*Dikompilasi dari berbagai sumber
Pemekaran Kabupaten Tapanuli Selatan sempat ada kekhawatiran bahwa daerah-daerah kabupaten/kota akan mengalami gaya sentripetal dimana antar satu kecamatan dengan kecamatan lainnya yang dekat semakin dekat dan yang jauh semakin jauh. Pemekaran membawa implikasinya sendiri. Kini, dimasa pasca pemekaran keinginan untuk mengintegrasikan kembali kecamatan-kecamatan yang dulunya terpisah satu sama lain semakin dimungkinkan yang berjauhan semakin terasa lebih dekat. Kebutuhan pembukaan jalan baru dan realisasinya semakin mendesak agar proses integrasi berbagai aspek di Tapanuli Bagian Selatan semakin terwujud.
Manfaat langsung dari pengintegrasian Tapanuli Bagian Selatan melalui pembukaan jalan baru dan rehabilitasi jalan yang sudah ada adalah memungkinkan terselenggaranya dengan baik hubungan sosial (adat istiadat) antar pemangku huta di wilayah Tapanuli Bagian Selatan. Manfaat tidak langsung adalah terjadinya perubahan arus orang dan barang antar kabupaten dan antar kecamatan, reintegrasi fungsi-fungsi pendidikan dan kesehatan di wilayah Tapanuli Bagian Selatan, dan memungkinkan lebih cepatnya isolasi huta ke pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru, serta memberi jalan agar pengentasan kemiskinan lebih cepat tercapai.
Pembangunan itu mahal, tetapi biaya atas pembukaan jalan baru dan implikasinya dalam jangka pendek (relokasi) seakan tidak ada artinya jika dibandingkan dengan berbagai manfaat yang diperoleh apalagi dampak positif yang berlipat ganda dalam jangka panjang (multiplier effect). Pada berikut ini disajikan secara ringkas ‘mega proyek’ pembukaan jalan baru dalam merajut kembali fungsi hegemoni Tapanuli Bagian Selatan sebagai satu kesatuan indentitas: sosiobudaya, ekonomi dan politis.
Sipirok-Marancar-Batang Toru di Kabupaten Tapanuli Selatan
Salah satu desa yang paling tertinggal saat ini adalah Dusun Batu Satail Lombang (Desa Batu Satail) yang lokasinya berada di perbatasan antara Kecamatan Marancar dan Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan. Selama ini masyarakat di desa ini berbelanja kebutuhan sehari-hari sekali seminggu ke Pasar Marancar yang ditempuh dengan jalan kaki sekitar dua jam dengan melewati hutan dan tebing di sekitar hutan Aek Sirabun. Barang-barang biasanya diangkut dengan menggunakan kuda untuk mengangkut hasil-hasil pertanian dan perkebunan ke Pasar Marancar melewati sawah dan kebun sekitar Saba Lobu.
(http://komunitasmarancar.blogspot.com).
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tapanuli Selatan (Tapsel) terus berupaya mencari dana untuk pembangunan jalan tembus dari Kecamatan Marancar hingga Sipirok melalui bantuan daerah bawahan (BDB) Provinsi Sumut. Tujuannya agar pembangunan jalan sepanjang 20-an kilometer tersebut bisa selesai tahun 2011 mendatang. Harapannya, melalui pembangunan jalan tersebut bisa melancarkan transportasi darat, dan masyarakat tidak perlu lagi keliling Kota Padang Sidempuan dan menempuh jarak hingga puluhan kilometer untuk bisa sampai di Sipirok atau sebaliknya [2011, Pembangunan Jalan Marancar-Sipirok Selesai.(http://apakabarsidimpuan.com)]
Jika pembangunan jalur jalan Sipirok-Marancar dapat direalisasikan maka akan mendatangkan dampak yang cukup positip bagi kemajuan Tapsel ke depan. Selain memudahkan transportasi dan mendekatkan jarak dari kecamatan lain menuju Sipirok sebagai ibu kota Kabupaten Tapanuli Selatan, juga mempermudah angkutan bagi warga yang selama ini kesulitan mengangkut hasil bumi. Sangat layak untuk dibangun mengingat jaraknya yang tidak terlalu panjang. Di samping itu akan memudahkan pengangkutan antar wilayah di Kabupaten Tapanuli Selatan, maka otomatis meningkatkan perekonomian warga. (http://apakabarsidimpuan.com)
Sipirok-Gunung Tua
Luat Harangan yang terdiri dari Desa Pargarutan, Siharbogoan, Panaungan, Gadu, Pangaribuan, Sialang, Liang, Appolu, Saba Tombak, dan Hasahatan di Kecamatan Sipirok merupakan daerah yang sangat tertinggal dibandingkan daerah lain di Kabupaten Tapanuli Selatan. Sebagian besar moda transportasi masih menggunakan kuda, sebab infrastruktur jalan yang sangat buruk, kondisi jalan sampai Desa Gadu masih berbatu dan setelahnya adalah jalan tanah. Sekadar catatan, sesuai informasi yang diterima dari Kepala Desa Pargarutan, jalan menuju desa mereka pertama sekali dibuka pada 1990an sewaktu alm H Raja Inal Siregar menjabat Gubernur Sumatera Utara. Sejak saat itu sampai sekarang belum ada perbaikan padahal waktu itu hanya pembukaan jalan. [10 Desa di Sipirok Masih Tertinggal (http://www.hariansumutpos.com)]
Warga Desa Pargarutan, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), hingga saat ini masih mengandalkan kuda sebagai sarana transportasi untuk mengangkut hasil bumi dari desa serta kebutuhan warga yang dibeli dari pasar. Dan kesulitan warga semakin terasa saat musim hujan. Sebab, sekitar 12 km jalan menuju desa paling ujung wilayah Kecamatan Sipirok masih berupa jalan tanah. Sangat ironis, kendatipun di desa yang berpenduduk sekitar 100 kepala keluarga (KK) tersebut sudah ada empat unit mobil, namun kenyataannya warga setempat masih mengandalkan kuda sebagai sarana pengangkut barang. [Lebih Dekat dengan Desa Pargarutan di Tapsel (http://apakabarsidimpuan.com)]
Lokasinya yang jauh dari jalan arteri pembangunan menjadi alasan struktural mengapa desa-desa ini kurang mendapat porsi yang seharusnya dalam pengalokasian dana pembangunan, misalnya dalam membangunn dan membuka akses jalan ke desa-desa luat harangan. Konsekuensinya, seperti desa Panaungan dan Pargarutan yang secara administratif masih masuk Kecamatan Sipirok, tetapi dalam kenyataannya dari dulu hingga sekarang masih tetap perputaran ekonominya lebih dipengaruhi ’Kota Gunung Tua’ dibandingkan pengaruh ’Kota Sipirok’ [Kota Sipirok, Ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan: Harapan Desa-Desa Terpencil di ‘Luat Harangan’ di Kecamatan Sipirok. (http://akhirmh.blogspot.com)]
Mandailing Natal –Padang Lawas
Rencana pembukaan jalan propinsi yang menghubungkan Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Desa Pagur, Kecamatan Panyabungan menuju Hapung Kabupaten Padang Lawas, tinggal menunggu izin dari Menteri Kehutanan Republik Indonesia. usulan dari Madina telah disetujui oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Jalan tersebut akan dijadikan sebagai jalan propinsi. "Kalau pemerintah kabupaten Padang Lawas sudah selesai membangun sampai perbatasan Madina tinggal kita yang belum bisa membangunnya karena masuk wilayah hutan register," ujarnya. Panjang jalan yang direncanakan dari Pagur menuju Palas sekitar 38 KM. sejauh ini sudah dilakukan perintisan jalan baik yang dibiyai oleh APBD maupun APBD Propinsi.
Apabila rencana jalan ini terealisasi beberapa lokasi yang dilewati jalan ini mamiliki pemandangan yang menyejukkan, ibarat "Berastaginya Madina", karena berada di daerah tinggi serta pemandangan alamnya masih asli dan asri. "Berastaginya Madina" ini akan terasakan di Desa Aek Gorsing. Selain itu, perekonomian masyarakat Panyabungan Timur sebagai penghasil kopi, karet, kulit manis dan hasil perkebunan lainnya tentu akan bergeliat. Pasalnya peluang pemasaran akan hasil bumi dari Madina akan terbuka untuk pangsa pasar Propinsi Riau. Masyarakat Madina sangat mengharapkan Pemerintah untuk melanjutkan pembangunan jalan tembus Padang Lawas, karena diyakini kalau jalan baru sudah terbangun hanya butuh lima jam warga Madina menuju Propinsi Riau dan ke Palas berkisar hanya membutuhkan waktu tempuh tiga jam. [Jalan Propinsi Pagur - Hapung Palas Menunggu Izin Menhut (http://www.medanbisnisdaily.com)]
Batahan, Natal, Muara Batang Gadis dan Muara Batang Toru
Kabupaten Mandailing Natal (Madina) yang memasuki usia 10 tahun, bersiap-siap dimekarkan kembali dengan dibentuknya kabupaten baru di kawasan pantai barat. Tercatat sekitar tujuh wilayah kecamatan yang berada di kawasan ini, yang bakal lepas dari kabupaten induk dan masuk kabupaten baru. Kecamatan tersebut yakni Batang Natal, Lingga Bayu, Sinunukan, Ranto Baek, Batahan, Natal dan Kecamatan Muara Batang Gadis.
Kawasan pantai barat ini memiliki kekayaan alam yang patut dihandalkan, tapi belum terjamah seluruhnya. Hutan alamnya sudah lama rusak, karena perambahan hutan yang ugal-ugalan selama kekuasaan Orde Baru dan nyaris lepas kendali. Komoditi alam lainnya yakni sarang burung walet yang harganya cukup tinggi di pasaran Asia terutama Singapura, Taiwan, Hongkong dan Jepang. Negara pemasok lainnya ke pasaran ini yakni Thailand.
Selain pengembangan perhubungan udara dan laut, proyek lainnya yang mungkin jadi harapan warga setempat yakni pembangunan jalan darat Sibolga-Natal-Air Bangis, sehingga memudahkan warga untuk memasarkan komoditinya ke provinsi tetangga. Jalan Air Bangis-Padang sudah terbuka, sedangkan ke Natal kemungkinan masih dirancang. Jika proyek jalan ini terwujud, akan terbuka jalan lintas pantai barat Sumatra Utara-Sumatra Barat. [Bandar Natal, Kabupaten Pemekaran di Pantai Barat (http://www.antarasumut.com)]
Alternatif lain mengemuka dari Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang mengusulkan pembuatan jalan darat baru untuk membuka keterisolasian enam desa yang terkena bencana banjir di Kecamatan Muara Batang Gadis. Namun jalan darat baru tersebut harus melewati kawasan Taman Nasional Batang Gadis. Sementara alternatif rute lainnya, selain lebih jauh juga mengharuskan dibangunnya banyak jembatan. Usulan dari Pemkab Mandailing Natal adalah membuka jalan darat baru, sepanjang 20 Km. Akan tetapi jalan ini harus melewati kawasan Taman Nasional Batang Gadis. Sebagai kawasan konservasi berstatus taman nasional, hutan Batang Gadis tak boleh digunakan untuk aktivitas apa pun selain riset ilmiah. Pemprov Sumut menyadari kesulitan membuka jalan di kawasan taman nasional. Untuk itu, Pemprov Sumut akan melanjutkan usulan pembukaan jalan ini ke pemerintah pusat dan tentu saja harus meminta izin ke Departemen Kehutanan. [Jalan Tembus Lewat Taman Nasional Diusulkan (http://regional.kompas.com)]**Akhir Matua Harahap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar