendapat dukungan dari Gubernur. De Sumatra
post, 18-08-1920 menganggap putusan itu terlalu berat. Menulis artikel yang
kritis sekarang ini, tampaknya hanya Poestaha media yang masih tersisa di Tapanoeli.
Semoga kita tidak membiarkan pada pertanyaan apakah hukuman berat adalah
proporsional dengan pelanggaran yang telah dilakukan (oleh Manullang).
Pada tahun 1927 surat kabar Poestaha sempat memuat
tulisan seorang pejabat. Lalu surat kabar Soeara Tapanoeli melaporkan kasus
itu. Parada Harahap di Batavia bereaksi. Memberikan kesempatan bagi pejabat
untuk menulis di Poestaha dianggap sebagai penghianatan dari seorang editor. Parada
Harahap-isme tampaknya masih berlaku (Algemeen Handelsblad, 20-03-1927).
Poestaha adalah surat kabar yang banyak
membantu dalam mencerdaskan penduduk di afdeling Padang Sidempuan. Poestaha
adalah koran daerah di Padang Sidempuan, sedangkan koran Sinar Merdeka adalah
surat kabar nasional yang terbit di Padang Sidempuan. Poestaha adalah salah satu
surat kabar dimana Manullang kerap mengirimkan tulisan yang bersifat kritis di
daerahnya di Silindoeng en Toba.
Hazekiel Manoellang adalah Pimpinan Hatopan Kristen Batak (Bataksche Christenbond). HKB pertamakali mengadakan kongres pertama 4 Juli tahun 1818 di Balige. Salah satu keputusan Kristen dan Muslim hidup berdampingan (De Sumatra post, 19-08-1918). Direktur BB ke Tapanoeli (De Sumatra post, 07-10-1918HKB ikut dalam rapat umum di Medan yang menghadirkan Boedi Oetomo, Hatopan Christen Batak, Estates klerken Bone?, Journalisten Bond, Medan Setia, Zetters Bond, Setia Bondjol, Teekenaars Opnemers Bond, S.I. P.D.S.M., Personeel-Hospitaal-Bond, Insulinde, Hoa Tjong Soe sit (De Sumatra post, 05-04-1919). Batak dan politik (De Sumatra post, 21-08-1919). Hazekiel Manoellang kerap bertukar pikiran dengan Parada Harahap di Padang Sidempuan dan Sibolga. Tulisan kritis Manullang di surat kabar Poestaha diadili dan dihukum 15 bulan penjara (De Preanger-bode, 06-08-1920). Manullang mengikuti jejak Parada Harahap yang kerap dimejahijaukan. HKB ikut membentuk Sumatranen Bond divisi Sibolga (yang dimotori oleh tiga orang Parada Harahap, Manoellang dan Abdul Manap, editor Hindia Sepakat) yang akan ikut melakukan kongres di Padang pada Desember 1922 (De Indische courant, 07-01-1922). Sumatranen Bond digagas dan presiden pertama adalah Sorip Tagor di Leiden tahun 1917. Sorip Tagor kelahiran Padang Sidempuan, ompung dari Inez dan Risty Tagor.Sinar Merdeka didirikan oleh Parada Harahap tahun 1919 (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 02-09-1919). Surat kabar ini yang terang-terangan memberi nama dengan mengusung kemerdekaan. Gaya jurnalistik yang keras dari Parada Harahap di Sinar Merdeka Padang Sidempuan kerap tersandung dan dikenakan pasal delik pers. Akibatnya Parada Harahap harus berulang kali dimejahijaukan dan beberapa kali masuk bui.
Parada Harahap memulai karir sebagai krani di perkebunan.
Oleh karena tidak tahan melihat penderitaan para kuli (asal Tiongkok dan Jawa)
melakukan investigasi jurnalistik secara amatir kemudian laporannya dikirim ke
Benih Mardeka. Para editor Benih Mardeka mengolahnya lalu ditulis. Pemberitaan
di Benih Mardeka ini lalu kemudian disarikan kembali oleh surat kabar Soeara
Djawa yang kemudian menjadi heboh di Jawa. Parada Harahap yang sempat menjadi
editor Benih Mardeka sebelum dibreidel, lalu pulang kampong dan mendirikan
surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempuan yang terbit pertama 1 Januari
1919. Pada tahun 1923 Parada Harahap hijrah ke Batavia dan kemudian membangun
kerajaan media yang nama Parada Harahap terkenal kemudian sebagai The King of
Java Press
Surat kabar Hindia Sepakat adalah surat kabar
berbahasa Melayu yang diterbitkan di Sibolga. Surat kabar ini adalah suksesi surat kabar Tapian
na Oeli. Editor adalah Abdul Karim, seorang dokter kelahiran Padang Sidempuan. Tulisan-tulisan
protes Abdul Karim di Hindia Sepakat terhadap pemerintah kerap memicu penduduk
untuk berdemonstrasi. Abdul Karim digambarkan seorang intelektual (Bataviaasch
nieuwsblad, 04-11-1920).
Abdul Karim dan Abdul Hakim sekelas Tjipto M |
Abdul Karim adalah aktivis politik (National Indische
Party=NIP) di Sibolga yang dulunya berdinas di Padangsch. Abdul Karim adalah alumni
Docter Djawa School, sekelas dengan Dr. Tjipto M (pendiri NIP yang berhaluan
nasional, bukan berhaluan kedaerahan Jawa). Abdul Karim adalah pencetus
dibentuknya Sumatranen Bond di Sibolga. Dr. Abdul Karim (senior) dan Dr(h).
Sorip Tagor (junior) adalah sama-sama kelahiran Padang Sidempuan.
Posisi editor Hindia Sepakat kemudian
digantikan oleh Abdul Manap, pensiunan guru di Padang Sidempuan (lihat De Indische
courant, 07-01-1922). Dr. Abdul Karim memperluas gerakan politik ke Atjeh dan
mendirikan surat kabar Oetoesan Rakjat di Langsa.
De Sumatra post, 26-03-1923: ‘Besok akan ada dua editor dari surat kabar Oetoesan Rakjat di Langsa, Abdul Karim dan Pedo ditransfer ke Sibolga, karena pada tanggal 6 April untuk diadili di Landraad karena pelanggaran pers (persdelict). Abdul Karim dan Pedo adalah mantan editor dari Hindia Sepakat di Sibolga’.Abdul Karim memprotes pemerintah yang menangkap dua aktivis politik Atjeh yang dari Loksumawe diasingkan ditahan ke Mealaboh dan Sabang,
Surat kabar Soeara Tapanoeli terbit di Sibolga yang mana menjadi editor adalah Abdul Manap. Abdul Manap adalah pensiunan guru di Padang Sidempuan. Surat kabar ini terbilang kritis. Pada saat kunjungan Gubernur Jenderal di Tapanoeli tidak berani memenuhi permintaan Soeara Tapanoeli untuk wawancara. Menurut Soera Tapanoeli selama Gubernur Jenderal di Sibolga tidak terlihat di depan umum (Bataviaasch nieuwsblad, 07-03-1927).
Surat kabar Soeara Tapanoeli adalah yang melaporkan
adanya tulisan pejabat di Poestaha. Sebagaimana diketahui bahwa editor Poestaha
1919-1922 adalah Parada Harahap, yang pernah menjadi editor di Benih Mardeka di
Medan dan kini (1927) adalah editor Bintang Timoer di Batavia. Surat kabar
Soeara Tapanoeli di era agresi terbit kembali (Het dagblad : uitgave van de
Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 23-04-1949).
Soeara Batak terdeteksi keberadaannya tahun
1920 (De Sumatra post., 26-06-1920). Editor Soeara Batak, Soetan Soemoeroeng
terkenal delik per dan dikenai hukuman kurungan dua bulan atau denda f150 (De
Preanger-bode, 26-09-1923). Untuk kesekiankalinya Soeara Batak tersandung delik
pers. Editor didenda f150 dan Direktur dihukum f100 (De Sumatra post, 14-05-1929).
Surat kabar berbahasa Melayu, Pertjatoeran terdeteksi
pada tahun 1925 di Sibolga (De Indische courant, 18-09-1925). Surat kabar mengalami
delik pers di bawah editor M. Arif Lubis (De Sumatra post, 16-09-1931).
Surat kabar berbahasa Melayu, Surja terbit di Sibolga.
Surat kabar ini berukuran mini hanya seperempat lembar. Ukuran surat kabar ini
terbilang terkecil di negeri ini. Surat kabar ini terdeteksi tahun 1932 yang
memberitakan kedatangan Ir. Soekarno ke Tapanoeli dalam rangka pembentukan divisi Partai
Indonesia (De Sumatra post, 13-05-1932).
Surat kabar Sinar Sipirok terbit di Sipirok. Editor mingguan Sinar Sipirok ini adalah Soetan Katimboeng (De Sumatra post, 26-05-1933). Surat kabar ini merupakan surat kabar paling radikal. De Sumatra post, 26-06-1933 Sutan Katimboeng mantan Loehathoofd dari Saromatinggi melakukan rapat besar tentang politik di Gunung Tua. Rapat itu dianggap pelanggaran secara hukum dan menjatuhkan hukuman sembilan bulan penjara. Surat kabar Sinar Sipirok berafiliasi dengan suatu partai dimana nama Adam Malik dikaitkan.
Bintang Batak terbit di Sibolga pada tahun
1927. Surat kabar ini menggunakan dua bahasa bahasa Melayu dan bahasa Batak.
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 27-05-1935 melaporkan kepala redaktur dihukum penjara dua bulan
karena memuat tulisan yang isinya menghasut. Hukuman bagi si penulis selama
enam bulan.
Surat kabar ini masih terdeteksi tahun 1941 (Bataviaasch
nieuwsblad, 09-06-1941) ketika Mangaradja Soangkoepon mengajukan pertanyaan
kepada pemerintah menanggapi judul berita Bintang Batak edisi 4 Oktober 1940
yang berjudul ‘Bagaimana soesahnja rakjat mentjari keadilan’. Catatan:
Mangaradja Soangkoepon adalah anggota Volksraad sejak tahun 1927. Lihat juga
Bendera Kita.
Surat kabar Palito Batak awalnya terbit di
Sibolga kemudian pindah ke Taroetoeng. Di dalam Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 31-05-1928 disebutkan slogan surat kabar ini adalah ‘hendaklah
kamu cerdik seperti ular, dan tulus seperti merpati’. Palito Batak adalah
corong bagi Mr Gustav Adolf. Di dalam dua artikel Mr Gustav Adolf melawan
Parbarita Batak.
Surat kabar mingguan Soeara Sini terbit di
Padang Sidempuan. Surat kabar ini terdeteksi tahun 1929 ketika wartawannya
bernama Sahoeroem ditingkap di Padang karena menulis dan menyebarkan pamphlet
berjudul Semangat Nasional Indonesia di Fort de Kock, dimana di dalam tulisan
itu terdapat kata-kata yang menghina orang-orang ETI (Eropa). Tahanan ini
kemudian dibawa ke Fort de Kock (De Sumatra post, 04-12-1929).
Surat kabar Sinar Sipirok terbit di Sipirok. Editor mingguan Sinar Sipirok ini adalah Soetan Katimboeng (De Sumatra post, 26-05-1933). Surat kabar ini merupakan surat kabar paling radikal. De Sumatra post, 26-06-1933 Sutan Katimboeng mantan Loehathoofd dari Saromatinggi melakukan rapat besar tentang politik di Gunung Tua. Rapat itu dianggap pelanggaran secara hukum dan menjatuhkan hukuman sembilan bulan penjara. Surat kabar Sinar Sipirok berafiliasi dengan suatu partai dimana nama Adam Malik dikaitkan.
De Sumatra post, 27-10-1934: ‘Larangan pertemuan. Minggu
terakhir di Siantar ditangkap Adam Malik, anggota dewan dari partai politik di
Siantar. Penangkapan itu terjadi atas permintaan hakim Sipirok sejak Adam Malik
itu diduga mengadakan pertemuan partai ketika ia berada selama di Siporok. Di
bawah polisi mengawal Adam Malik dibawa ke Sipirok…’.
Adam Malik lahir di Pematang Siantar pada tahun 1917.
Jika kejadian penangkapan ini terjadi pada tahun 1934 itu berarti umur Adam
Malik masih 17 tahun. Adam Malik kemudian dibui di penjara Padang Sidempuan,
tempat dimana dulunya Parada Harahap kerap ditahan.
Partainya Adam Malik adalah Partai Indonesia (Partindo).
Partai ini didirikan oleh Sartono, yang sebelumnya menjabat sebagai ketua PNI (Lama)
yang duduk menggantikan Soekarno yang ditangkap Belanda. Tujuan partai ini
adalah kemerdekaan Indonesia.
Parada Harahap ketika Adam Malik ini ditahan di Padang
Sidempuan, baru pulang dari Jepang. Parada Harahap akhir tahun 1933 memimpin
tujuh orang Indonesia pertama ke Jepang (termasuk di dalamnya Mohamad Hatta
yang baru pulang dari studi di Belanda). Parada Harahap oleh pers Jepang
dijuluki sebagai The King of Java Press. Saat itu Parada Harahap memiliki tujuh
media (termasuk berbahasa Belanda) diantaranya Bintang Timoer surat kabar di
Batavia bertiras paling tinggi mulai terbit 1925), ketua Kadin pribumi Batavia,
penggagas Federasi Organisasi Indonesia dimana Parada Harahap sebagai sekretaris
dan M. Husni Thamrin sebagai ketua (1927). Parada Harahap adalah Pembina Kongres
Pemuda 1928 (ketua Soegondo dan bendahara Amir Sjarifoedin yang sama-sama
kelahiran Medan). Parada Harahap adalah mentor dari Soekarno, Hatta dan Amir
Sjarifoedin Harahap.
Surat kabar mingguan terbit di Tarutung,
Bendera Kita (De Sumatra post, 26-11-1934). Surat kabar ini terdeteksi kembali ketika
memberitakan dibentuknya komite di Padang Sidempuan untuk melakukan pertemuan
umum untuk menentukan siapa yang menjadi wakil ke Volkstaad (De Sumatra post, 13-02-1935).
Dua wakil yang muncul ke permukaan adalah Dr. Alimoesa (Harahap) dan Dr. Abdul
Rasjid (Siregar).
Surat kabar ini masih terdeteksi tahun 1941 (De Indische
courant, 10-07-1941) ketika Mangaradja Soangkoepon mengajukan
pertanyaan kepada pemerintah menanggapi judul berita Bintang Batak edisi 4
Oktober 1940 yang berjudul ‘Bagaimana soesahnja rakjat mentjari keadilan’.
Catatan: Abdul Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon adalah anggota
Volksraad sejak tahun 1927. Lihat juga Bintang Batak.
Surat kabar mingguan terbit di Sibolga bernama
Pelopor terdeteksi tahun 1957. Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie, 12-10-1957 melaporkan bahwa komandan RI-3 diperintah
untuk mengekang surat kabar tersebut selama 10 hari. Hal ini karena pemberitaan
30 September berjudul ‘Perebutan Kekuasaan di Jawa Timur?’. Editor A Pandjaitan
protes.
Surat kabar Java-bode diakuisisi oleh Parada Harahap
sejak 1952. Surat kabar yang sudah
seratus tahun ini terpaksa dijual pemiliknya orang Belanda karena kebijakan
nasionalisasi.
Soera Nasional adalah surat kabar yang terbit
pertama kali tahun 1946 di Sibolga. Pada tahun 1950 surat kabar ini diakuisi
dan kemudian tahun 1952 dilikuidasi. Het nieuwsblad voor Sumatra, 05-09-1957
melaporkan Suara Nasional pada 30 Agustus terbit pertama yang diterbitkan oleh
sebuah yayasan bernama Jajasan Penerbit Suara Nasional.
Boeroe Tapanoeli asli (foto Analisa) |
100 Tokoh Pers Asal Tapanuli di IndonesiaSurat kabar satu halaman ini tampilannya dapat dilihat dalam artikell ‘Boroe Tapanoeli, Trompet Kepoetrian dari Padang Sidempuan yang dimuat di Harian Analisa, 21 April 2008. Tampilan surat kabar ini terlihat asli. Tampilan palsu dapat diamati pada lampiran skripsi Universitas Sumatera Utara (menunjukkan sumber dari Koleksi Badan Kearsipan Nasional RI). Nama surat kabar Boroe Tapanoeli diubah menjadi Suluh Ra’jat (nama surat kabar beda, isi sama; tanggal terbit dan nama penerbit juga dibuat berbeda). Teks nama surat kabar, nama penerbit dan tanggal penerbitan telah diubah dengan cara menempel (cetakan teks kontras antara yang asli dengan yang palsu). Pertanyaannya: apakah pengubahan itu secara sengaja untuk maksud tertentu? Siapa yang diuntungkan dengan yang palsu ini?
Boeroe Tapanoeli diubah Suluh Ra;jat (skripsi mahasiswa)
Para pionir pers di Tapanuli ternyata hampir semuanya berasal dari Padang Sidempuan. Peran sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempuan sangat signifikan. Tokoh-tokoh pers di awal peradaban pers Indonesia adalah alumni-alumni Kweekschool Padang Sidempuan (1879-1893), seperti Dja Endar Moeda, Soetan Casajangan, Mangaradja Salamboewe, Soetan Martoewa Radja, Soetan Parlindoengan, Lim Soen Hin dan lain sebagainya. Faktor penting dalam hal ini adalah Charles Adrian van Ophuijsen (selama delapan tahun menjadi guru di Kweekschool Padang Sidempuan, lima tahun terakhir sebagai direktur sekolah). Charles Adrian van Ophuijsen kelak dikenal sebagai penyusun pertama ejaan dan tatabahasa Melayu. Ejaan Ophuijsen menjadi cikal bakal EYD.
Pembaca menulis di surat kabar adalah bagian dari pers. Sejak awal 1880an warga Padang Sidempuan sudah kerap menulis di surat kabar Sumatra Courant yang terbit di Padang. Tulisan mereka yang dimuat sebagian berbahasa Belanda dan sebagian yang lain menggunakan bahasa Melayu (meski koran tersebut berbahasa Belanda). Boleh jadi keinginan menulis ini timbul karena jauh sebelumnya guru-guru mereka sudah terbiasa menulis buku umum dan buku pelajaran. Buku pelajaran sekolah yang pertama disusun oleh Willem Iskander tahun 1862. Buku terkenal Willem Iskander berjudul Siboeloe-boeloes, siroemboek-roemboek (Batavia, 1873). Jumlah buku-buku pelajaran yang ditulis para guru cukup banyak, umumnya buku-buku itu dicetak oleh penerbit di Batavia. Tidak hanya guru-guru yang menulis, tetapi juga banyak penduduk yang menulis iklan (seperti iklan dari ayah Soetan Casajangan, Maharadja Soetan, murid dari Willem Iskander di Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 08-04-1874). Willem Iskander berangkat studi ke Belanda tahun 1857 dan setelah lulus 1861 kembali ke tanah air dan mendirikan sekolah guru di Tanobato, 1862. Tradisi menulis ini boleh jadi sudah ada sejak doeloe (satu abad lampau). Charles Miller yang berkunjung ke Angkola 1772 kaget karena menemukan lebih dari separuh penduduk bisa baca tulis (aksara Batak). Angka literasi ini menurut Miller dan Marsden melampaui angka literasi dari semua bangsa-bangsa di Eropa. Penduduk di Angkola disebutkan belajar di ‘sopo’ (semaca ‘balai kota’ di tiap huta) dimana mereka menulis di atas lembar kulit pohon yang halus dengan menggunakkan tinta yang terbuat dari jelaga (hasil pembakaran) damar yang diencerkan dengan air tebu dengan pena yang dibuat dari lidi aren.
Sumatra-courant, 08-04-1874
Daftar ini dimulai dari tahun 1897 ketika Dja
Endar Moeda direkrut oleh investor Jerman untuk menjadi editor surat kabar
Pertja Barat di Padang. Editor pribumi pertama di surat kabar investasi asing
adalah Dja Endar Moeda, kemudian disusul Mangaradja Salamboewe di surat kabar
Pertja Timor di Medan tahun 1901. Editor ketiga adalah Tirto Adhi Soerjo di
surat kabar Pembrita Betawi di Batavia (1903). Tokoh pers Indonesia yang utama
setiap era adalah sebagai berikut: pelopor (Dja Endar Moeda), penegak (Parada
Harahap) dan penerus (Mochtar Lubis). Bukan kebetulan, ketiga tokoh pers
Indonesia ini berasal dari Tapanuli. Dari awal hingga ini hari terdapat garis
continuum tokoh pers Indonesia yang berasal dari Tapanuli. Kebetulan ketiga
tokoh pers itu berada pada puncak-puncak piramida pada setiap era. Secara
keseluruhan tokoh pers asal Tapanuli yang teridentifikasi tidak kurang dari 100
orang.
Soetan Katimboeng adalah
editor surat kabar Sinar Sipirok. Surat kabar ini merupakan surat kabar paling
radikal (De Sumatra post, 26-06-1933). Sutan Katimboeng mantan Loehathoofd dari
Saromatinggi pernah dianggap melakukan pelanggaran secara hokum (melakukan
rapat besar tentang politik di Gunung Tua) dan dijatuhkan hukuman sembilan
bulan penjara. Surat kabar Sinar Sipirok berafiliasi dengan suatu partai dimana
nama Adam Malik dikaitkan. Pada saat itu adalah partai politik dianggap musuh
pemerintahan kolonial.
Berikut daftar Tokoh Pers asal Tapanuli:
Dja Endar Moeda, alumni Kweekschool Padang
Sidempuan (1884), mantan guru, pengarang novel, pendiri sekolah sasta pertama
di Padang, editor pribumi pertama, Pertja Barat di Padang 1897. Dijuluki Radja
Peruratkabaran Sumatra. Selain pemilik Pertja Barat, juga memiliki Tapian Na
Oeli (1900), Insulinde (1901), Sumatra Nieuwsbald (1903), Pembrita Atjeh
(1907), Pewarta Deli (1910).
Kantor Pertja Timor di Medan (juga markas Sumatra Post) |
Mangaradja Salamboewe, alumni Kweekschool
Padang Sidempuan (1893), dipecat sebagai jaksa di Natal karena kerap
mengadvokasi penduduk untuk mendapat keadilan, editor pribumi kedua di
Indonesia di Pertja Timor di Medan (1902). Wartawan pribumi terbaik menurut
pers ETI (Eropa/Belanda). Abdul Hasan Nasoetion gelar Mangaradja Salamboewe
adalah anak dari Dr. Asta, alunmni Docter Djawa School, siswa pertama yang
diterima dari luar Jawa (1854).
Dja Endar Moeda dan Mangaradja Salamboewe lebih awal
menjadi editor pribumi dibandingkan Tirto Adhi Soejo di Pemberita Betawi
(1903). Mengapa Tirto Adhi Soerjo yang dijadikan sebagai Bapak Pers Indonesia?
Soetan Casajangan, alumni Kweekschool Padang
Sidempuan (1887), pribumi kedua yang kuliah di Belanda (1905), pendiri
Perhimpunan Indonesia (Indisch Vereeniging) di Leiden (1908). Editor Bintang Hindia
dan editor Bintang Perniagaan di Belanda. Penulis pribumi pertama yang bukunya
diterbitkan di Eropa (1913). Saleh Harahap gelar Soetan Casajangan adalah
pendiri surat kabar Poestaha di Padang Sidempuan (1915). guru di sekolah Radja
di Fort de Kock (1914), HIS di Dolok Sanggoel, HIS di Ambon dan terakhir
direktur Normaal School di Meester Cornelis, Batavia.
Dja Endar Bongsoe, alumni Kweekschool Padang
Sidempuan (1887), mantan guru, editor Pertja Barat, Insulinde dan Sumatra
Nieuwsblad di Padang untuk menggantikan posisi abangnya Dja Endar Moeda karena
dijerat pasal delik pers, duhukum cambuk dan diusir dari Padang.
Lim Soen Hin, radja persuratkabaran,
kelahiran Batangtoru dan bersekolah di Padang Sidempuan. Lim yang tidak hanya
fasih berbahasa Melayu dan Belanda tetapi juga bahasa Batak merangkap asisten
editor surat kabar Binsar Sinondang di Sibolga. Lim adalah redaktur surat Warta
Hindia (Sibolga). Lim sebelumnya merintis persuratkabaran di Padang dan
bertindak sebagai editor Bintang Sumatra dan Tjahaja Sumatra.
Panoesoenan gelar Soetan Zeri Moeda adalah
editor pertama Pewarta Deli (1910). Panoesoenan memiliki gaya yang sama dengan Mangaradja
Salamboewe dengan menomorsatukan gaya kritis terhadap kebijakan pemerintah dan
persoalan ketidakadilan. Pada tahun 1915 Panoesoenan kena delik pers di
pengadilan Medan dan mendapat hukuman kurungan 14 hari.
Soetan Parlindoengan, seorang mantan jaksa
yang menggantikan posisi Panoesoenan di Pewarta Deli. Soetan Parlindoengan memiliki
riwayat awal yang mirip Mangaradja Salamboewe sama-sama pernah menjadi jaksa
dan sama-sama kritis terhadap pemerintah.
Mangaradja Ihoetan memulai karir sebagai
wartawan kemudian menjadi editor Pertja Timor (setelah era Mangaradja
Salamboewe). Mangaradja Ihoetan adalah pendiri surat kabar Sinar Deli di Medan.
Abdoelah Lubis, pensiunan guru yang menjadi
salah satu pendiri surat kabar Benih Mardeka di Medan (1916). Abdoelah Lubis
kemudian bergabung dengan Pewarta Deli dan menjadi pemilik. Abdoelah Lubis
adalah anggota dewan kota (gementeeraad) Medan. Pada tahun 1930 Abdellah Lubis
meminta Adinegoro menjadi editor Pewarta Deli di Medan dari Bintang Timoer di
Batavia (pimpinan Parada Harahap). Abdoelah Lubis adalah salah satu wartawan
yang menjadi bagian dari rimbongan orang Indonesia perta ke Jepang (1933).
Kelak Adinegoro dan Mochtar Lubis menjadi pendiri PWI (1950).
Parada Harahap dijuluki sebagai The King of
Java Press. Parada Harahap awalnya terlibat pers ketika tidak tahan melihat
penderitaan para koeli di perkebunan dan lalu menulis kemudian mengirmkannya ke
Benih Mardeka (1917). Oleh karena ketahuan, Parada Harahap dipecat sebagai
krani lalu pindah ke Medan dan bergabung dengan Benih Mardeka sebagai editor (1918).
Parada Harahap juga menjadi editor Pewarta Deli dan pendiri surat kabar wanita
Perempuan Bergerak (bersama pacarnya yang kemudian menjadi istrinya). Pada
tahun 1919 mendirikan suratkabar Sinar Merdeka di Padang Sidempuan (kerap
dimejahijaukan dan masuk bui). Pada tahun 1923 hijrah ke Batavia dan mendirikan
surat kabar Bintang Hindia (1923), mendirikan kantor berita pribumi pertama,
Alpena (1924), mendirikan surat kabar Bintang Timoer (1925). Parada Harahap
pemilik tujuh media di Batavia, bersama M. Husni Thamrin mempelopori
didirikannya Federasi Organisasi Pribumi (1927) yang menjadi pelindung Kongres
Pemuda 1928. Parada Harahap yang mendirikan Kadin Pribumi menjadi pimpinan
rombongan orang Indonesia pertama ke Jepang (1933) termasuk di dalamnya Mohamad
Hatta yang baru pulang studi dari Belanda. Di Jepang, pers setempat menjuluki
Parada Harahap sebagai The King of Java Press.
Boetet Satidjah, wartawati pertama yang
merupakan pendiri dan sekalgus editor suratkabar bulanan Perempuan Bergerak. Motto
surat kabar kaum wanita ini adalah ‘De beste stuurlui staan aan wal’ (perempuan
juga harus bisa berdiri di depan). Tujuan dari majalah ini memajukan tindakan
wanita, sesuai untuk mendukung keinginannya saat ini, dan juga membantu aksi
pria. Selanjutnya, surat kabar ini akan mencakup semua hal terkait minat wanita
seperti masalah anak, pendidikan, kehidupan wanita itu sendiri dan urusan rumah
tangga. Boetet Satidjah di bidang
tulis menulis jauh melampaui peran yang dilakukan tokoh-tokoh wanita sejaman,
seperti RA Kartini dan Rihana Kudus (surat kabar Sunting Melayu). Boetet
Satidjah kemudian dikenal sebagai istri dari Parada Harahap, wartawan paling
revolusioner di Indonesia.
Surat kabar Boroe Tapanoeli adalah surat kabar yang
diternitkan oleh tokoh-tokoh perempuan di Padang Sidempuan. Surat kabar ini terbit
pertama kali pada tanggal 10 Oktober 1940. Surat kabar ‘Boroe Tapanoeli’ terbit
secara berkala, setiap 10 hari sekali (tanggal 10, 20 dan 30). Surat kabar ini
dipimpin oleh Srikandi Padang Sidempuan bernama Awan Chatidjah Siregar, dengan
anggota redaksi: Soemasari Rangkoeti, Roesni Daulay, Dorom Harahap, Marie
Oentoeng Harahap dan Halimah Loebis. Pada bagian administrasi tercantum nama
Siti Sjachban Siregar, Lela Rangkoeti dan Intan Nasoetion.
Abdul Karim adalah editor surat kabar Hindia
Sepakat, surat kabar berbahasa Melayu yang diterbitkan di Sibolga. Surat kabar
ini adalah suksesi surat kabar Tapian na Oeli. Abdul Karim, seorang dokter
kelahiran Padang Sidempuan. Tulisan-tulisan protes Abdul Karim di Hindia
Sepakat terhadap pemerintah kerap memicu penduduk untuk berdemonstrasi. Abdul
Karim digambarkan seorang intelektual (Bataviaasch nieuwsblad, 04-11-1920). Abdul
Karim adalah aktivis politik (National Indische Party=NIP) di Sibolga yang
dulunya berdinas di Padangsch. Abdul Karim adalah alumni Docter Djawa School,
sekelas dengan Dr. Tjipto M (pendiri NIP yang berhaluan nasional, bukan
berhaluan kedaerahan Jawa). Abdul Karim adalah pencetus dibentuknya Sumatranen
Bond di Sibolga. Dr. Abdul Karim memperluas gerakan politik ke Atjeh dan
mendirikan surat kabar Oetoesan Rakjat di Langsa. Abdul Karim pernah diadili di
Landraad karena pelanggaran pers (persdelict) yakni setelah memprotes
pemerintah yang menangkap dua aktivis politik Atjeh yang dari Loksumawe
diasingkan ditahan ke Mealaboh dan Sabang,
Abdul Manap, mantan guru di Padang Sidempuan
yang kemudian menjadi editor Hindia Sepakat suksesi surat kabar Tapian Naoeli (menggantikan posisi yang ditinggalkan oleh
Dr. Abdul Karim Harahap). Abdul Manap juga adalah editor surat kabar Soeara
Tapanoeli terbit di Sibolga. Abdul Manap adalah mantan redaktur dari surat
kabar Benih Mardeka di Medan.
Soetan Soemoeroeng adalah editor surat kabar Soeara
Batak Editor Soeara Batak, Soetan Soemoeroeng terkena delik per dan dikenai
hukuman kurungan dua bulan.
MH Manoellang adalah editor Binsar Sinondang
di Sibolga (bersama Lim Soen Hin). Pemimpim
muda De Sibolgasche yang popular dalam De Jong Sumatraasche adalah Parada
Harahap dan Manullang (De Indische courant, 07-01-1922). MH Manoellang adalah penulis
kritis terhadap pemerintahan colonial dan pendiri Hatopan Kristen Batak yang
tidak ingin statis di bawah baying-bayang misionaris Jerman.
M. Arif Lubis adalah editor surat kabar
berbahasa Melayu, Pertjatoeran terbit di Sibolga. Surat kabar mengalami delik
pers di bawah editor M. Arif Lubis (De Sumatra post, 16-09-1931).
Mohamad Joenoes, mantan guru dan penulis yang
kerap mengirim tulisannya ke surat kabar Poestaha. Setelah hijrah ke Pematang
Siantar selain aktif menulis di koran, juga
aktif mengarang novel. Mohamad Joenoes
gelar Soetan Hasoendoetan di Pematang Siantar adalah koresponden surat kabar
Poestaha (Padang Sidempoean) dan Pewarta Deli (Medan). Mohamad Joenoes adalah
salah satu pendiri Bataksch Bank di Pematang Siantar (bank pribumi pertama)untuk
mengimbangi Java Bank (Belanda), Deli Bank (Tionghoa).
Novel terkenal Mohamad Joenoes adalah Sitti Djaoerah:
Padan Djandji Na Togoe (Sitti Djaoerah: Sumpah Setia yang Teguh). Roman ini
pertamakali diterbitkan di Pematang Siantar tahun 1927 dan dipublikasikan
secara serial antara 1929 dan 1931 di surat kabar Poestaha. Setelah pemuatan serial roman
Soetan Hasoendoetan ini di surat kabar Poestaha, ternyata mendapat respon yang
positif dari masyarakat luas di Tapanuli. Atas dasar itu, roman itu diterbitkan
kembali dengan bentuk buku dalam dua jilid yang secara keseluruhan tebalnya
sebanyak 457 halaman. Kedua jilid buku roman tersebut diterbitkan oleh Tpy
Drukkerij Philemon di Pematang Siantar. Roman ini kemudian diterjemahkan ke
bahasa Inggris oleh Susan Rodgers dengan judul Sitti Djaoerah: a novel of
colonial Indonesia, terbit tahun 1997 oleh University of Wisconsin (Amerika
Serikat).
Soetan
Pangoerabaan pendiri Sinar Sipirok di Sipirok (De Sumatra post, 26-06-1933). Soetan
Pangoerabaan Pane, seorang mantan guru dan novelis. Novel terkenalnya berjudul
Tolbok Haleon. Soetan Pangoerabaan adalah individu yang lengkap dan sukses.
Soetan Pangoerabaan, selain pendidik, novelis, jurnalis, juga adalah seorang
pengusaha. Soetan Pangoerabaan Pane, kelahiran kampong Pangoerabaan, Sipirok
kelak kebih dikenal sebagai ayah dari Sanoesi Pane (pengarang), Armijn Pane
(pengarang) dan Lafran Pane (pendiri HMI).
1 komentar:
Terima kasih informasinya Pak Akhir Martua Harahap. Sebagai orang yang lahir dan besar di Mandailing dan kini bermukim di Depok, informasi ini sangat berguna. Apalagi saya tertarik meriset beberapa hal ttg Mandailing Natal, khusus yang berkaitan dengan hukum. Salah satunya eksistensi Pengadilan Negeri Natal. Terima kasih banyak (Muhammad Yasin, yasin@hukumonline.com)
Posting Komentar